- Terbujur -
Dapat kurasakan tubuhku sedang terbujur tak berdaya, kekuatanku habis, di sini terlihat seperti di dalam kelambu, pandanganku jelas kembali, aku mengerjapkan mata berusaha menyesuaikan cahaya masuk ke kelopak mata. kucoba buka mata secara perlahan, pandangnku langsung tertuju ke atas, ada plafon warna putih dengan ukiran bunga di sisinya, lampu, dan botol infus yg terpasang di pergelangan tangan. Lalu kuraba sekeliling. Empuk. Aku sedang berbaring di atas kasur yang tidak terlalu empuk. Dari sisi kanan aku dikelilingi oleh orang-orang yang kukenal dan seorang wanita.
Rita?…Yusuf?…dan…Grrrhhhttt…
Aku berusaha menyebutkan memanggil teman-temanku memastikan yang berada di sini bukan zombie yang ku temui di hutan tadı. alih-alih menyebut nama yang ada malah erangan yang terucap terdengar.
“Tenang Aa, semua aman Aa.”
Ucap seorang wanita berkaos polo dan mengenakan masker usia 30-an awal, menghampiriku sambil membawa kasa dan menempelkannya disalah satu bagian kakiku yg terluka, aku bisa merasakan pedih di kaki dan tanganku, wanita itu adalah Perawat, dia ramah dan perhatian.
“Jam 08:38”
Jam analog di sisi dinding ruangan menunjukan waktu di mana aku berada, entah ini jam enam sore atau malam, karena tidak ada jendela di ruangan ini, kecuali tiga lubang fentilasi yang tak terlalu besar di atas pintu, ruangan ini tidak terlalu luas dengan perabotan sederhana sunda.
“Kak Ajit tidak apa-apa, kak?”
Suara ini…yah jelas dia adalah Rita.
Sekarang gadis itu berada di sampingku, ia memelukku yang senang berbaring di kasur, gadis itu menyangka aku sedang sakit parah.
Aku sedih pada gadis ini, apa yg terjadi pada malam itu, dia kemana? Kudapat merasakan tubuh hangat Rita yg memeluku, wajahnya tidak pucat, dan tidak kaku. Yah dia manusia. Tidak seperti yang ku lihat sebelumnya, kuperhatikan wajah Rita, Yusuf dan seorang perawat berdiri di sisiku, mereka tersenyum padaku. Entah apa yang terjadi, kenapa aku bisa terbaring di sini?
Kuatur nafasku agar lebih tenang, mencoba menerka apa yang terjadi.
“Ini di mana??”
Ucapku pelan tak berdaya, suaraku serak, tenggorokanku sakit, karena dari sore kemarin belum minum, aku dehidrasi.
“Puskesmas, Jit, kita di Cibodas, Jit.”
jawab Yusuf sambil memukul pelan tubuhku yg merupakan bentuk perhatian antar sesama cowok, kami biasa melakukannya di kampus. “Kemarin malam kak Ajit, ditemukan pingsan sama pendaki dan tukang dagang di Kandang Badak, aku khawatir kakak kenapa-napa.”
Rita menambahkan, matanya berkaca-kaca melihatku, wajar saja sih, terakhir kesadaranku hilang di kandang badak, mungkin mereka berpikir aku sudah mati.
Aku diam sejenak, otakku sedang bekerja mencari memori tentang apa yang telah kulakukan belakangan ini. Terlintas adegan yang kulihat, aku berlarian di hutan berusaha menyelamatkan diri dari ketiga temanku yang berubah menjadi zombie, hanya itu yang aku ingat, yang menjadi pertanyaan apakah Rita dan Yusuf merasakan perannya? sebagai zombie yg ingin membunuhku, apa mereka puas? setelah melihatku terbujur di sini?
“Kak..”
Rita berkata, ada rintihan sedih dari nada suaranya. Aku jadi takut.
“Kemarin saat kita sudah tidur kakak kemana?”
Tanya Rita yang membuatku bingung, seharusnya aku yang menanyakan hal tersebut padanya.
