Memey, perempuan yang genap berusia 35 tahun tak pernah mengira bahwa mimpinya untuk memperbaiki nasib keluarga berujung kecewa.

Tahun 2006 melalui seorang agen, tanpa dokumen resmi yang dipegang, ia nekat menuju Malaysia. Keterbatasan ekonomi menjadi alasan utama Memey mengadu nasib di Negeri Jiran menjadi buruh migran.

Keberangkatanya tak melalui prosedur yang legal, tapi lewat calo buruh migran di kampungnya. Rumah calo itu tak jauh dari kediaman Memey. Sebelum beranjak ke Malaysia Memey dan rekanya harus menginap selama10 hari di rumah calo.

Setiba di Malaysia, Memey menjumpai kenyataan yang tak sesuai harapan. Bukan pekerjaan layak yang didapat, tetapi siksaan, kerja yang tak mengenal jam, eksploitasi seksual dan hal suram lainnya.

Hingga akhirnya International Organization for Migration (IOM) sebuah organisasi antar-pemerintah terkemuka dalam bidang migrasi berhasil membantu kepulangan Memey. Saat pemeriksaan kesehatan, Memey dinyatakan positif HIV. Minim informasi dan relasi menjadikan perempuan beranak dua itu berjuang sendiri.



Urusan perdagangan orang memang harus melibatkan banyak pihak. Tidak saja organisasi internasional yang mesti turun tangan menyelesaikan kasus ini, beberapa pihak pun mesti turut berpartisipasi. Salah satunya kepolisian bagian unit PPA, sayangnya mereka kerap mengalami kusulitan. Informasi yang didapat tidak bisa dikatakan memadai dan menyeret sindikat yang professional juga menjadi kendala tersendiri. Belum lagi menghadapi sistem hukum negara tertentu yang tidak kondusif memberi perlindungan terhadap korban.

Minimnya informasi yang didapat oleh calon buruh migran pun mesti jadi perhatian. Calo yang masih marak di kampung-kampung dan sosialisasi pemerintah yang tidak merata. Lebih krusial lagi ketersediaan lapangan kerja yang sedikit memaksa mereka bekerja ke uar negeri.

Solusi yang bersifat komprehensif diperlukan untuk memutus rantai kejahatan perdagangan orang.


Sumber: Watchdoc documentary