skydaveeAvatar border
TS
skydavee
Ironi Menjadi Petani di Negeri Ini
dok.pribadi

Hamparan padi nan hijau menghiasi pemandangan sepanjang jalan di pematang sawah. Riuh burung berkicau turut memeriahkan suasana pagi dengan senyuman para petani yang sesekali berjibaku dengan lumpur.

Peluh mengalir tiada henti dari raut wajah petani di sawah. Buliran keringat tampak berkejaran dengan deru nafas memburu dari lelah yang tak sempat tersampaikan dalam bentuk keluhan. Dari cucuran peluh merekalah, nasi lezat terhidang di meja makan siap untuk disantap...

***
Sebuah ironi

Beras adalah salah satu komoditas penting di Indonesia. Hampir seluruh penduduk di negeri ini menjadikan beras sebagai makanan pokok. Fakta ini saya temukan sendiri sepanjang pengalaman saya melakukan perjalanan di nyaris beberapa kota di pulau Sumatera, Jawa Timur, Jawa Tengah, Balikpapan, Samarinda hingga Makassar. Menu nasi, adalah satu dari hidangan yang wajib ada.

Tingginya tingkat konsumsi beras, ternyata tidak lantas diimbangi dengan hasil produksi yang sesuai. Jika menganut teori ekonomi klasik, tingginya permintaan, harusnya mampu meningkatkan pendapatan produsen. Sialnya, teori ini seakan tidak berfungsi bila terkait dengan beras, konsumen, lalu pada taraf produsen.

Petani, sebagai produsen langsung beras, justru diidentikkan dengan kaum marjinal, lugu dan beberapa bahkan masuk dalam kasta proletariat. Tidak ada gengsi yang melekat pada kaum paling berjasa ini.

Kondisi tersebut, diperparah dengan semakin menipisnya lahan untuk digarap demi bercocok tanam. Sebagian dari para petani, justru lebih memilih untuk menjual lahan sawahnya kemudian ditukar dengan setumpuk materi dari developer, guna membangun sarana perumahan.

dok.pribadi

Tentunya, harga yang ditawarkan cukup menggiurkan. Bisa pula, petani menjual lahannya dengan dalih jika biaya produksi tidak sepadan dengan keuntungan yang didapat.

***
Bertani dengan cara konvensional
dok.pribadi

Pola dan teknik penanaman padi memang telah beranjak menuju modernisasi. Kendati tetap harus diakui, pola tersebut baru ditekankan pada alat, sebagai pendukungnya. Sebagai misal, jika dulu tenaga manusia dan kerbau cukup mendominasi, pada saat sekarang sudah tergantikan dengan adanya traktor mesin. Namun, untuk riset agar menghasilkan varietas padi unggulan, masih jarang dilakukan. Andaikan pun ada, seakan tenggelam oleh serangkaian riset dibidang yang lainnya.

Tak pelak, kondisi yang sedemikian rupa, hanya akan berdampak pada stagnannya jumlah produksi yang dihasilkan oleh para petani. Sementara di sisi lain, permintaan akan kebutuhan beras selalu menunjukkan grafik kenaikan seiring dengan jumlah populasi di negeri ini.

Permasalahan seakan bertambah pelik saat rantai distibusi beras harus berhadapan dengan kekuataan uang dari para tengkulak. Walau permintaan dan harga tinggi, namun urung mengangkat harkat serta perekonomian para petani. Oleh karena itu, tanpa campur tangan langsung pemerintah, niscaya kehidupan petani akan tetap sama, meski nasi masih menjadi santapan primadona.

Jika suatu saat para petani berhenti untuk menanam padi, ada baiknya tiap-tiap dari kita berusaha mencari alternatif makanan lain sebagai pengganti beras. Mungkin tidak ada salahnya mencoba mengkonsumsi pelbagai kembang, atau pecahan kaca beling. Seperti yang biasa dilakukan oleh pemain kuda lumping.



©Skydavee 2019
Diubah oleh skydavee 31-01-2019 10:58
23
8.7K
127
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.6KThread81.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.