inginmenghilangAvatar border
TS
inginmenghilang
Mantanku Motivasiku #SaatnyaMoveOn
podcast-episode







Tahun 2002

Tangan kekar penuh noda oli itu terlihat sibuk berkutat dengan sepeda motor tua yang tampak ringkih. Sepertinya ia ahli dalam mengutak atik mesin bermotor. Orang-orang mengenalnya sebagai laki-laki yang baik, sederhana dan rajin bekerja. Dengan perawakan yang kekar berambut plontos, dia lebih mirip tentara padahal bukan. Nasib mengatakan dia cukuplah jadi buruh pabrik tepatnya pabrik pengalengan ikan di Cilacap.

Seseorang berperawakan tambun berkumis lebat datang menghampiri berjalan kaki.

"Arman, besok kau masuk, ya.. tukar shift sama Joko." Ucap pria tersebut. Arman membalasnya dengan acungan jempol sambil tersenyum tanda ia menyetujui. Jarak rumah kontrakan Arman memang tidak begitu jauh dengan rumah atasannya, hanya terpisah beberapa blok.

Arman, begitulah mereka memanggilnya. Sebagai teknisi mesin di pabrik, terkadang Arman juga harus siap menerima perintah yang bukan bagian dari jobdesk nya. Hal itu dikarenakan Arman memiliki waktu luang yang banyak setelah selesai rutin memeriksa beberapa mesin yang akan digunakan untuk proses pengalengan. Biasanya Arman diminta untuk membantu membawa ikan-ikan segar yang baru diturunkan dari truk ke dalam gudang penyimpanan. Dirinya selalu terlihat bersemangat tanpa pernah mengeluh sedikitpun. Karena sifat baik dan ramahnya, Arman disenangi banyak orang baik di lingkungan tempat tinggal maupun di lokasi tempat kerjanya.

Suatu ketika di sore hari sepulang kerja, Arman menyempatkan diri mampir ke warung kopi. Setelah memarkirkan sepeda motor H*nda legendanya, Arman berjalan memasuki sebuah bangunan kayu berukuran 4x4 meter yang sudah tua termakan usia. Meskipun demikian, warung tersebut sudah memiliki pamor dan menjadi tempat favorit berkumpulnya para penikmat kopi, Arman adalah salah satunya. Saat sedang asyik menyeruput sedikit demi sedikit kopi hitamnya, dua orang gadis masuk ke dalam warung dan duduk pada bangku panjang persis di samping Arman. Hal itu cukup menyita perhatian Arman. Dengan maksud basa basi, Arman menawari kedua gadis tersebut segelas kopi yang tengah dinikmatinya. Mereka berdua hanya mengangguk sambil tersenyum. Arman tahu mereka berdua bukanlah pelanggan tetap di warung kopi itu.

Singkat cerita tak terjadi apa-apa di antara mereka semua pada pertemuan pertama itu. Setidaknya sampai saat Arman bertemu untuk kedua kalinya dengan salah satu gadis tersebut, di sebuah jalan yang menuju ke tengah kota. Arman masih ingat betul wajah gadis tersebut. Sambil melambatkan laju sepeda motornya..

"Mbak, darimana mau kemana? Kok, jalan sendirian?" Tanya Arman dengan ramahnya.

"Mau pulang habis dari pasar. Mas nya siapa, ya?" Tanya gadis tersebut sedikit terkejut oleh kehadiran Arman.

"Beberapa hari yang lalu kita pernah ketemu di warung kopi dekat alun-alun." Jawab Arman diselingi senyum renyah di wajahnya.

Beberapa detik gadis itu mulai berpikir keras berusaha mengingat..

"Oh, mas yang duduk di sebelahku sama temen aku, kan?" Tebak gadis itu.

"Betul," ucap Arman singkat.

"Eh, aku Nadira. Kita belum sempat kenalan waktu itu." Ucap Nadira.

