Uniknya pemilu 2019.

Suamiku tidak mendapat undang memilih, tapi bisa mencoblos setelah laporan kepada ketua RT dimana kami tinggal, bersyukur punya rt yang cekatan. Padahal sebelumnya sudah was was jika harus datang setelah jam 12 siang karena masuk menjadi DPK, meskipun cukup membawa e-KTP, tapi bagi kami lebih cepat lebih baik.



Pukul tujuh pagi, matahari masih berselimut awan. Ia nampak malu menampakkan sinar berkilauan. Seperti biasa, aku bertandang ke tukang sayur langganan, obrolan ringan seputar pemilu menjadi penghangat pagi itu.

Tahun ini menjadi musim kedua ane aktif menjadi pemilih, bukan karena usia masih muda gan, tapi lebih kepada ane bukan lagi seorang musafir ... Ee ...

Menurut ane, bukan hal mudah loh jadi pemilih itu ... Beberapa hari terakhir ane terus menyiapkan mental untuk menyuarakan aspirasi.

***

Selesai masak dan berberes rumah, ane bersiap menuju Tps 10 tempat dimana ane harus mencoblos. Ane ingat satu rasa yang sama, grogi mau nyoblos itu hampir mirip saat mau kenalan sama calon mertua,


Mengenakan setelah gamis berwarna hitam dan putih tulang, kertas undangan di tangan ane dan seseoppa berangkat menuju TPS 10.

Motor bebek yang kami kendarai melaju perlahan, dari kejauhan nampak sebuah tenda berukuran sekitar delapan kali sepuluh meter persegi, dengan kain berwarna merah muda dan putih tulang ' di sini ane merasa salah memilih warna kostum gan'.

Sekitar sepuluh orang duduk di teras rumah seorang warga yang berjarak sekitar sepuluh meter dari tenda TPS, beberapa orang lagi berkerumun pada sebuah papan pengumuman.

Motor bebek pun kami parkir, kami berjalan ke arah tenda di sana sudah ada petugas-- mengenakan setelan kemeja putih, celana hitam, dan kopyah hitam--yang menyambut dan menerima surat undangan yang kami bawa. Ternyata antriannya masih panjang gan, tau begitu ane sarapan dulu yak ....

Kami berjalan lagi ke arah dimana papan pengumuman yang berisi lima kertas --contoh surat suara-- yang di tempat di tembok rumah warga yang bersebelahan dengan tenda TPS Tadinya ane udah yakin dengan calon yang kita jagokan, tapi setelah melihat kelima contoh surat suara, ane menjadi keder ....


Bagaimana tidak, deretan foto dan nama itu tak satupun kami kenal, pusing.


Seorang tetangga memberitahu ane dan seseoppa, "ini loh tetangga kita," katanya dengan menunjuk salah satu nama calon dari sebuah partai besar. Oh ternyata ada juga tetangga ane yang maju sebagai calon anggota DPRD kabupaten. Sedikit melongo, karena ane dan suami beneran Ndak tau soal itu, tetangga macam apa kau ini Ferguso ...


Beberapa nama calon pemilih dipanggil tapi yang bersangkutan tidak berada di tempat, beberapa ibu-ibu riuh protes, "wes sing ganok dilewati ae, kok penak gak gelem antri." kalau udah gini the power of Emak Emak, mana ada yang berani ngebantah


Sekitar tiga puluh menit menunggu akhirnya tibalah nama ane dipanggil lewat pengeras suara, petugas meminta tanda cinta eh tanda tangan entah buat apa ane kagak sempet baca, kemudian petugas lain menyerahkan surat suara yang berjumlah lima biji dan mengarahkan kemana ane selanjutnya.




Didalam bilik suara yang dibatasi entah dari kertas atau apa tadi ane kurang memperhatikan, terdapat sebuah bantalan supermini dengan logo KPU bersanding manis dengan paku besar, ane mengucap Bismillah, surat suara pertama berpolet abu-abu ane buka perlahan ... Ane ingat perjanjian sama seseoppa sebelum berangkat tadi, kami harus berbeda nyoblosnya biar adil ... Okelah karena suami tadi memilih untuk nyoblos calon presiden maka dibilik suara itu ane nyoblos tepat di hidung calon wakil presiden ... Alhamdulillah... Satu kertas suara ane lipat lagi dengan rapi.

Untuk empat kertas sisanya, sejujurnya ane gak tau ini pilihan yang tepat atau gimana, karena ane kagak tau tuh visi misi masing-masing calon anggota DPD, DPR RI, DPRD provinsi dan satu lagi DPRD tingkat kabupaten.
Intinya ane tebak tebakan macam saat ujian, ngitung kancing baju saat galau menentukan jawaban


Kelima surat suara telah ane lipat dengan rapi, ane menuju kotak suara fenomenal yang beberapa bulan terakhir ramai diperbincangkan.

Ane sapa kotak suara berwarna putih berbahan dasar kardus dengan mika transparan di bagian depannya dengan segel yang digembok --gembok mungil--.

Kelima kotak suara itu berjajar rapi di bagian tengah tenda, satu persatu ane masukkan kartu suara sesuai warnanya. Berucap Alhamdulillah ane pun menuju ke titik akhir dari perjuangan pagi itu, meja tinta.

Biasanya orang gak mau dicelup banyak, beda nih sama ane yang dengan telaten berusaha memenuhi separuh jari kelingking ane dengan tinta ajaib berwarna ungu.



Meski sudah pudar, saat ane menulis kisah ini masih ada sisa sisa warna ungu itu.

Ane menyempatkan diri berfoto sejenak di depan TPS, kemudian pulang dengan harapan semoga siapapun yang menang bisa menjalankan amanah rakyat dengan baik.

Sampai jumpa di pemilu lima tahun mendatang, semoga Tuhan kasih kesehatan untuk kita bisa ikut serta menyuarakan aspirasi demi kemaslahatan negara.

Salam santun. Mohon maaf foto pendukung tidak ada karena ane taunya ada event ini sepulang dari nyoblos gan, mohon dimaklumi.



Malang, April 2019