“Pagi-pagi kita panik lho, lu sama Gilang tiba-tiba menghilang. Kita bingung lu berdua ke mana sih? Kita cuma berdua turunya, di jalan si Rita nangis mulu tau.”
Yusuf menjabarkan sambil menggeleng kepala ke arahku.
Apa? Aku dan Gilang menghilang? Bukannya mereka berdua yang membuatku seperti ini
“Betul itu, kita turun berdua, untung ada tim ranger yg bantu bawa barang kakak, sampe aku gak sempet poto di surken sama di puncak.”
Ucap Rita manyun. Dia nampak kecewa karena turun gunung gak sempat membawa apa2, yah minimal poto kek.
Bandanku masih sakit dan lemas, terlalu lemah untuk bicara dan bergerak, tenagaku sudah terkuras habis karena kejadian malam tadi. Aku memberikan isarat tangan buaya pada mereka berdua untuk bercerita dan aku mendengar dengan seksama.
“Aku kaget banget pas bungun, alarm berbunyi. Saat aku membangunkan kakak, tapi malah gak ada. Lalu aku mencari kakak keluar juga gak ada. Selanjutnya ke tenda sebelah, belum sempat aku mengetuk tenda, Bang Yusuf sudah keluar, dia juga kehilangan Gilang... Akhirnya kita gak jadi hunting sunrise karena sibuk mencari kakak dan Gilang yang gak kelihatan-kelihatan.”
Rita menceritakan kejadian saat aku menghilang, berarti Gilang juga menghilang? Ya ampun kejadian apa lagi ini?
“Haaahhh..”
Kemudian dilanjut Yusuf setelah menghembuskan nafas panjang, pasti napas dia bau naga.
“Lu tau, kita nyari lu sama si Gilang sampe siang. Kita ke tenda rombongan yg kemarin sore kesurupan katanya juga gak lihat, gw mau hubungin lu malah hp lu ditinggal di tenda. Gak cuman kita berdua aja bingung, mungkin hampir setengah dari orang-orang di Surken nyariin lu berdua…tapi gw ingat waktu sore lu sama Gilang kan ngomongin Gunung Gumuruh, nah pikir gw lu sama Gilang pegi ke sono buat nyari wangsit, tapi malah gak ada…”
Ucap Yusuf sambil menyalakan korek untuk membakar puntung rokoknya, setelah mengisap dengan nikmat rokoknya dia melanjutkan.
“Sampe siang kita nyariin lu berdua di alun-alun tau gak! karena penaasaran, bahkan ada yang masuk ke gunung Gumuruh segala, tapi gk bisa karena di sana rapat banget hutannya. Gw sama si Rita berpikir, 'keknya mereka gak selamat kalo mau daki Gumuruh' Akhirnya ada orang yg berbaik hati meminjamkan HT-nya buat hubungi tim ranger. Tak lama kemudain dua orang tim ranger datang, kita ngelanjutin nyari lu bareng tim ranger itu, dari Sabang - Marauke kita cari masih gk ketemu. Karena udah siang seluruh orang di Surken menghentikan pencarian, kita berberes perlengkapan dan logistik, tapi dari semua barang di tenda cuman barang lu aja yang masih ada, Jit. Barang tas slempang milik Gilang sudah tidak ada? Gk tau dia udah mengambilnya atau hilang, tapi karena lagi terburu-buru, kita bareng tim ranger lanjutin packing. Melipat tenda cuman berdua, apa-apa berdua, mau naik ke puncak berdua, si Rita nangis mulu lagi bikin malu aja.”
Ujar Yusuf sambil melempar guling ke arah Rita, namun dibalas Rita dengan juluran lidahnya.
“Untung aja ada tim ranger jadi bisa bantuin bawa keril Kakak sama tenda, jadi kita sedikit membantu. Suasana di puncak juga ramai, semua orang pada foto-foto, di sana ceria bgt, ada tukang dagang, dan gk berkabut, beda banget sama yang kemarin. Tapi sayang Bang Yusuf minta buru-buru turun, padahal bagus banget di atas.”