"Oalah, iya.. aku Arman." Ucap Arman sembari menyambut uluran tangan Nadira.

Arman tak menyangka gadis cantik nan rupawan itu sangat ramah dan tidak sombong. Tidak seperti kebanyakan wanita yang berparas cantik hampir rata-rata selalu berusaha menjaga jarak dengan laki-laki biasa. Nadira memiliki bentuk tubuh ramping tapi tidak terlalu kurus. Bentuk wajah oval, berambut hitam lurus panjang sebahu dan berkulit putih bersih. Perawakannya tinggi 168cm dengan berat 50kg. Cukup proporsional.

Setelah perkenalan itu timbulah benih-benih cinta diantara keduanya. Tapi sayang, status Nadira yang sebagai mahasiswi PTN di kota Purwokerto mengharuskan keduanya menjalin hubungan jarak jauh atau yang lebih dikenal dengan LDR (Long Distance Relationship).

Nasib Arman boleh dibilang mujur, karena kenapa? Karena selain cantik, Nadira adalah salah satu mahasiswi berotak encer. Bidang studi yang diambilnya adalah teknik geologi dimana lulusan-lulusan tersebut akan menjadi incaran berbagai perusahaan dibidang energi. Keduanya bukanlah anak dari orang berada. Arman hanya anak dari masinis sedangkan Nadira putri dari seorang pegawai negeri sipil biasa.

Semenjak mereka berdua berpacaran, selain orang tua dan beasiswa, yang membantu biaya kuliah Nadira adalah Arman. Sedikitpun Arman tak mengharap imbalan dari Nadira, ia hanya ingin membantu mewujudkan semua impian dari orang yang sangat teramat ia sayangi.

Di suatu pagi..

"Dik, mas sudah transfer untuk bayar buku kuliahmu. Jangan lupa makan, nanti kamu sakit." Ucap Arman melalui sambungan telepon dari ponsel di tangannya.

"Alhamdulillah, makasih Mas.. Aku nda tau harus bilang apa ke Mas. Aku sangat terbantu sama semua yang Mas lakuin ke Aku." Balas Nadira dari kejauhan.

"Jangan pikirin hal itu, yang penting kamu bisa wujudkan semua cita-citamu. Shalatmu dijaga, Dik.. nanti kalo off (libur), Mas tengokin kamu." Janji Arman.

"Mas.." Nadira memanggil dengan nada manja.

"Dalem?" Jawab Arman.

"Aku mau kamu jadi imam dalam rumah tanggaku nanti.." Nadira langsung menutup sambungan teleponnya. Sepertinya ia malu mengatakan hal itu.

2 tahun adalah waktu yang mereka habiskan untuk berpacaran sampai tibalah menjelang waktu kelulusan Nadira. Saat itu ia dalam keadaan kebingungan karena ia harus memilih satu dari sekian banyak perusahaan yang bukan lagi sekedar menawarkan tapi berusaha memperebutkan dirinya. Akhirnya setelah meminta pendapat Arman sang kekasih yang selama ini setia menemani perjuangan hidupnya, Nadira menjatuhkan pilihannya pada satu perusahaan kontraktor tambang batu bara milik asing. Bukan bermaksud tidak nasionalis, tapi perusahaan yang dipilihnya tak hanya menawarkan pekerjaan namun juga jenjang karir yang cukup menggoda.

Tahun berikutnya..

Arman senang melihat Nadira yang tidak lagi menjadi beban orang tuanya. Sebaliknya, Nadira kini memiliki penghasilan yang mampu membantu kehidupan orang tuanya. Setelah Nadira lulus dan bekerja, bukan berarti mereka berdua dapat bersama, justru jarak diantara mereka semakin melebar. Nadira harus bekerja di luar pulau Jawa tepatnya di Kalimantan. Sebagai orang engineering, Nadira sangat disibukan oleh pekerjaannya.