Ujar Rita merengut ke arah Yusuf. Tapi Yusuf membalasnya dengan memasang muka meledek jelek.
“Sepanjang jalan turun kita sama akang-akang teriak-teriak manggil nama lu berdua tahu. Ajit…Gilang…Ajit… Gilang!”
Ujar Yusuf memperagakan gayanya ketika memanggil namaku.
“Karena ke seringan jadinya keceplosan malah kedengarannya kek..Anjing…Gila…Anjing…Gila!”
Ucap Rita lucu sambil melempar guling tadi ke arah Yusuf, namun Yusuf balas melempar balik sambil menjitak pelan ubun-ubun Rita.
Aku mendengar tawa mereka, walaupun habis menghadapi hari yang melelahkan, tapi mereka masif tetap tertawa seakan melupakan kejadian yang barusan dialaminya, sekarang aku percaya bahwa kejadian ini adalah dari pengaruh alam lain 'Mereka'.
“Nah pas di Kandang Badak kita kaget bgt tuh melihat rame-rame banyak orang, ada apaan ini…”
Sekarang giliran Rita yang memotong. Baru kali ini aku melihat Rita berani bergurau sama cowok.
“Rame lah bang, kalo gak rame tukang dagang gak laku. Kalo mau sepi sono kuburan.”
Celetuk Rita yang membuat Yusuf memberikan kode kepalan tangan.
“Nah kita samperin, karena penasaran apa yang terjadi, kan…nah ketika mendekat ternyata itu lu Jit. Lu lagi tepar di tenda orang, kek orang tabrak lari, badan luka2, dan muka lu bonyok-bonyok sama memar gitu Jit…mangnya lu abis berantem sama macan atau dikeroyok bonek Jit?… Nah si Rita kek orang kesambet langsung mameluk sama goyang-goyangin badan lu, mastiin lu udah mati apa belum. Ternyata cuman pingsan…
Orang sono pada nanyain kita siapanya lu? nah gw jawab aja temennya. Kata orang sana lu ditampung di sana sementara sambil nunggu tim ranger datang. Untung kita bawa tim ranger jadi langsung aja kita angkut lu ke beskem. Lu gak ada indentitas, lu gak bawa dompet lagi, soalnya di situ ditulis ‘Mr.X’ bukan Mr.XXX loh yak.”
Ujar Yusuf, yang otomatis membuatku tersenyum dan mendapatkan kembali tenagaku, benar juga karena saking paniknya aku tidak membawa apa-apa, kecuali headlamp, jaket, kaos, celana panjang dan sepatu. Aku baru sadar ternyata benda itu penting.
“Terus..”
Kataku lirih, untuk saat ini aku blm sanggup mengeluarkan lebih dari 2 suku kata, karena tenggorokanku sedikit terluka akibat dehidrasi.
“Yak…lu pingsan dari jam 10 malam katanya, gw udah coba bangunin gk bangun-bangun, kata dokter sini lu koma Jit. Nah dari situ kita khawatir lu kenapa-napa, Jit. Soalnya kalo lu gk ada ntar siapa yg bawa mobil, Jit? ya gw sih pasrah aja, karena semua inikan atas kehendak Allah. Tapi si Rita rewel banget, dia nangis mulu kek lu udah koit aja.”
Ujar Yusuf cengengesan, lalu di balas Rita tengan ejekan jahil khasnya.
“Tapi aku senang Kakak bisa sadar kembali, Kakak tidurnya lama banget lebih dari 15 jam, lho. Kalo kakak gk hilang kita udah di Jakarta ini.”
Ujar Rita sambil menengok ke arah perawat yg dari tadi diamsambil meracik resep obat untukku, untuk memberinya kesempatan bicara.
"Saya baru kali ini melihat pasien sepertimu, kaki tangan luka, wajah memar dan tak sadar...kamu habis diserang macan ya? Darah kamu banyak yg keluar, sudah infeksi sebagian, jika lebih dari 24 jam dibiarkan, maka kamu akan kehabisan darah."