"Dik, kamu sehat? Sepertinya kamu sibuk sekali sampai orang tuamu cerita ke Mas. Cobalah sempatkan waktu untuk beri kabar ke bapa sama ibumu, ya.." ucap Arman dari ponselnya.

"Maafin Aku Mas, Aku sibuk banget akhir-akhir ini." Balas Nadira dengan nada datar.

"Ya udah, nanti Mas yang bantu ngomong ke bapa sama ibu. Orang tua itu nomor satu, kalau memang kamu sibuk banget, kamu boleh abaikan siapapun termasuk Mas, tapi jangan orang tuamu. Ngerti ya, Dik.." ucap Arman dengan penuh perhatian.

"Iya, Mas.. Aku pamit mau istirahat dulu, ya.." ucap Nadira diakhir pembicaraan mereka berdua.

Bulan berganti tahun. Nadira menempuh pendidikan khusus pertambangan yang dibiayai perusahaan. Setelah 1 tahun lebih Nadira berada di luar negeri, Atas restu dari kedua belah pihak keluarga, Arman dan Nadira melangsungkan pernikahan. Tapi yang disayangkan pernikahan mereka berdua tidak diketahui perusahaan tempat dimana Nadira bekerja. Hal ini dikarenakan ada peraturan dari perusahaan yang melarang Nadira untuk menikah karena masih dalam status karyawati yang mendapat pendidikan khusus dan dibiayai perusahaan. Nadira harus menempuh pendidikan di luar negeri dan setelahnya selama masih terikat perjanjian, ia tidak diperbolehkan hamil sampai dalam batas waktu yang ditentukan.

Disinilah dilema dimulai. Arman mengakui dirinya lengah sampai hal ini bisa terjadi. Ia sama sekali tidak mengetahui perihal peraturan itu sampai akhirnya Nadira buka suara saat merencanakan acara pernikahan dengan Arman. Mimpi semua orang setelah menikah adalah memiliki momongan. Terlebih orang tua Nadira sangat menginginkan cucu. Namun tidak mungkin juga Arman akan setega itu meminta Nadira membatalkan perjanjiannya dengan perusahaan. Karena sudah direncanakan dalam waktu yang cukup lama, akhirnya mereka berdua dan seluruh keluarga besar sepakat tetap melaksanakan pernikahan yang dirahasiakan dari perusahaan. Karena ini menyangkut masa depan dan impian Nadira.

Lalu..? Mereka berduapun kembali terpisahkan oleh jarak. Arman tetap bekerja di pabrik pengalengan ikan sedangkan Nadira kembali bekerja di perusahaan. Hal ini cukup mengganggu Arman. Tentu saja sebagai suami, ia mengkhawatirkan istrinya yang jauh di sana. Suatu ketika terbesit rencana di kepala Arman untuk pindah ke Kalimantan. Rencana itu sudah diungkapkan pada Nadira, istrinya. Awalnya Nadira menolak karena takut rahasia yang disimpannya dari perusahaan akan terbongkar. Namun Arman berusaha meyakinkan Nadira dan itu berhasil. Arman berjanji akan menjaga rahasia mereka berdua saat di sana kelak.


Tahun 2007

Rasa bahagia tak dapat dibendung oleh keduanya. Setelah sekian lama akhirnya mereka berdua dapat hidup bersama dan tidur satu ranjang pula. Dengan menyewa satu buah rumah kontrakan, mereka tinggal dan hidup berdua sebagai suami istri. Berbulan-bulan Arman mencoba mencari pekerjaan di tempat ia kini tinggal tapi belum berhasil. Dengan sangat terpaksa dan didukung perasaan malu karena selama ini biaya hidup ditanggung sang istri, akhirnya Arman memberanikan diri meminta pada Nadira untuk membantunya masuk kerja ke perusahaan tempatnya bekerja. Lagi-lagi Nadira dibuat terkejut dengan rencana Arman. Sekali lagi Nadira menuruti permintaan Arman. Dengan terpaksa Nadira berbohong pada atasannya mengatakan Arman adalah saudaranya dari Cilacap. Dengan bantuan atasan Nadira, Arman berhasil mendapatkan pekerjaan di perusahaan tempat istrinya bekerja.