Aku hanya manggut2 saja. Percuma dijelaskan di sini, karena gk semua orang paham akan adanya alam lain (Dunia gaib)
"Kali aja Sus, sama saya juga berpikir begitu, mungkin aja si Ajit lagi boker di semak-semak trus ketemu macan, lalu kesasar sampe ke kandang badak."
Jawab Yusuf, dia berasumsi aku diserang macan, padahal sebenarnya aku diserang olehnya.
"Ah...gk mungkinlah bang. mana ada macan di Surken."
Rita membantahnya, secara macan tidak berani keluar ke zona manusia, kecuali pada malam hari.
“Gw heran lu ngapain sih di hutan? lagi main Uka-Uka… nekat juga lu keluyuran di hutan sendirian. Berarti pas kita udah tidur lu sama Gilang keluar lari ke dalam hutan yak? ke Gumuruh kan? Kalo kesasar trus di makan macan putih baru tahu rasa lu.”
Gerutu Gilang sedikit kesal, dia penasaran dengan Gunung Gumuruh, aku pun sama, lain kali kita eksplore gunung itu Suf.
“Tapi kakak dalam hutan masih sadar, kan? Gk kesambet hantu yang kemarin sore di Surken, kan?”
Tanya Rita khawatir sembari menyeka luka di sikutku dengan obat merah yang diolesi di kapas.
“Sudahlah Rita, yang penting aku selamat, nanti di rumah saja kita ceritanya yah.”
Hiburku sambil mengelus tangan Rita yang sedang menyeka luka goresanku
"Yah, kamu hanya luka ringan, untuk saat ini kamu istirahat dulu aja, perbanyak minum air putih, jangan makan makanan yg berminyak dan jangan lupa minum obat yg saya berikan. Jika membutuhkan sesuatu saya ada di ruangan sebelah ya."
Perawat itu beranjak meninggalkan ruanganku dengan meninggalkan sebuah bungkusan yg berisi obat kapsul dan kaplet 3x sehari.
Sebenarnya ini hanya luka, disembuhkan dengan cara diplester atau diperban yg dilumuri dengan obat merah juga sembuh. Tapi karena luka2 ini udah infeksi, jadi dokter memberikannya obat.
Aku memerhatikan tubuhku, sebagian tertutup kapas dan perban. Ternyata bukan hanya lengan saja yg luka, kedua kaki dan wajahku juga luka, yang bagian kaki, terasa pegal linu, karena terlalu banyak melompat dan menopang badanku. ditambah saat turun aku diserang lebah.
"Makasih yah, Bu"
Ucap Rita pada Perawat itu ketika berjalan hendak keluar ruangan.
"Trus apa lagi?"
Aku masih penasaran sama sambungan ceritanya.
“Gak lama kemudian kita sama dua tim ranger yg bareng kita turun mengevakuasi lu, trus kita ikutin lu yang di tandu tim ranger dari belakang persis kek waktu kita lihat tim ranger yang bawa keranda jenazah kemarin di Kandang Badak. Sepanjang jalan turun dari kandang badak - beskem gw sama Rita malu gara2 jadi pusat perhatian rombongan lain. Kata Gw ‘ya ampun mimpi apa yak gw semalem?”
Ucap Yusuf yg sedikit diselingi bumbu dramatisir. Lalu disambung Rita
“Lagian lu sih banyak dosa. Haha.”
Ucap Rita meledek. Lalu disahut Yusuf dengan mengernyitkan bibirnya.
“Nah pas sampai di puskesmas kita ditanyai simaksi sama petugas puskesmasnya. Kita gk punya karena kita langsung naik aja kan. Trus Rita yang jelasin karena males ngurusnya, kelamaan. Sumpah kita gk enak bgt di situ”
Ujar Yusuf sambil menatap Rita meledek yang sedang menyeka lukaku.