Arman harus rela menjadi pekerja kasar di tempatnya bekerja sekarang. Menjadi petugas kebersihan adalah posisi yang harus ia terima karena pengalaman kerjanya sebagai teknisi mesin di kampungnya tidaklah cukup menempatkan dirinya di posisi strategis. Di tambang batubara hanya ada mesin alat berat raksasa dan tentu bukan kualifikasi skill yang dibutuhkan perusahaan dari seorang Arman.

Waktu demi waktu dijalani, tanpa terasa setahun sudah Arman bekerja. Dalam pekerjaannya Arman selalu menjalaninya dengan penuh semangat. Ia tidak terlalu memikirkan dirinya sebagai apa di sana. Tapi hal itu dirasakan sebaliknya oleh Nadira. Lambat laun Arman menyadari bahwa ada yang berubah dari Nadira. Istrinya tidak pernah lagi menyapa sang suami saat tanpa sengaja mereka berdua bertemu. Padahal hanya sekedar mengobrol tidak akan langsung membuka kedok mereka sebagai sepasang suami istri di hadapan orang banyak.

Arman mulai merasakan keganjilan dalam rumah tangganya. Bukan hanya di tempat kerja, bahkan saat di rumah, Nadira mulai mengacuhkan Arman.

"Dik, kamu lagi ada masalah? Coba cerita ke Mas, barangkali Mas bisa bantu?" Ucap Arman berusaha mencari titik permasalahan.

"Nda ada, semua baik-baik aja." Jawab Nadira singkat dengan mimik datar.

"Kok, Mas ngerasa semua lagi nda baik, ya?" Dengan sabar Arman melakukan pendekatan pada istrinya.

Nadira terdiam. Yang lebih mengejutkan tiba-tiba airmata mulai berjatuhan dari mata Nadira. Tangannya sibuk menyeka airmata yang meluncur deras dari pipinya.

"Beberapa temenku udah tau Mas itu suami aku." Ucap Nadira akhirnya menyerah dan mengatakan masalahnya.

"Ohh.. jadi kamu takut ketauan sama atasanmu tah, dik?" Tanya Arman begitu yakin.

Beberapa saat Nadira bergeming. Sesekali Arman membantu menyeka airmata dari pipi Nadira.

"Bukan itu, Mas.." sergah Nadira.

"Lah, terus?" Arman mulai bingung.

"Aku malu sama posisi kamu di kerjaan, Mas.. lambat laun semua orang akan tau kamu suami aku," lanjut Nadira.

"Astaghfirullah! Kamu serius sama omongan kamu barusan, Dik?" Arman terperanjat dengan gestur tak percaya.

"Maafin aku, Mas.. tapi itu yang aku rasakan." Ucap Nadira.

Malam itu menjadi ingatan yang menyakitkan bagi Arman. Bagaimana bisa istrinya sampai berpikiran seperti itu. Arman sangat tak habis pikir akan hal itu. Tapi rupanya masalah tak habis sampai di sana. Dari berbagai info yang beredar dari teman-teman kerja Arman, Nadira sedang didekati laki-laki lain. Celakanya lelaki tersebut adalah sesama orang engineer tapi memiliki jabatan lebih tinggi dari Nadira. Arman berusaha mencari informasi yang valid tapi rasanya sulit.

Saat tiba di rumah, Arman mencoba berkomunikasi dengan sang istri. Ia tahu ini bukan saat yang tepat tapi tidak ada lagi waktu untuk menunda.

Arman duduk di ranjang bersebelahan dengan istrinya.

"Lebih baik kamu jujur.. betul kan ceritanya seperti itu?" Tanya Arman sengaja tak berterus terang.