“Trus kata dokter yang satunya lagi dia manya, ‘kemarin kalian naik disuruh siapa?’ Nah gw jawab terus terang kalo yang menyuruh kita naik adalah bapak-bapak kurus yang pake kaos hitam, pake kupluk, pake sarung, mukanya berminyak dan kumisnya tipis… Ehh..kata dokter yg berjaga disini, orang yang kita sebut itu masa udah meninggal Jit, yakan Ta?”
Ujar Yusuf dan Rita manggut setuju, sontak saja aku terkejut, aku beradu pandang dengan Yusuf memastikan ini bukan hoax. Suasana hening sesaat aku tak menyangka...
“Jadi bapak-bapak yang kemarin itu udah mati yak Suf?”
Tanyaku tak percaya, karena mana ada hantu siang-siang.
“Iya katana. Namanya siapa Ta?”
Tanya Yusuf ke Rita yg sedang membuang kapas bekas lukaku ke tempat sampah terdekat.
“Kang Deden kalo gak salah. Katanya dia meninggal 40 hari yang lalu, dia meninggal karena jatuh di tanjakan rantai.”
Ujar Rita sambil menyodorkan air minum kemasan ke arahku. Bukan hanya di Cibodas, sosok Pak Deden juga kulihat bahkan dia hampir membunuhku juga di sekitaran tanjakan rantai waktu aku turun menyelamatkan diri, wajahnya pucat dan tatapannya kosong, pakaian yg dikenakannya juga sama. Dan ciri2 itu juga berlaku saat di Alun-alun Surken, pemuda yg saat itu menyelamatkan korban hipo di rombongan Eko dan semua bisikan2 gaib yg selama ini kudengar, ternyata itu semua adalah Kang Deden, gk salah lagi 'dia' mengikuti kami sampai hutan.
“Yah akhirnya, kita harus bayar biaya puskesmas sendiri, sebenarnya biaya puskesmas gratis kalo kita punya simaksi, menyesal aku kemarin datang terlalu pagi, baru sampai udah di sambut setan…hiii”
Ujar Yusuf samba menatap takut ke arah Rita.
“Apa kita punya uang untuk bayar puskesmasnya?”
Tanyaku bingung jika uang jajan kami habis buat di puskesmas, kami tidak bisa balik ke Jakarta karena tak ada uang bensinnya.
“Tenang aja Kak, Ibu sama Ayah udah men-transfer kok biaya puskesmasnya ke rekening TNGGP kak.”
Jawab Rita, Aku tidak tahu apa reaksi orang tua kami ketika sampai di jakarta, antara cemas, kasihan atau marah-marah, aku harap mereka dapat mengerti apa yang kami rasakan di hutan. Apalagi ayah juga pernah ke mendaki Gunung Gede waktu masih lajangnya, jadi beliau pahamlah apa yg ku-rasakan.
****
Ada yang terlupakan…
Ya, ya…Aku baru ingat. Di mana Gilang?
“Oh ya..Gilang di mana? Dia belum ketemu atau…hilang?”
Tanyaku penuh selidik, karena satu personil kami belum ketemu. Gilang menghilang bersamaan denganku, berarti dia juga merasakan apa yg aku rasa, seperti bertarung melawan zombie dan melarikan diri ke hutan. Tapi kata mereka, Gilang pergi dengan membawa tas dan barang2-nya, tapi seingatku barang2-nya masih tergeletak di dalam tenda Yusuf, saat aku masih ada. Berarti Gilang menghilangnya saat aku sudah berlari ke hutan. Tapi itu hanya asumsi kasarku saja, bisa saja dia kabur saat melihat banyak darah di halaman tenda, aku tak mengerti.
Aku perhatikan blm ada yg menjawab, Yusuf dan Rita saling tatap, mereka sepertinya ingin membicarakan sesuatu namun berat tuk diucapkan.
Diam sejenak, mereka berdua nampak bingung mau menjelaskan apa padaku, aku berpikir Gilang tersesat, tapi tidak mungkin, dia kan guide di sini, pasti dia selamat lah.
“Sebenarnya…”
Rita berat menjawabnya
To be continued...