"Maksudnya apa, Mas?" Nadira tampak kebingungan.

Arman menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya seketika sebelum melanjutkan kata-katanya.

"Kalau memang Mas sudah nda ada di hati kamu, lebih baik kamu jujur," Ucap Arman tanpa basa basi.

Nadira terdiam cukup lama.. ia sadar pada akhirnya akan tiba saat seperti ini, saat dimana dirinya harus menjelaskan yang sebenarnya.

"Mas, semakin aku pendam nda akan baik hasilnya untuk kita berdua. Sejujurnya aku sudah nda ada perasaan ke Mas.. entah kenapa aku juga nda tau. Bukan berarti aku nda pernah mencoba untuk mencintai Mas lagi, tapi rasanya sulit. Aku berharap Mas mau mengerti sama apa yang aku rasakan." Ucap Nadira sambil menatap dalam-dalam mata Arman.

"Dik, selama ini kita nda pernah ada masalah yang berarti, terus apa yang membuat kamu bisa setega ini sama Mas? Apa karena godaan laki-laki lain yang nda sanggup kamu tahan?" Ucap Arman sambil berusaha menahan airmata yang sepertinya sebentar lagi akan membanjiri wajahnya.

"Bukan, Mas.. sebelum bertemu dia pada dasarnya aku memang sudah nda ada perasaan lagi ke kamu Mas." Jawab Nadira dengan mimik penuh rasa bersalah.

"Kalau boleh Mas tau, sejak kapan?" Tanya Arman yang tak henti-hentinya menahan rasa sesak di dada. Sakit? Tentu saja Arman merasakannya.

"Mas, aku mohon jangan kita bahas lagi.. nda baik untuk kita berdua. Mungkin takdir sudah mengharuskan hubungan kita berakhir sampai di sini.

"Dik, Mas sayang sama kamu, Mas pun rela pertaruhkan hidup ini untuk kamu. Tapi Mas nda akan memaksakan diri untuk mempertahankan kamu.. kalau memang kamu lebih bahagia tanpa Mas, percayalah.. Mas ikhlas." Ucap Arman sambil memegang pundak Nadira lalu mencium keningnya yang mungkin untuk terakhir kalinya.

Jauh di dalam lubuk hati Arman, sebenarnya ia menyadari kenapa Nadira sampai hati berbuat demikian. Semua karena jabatan Arman lebih rendah dari Nadira (mantan) istrinya. Arman menyadari hal itu saat Nadira mengungkapkan dirinya malu atas posisi Arman di perusahaan. Hanya karena hal sepele seperti itu?

Setelah kejadian itu, hebatnya Arman tetap bekerja di perusahaan tersebut. Hatinya boleh hancur berkeping-keping tapi semangat juangnya masih tersisa. Begitu juga dengan Nadira, ia masih bertahan di perusahaan. Hampir 3 tahun lamanya mantan suami istri itu bekerja di perusahaan yang sama. Dalam 3 tahun bekerja di perusahaan kontraktor batu bara, Arman berhasil menduduki jabatan Supervisor di departemen HSE.


♤♤♤♤♤♤



Siapakah Arman? Bapak Arman adalah wakil PM (Project Manager) di perusahaan batubara tempat gw kerja tahun 2016 kemaren emoticon-Big GrinGw beruntung bisa mendengar pengalaman hidup beliau waktu istirahat makan siang di ruang simulator alat berat. Sekarang jabatannya jauh lebih tinggi dari mantan istrinya Bu Nadira yang sekarang sudah berkeluarga dan sudah lama resign dari dunia pertambangan. Bapak Arman sukses menjadikan mantannya sebagai motivasi agar dirinya bisa menjadi lebih baik di masa yang akan datang.

SEKIAN


(*)
Diubah oleh inginmenghilang 11-05-2023 16:21
tantinial26
disya1628
karetkutang69
karetkutang69 dan 39 lainnya memberi reputasi
40
10.7K
72
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.