ritzpringadie
TS
ritzpringadie
Demi Ibu Kutebus Dosa Ayahku - Kemarau Panjang di Kota Hujan
KEMBALI
Tempatku bukan dibawah payung yang terbuka lebar, mengembang.. terlalu mengacuhkan air langit yang menetes secepat ferrari, hidup yang singkat , nafas mulai menghilang ditelan malam, terus tenggelam dan air langit tadi turun menjadi hujan dipelupuk mataku, ibuku wafat karena kanker stadium akhir, seraya kugenggam tangannya yang mulai dingin, belum sempat kuucapkan kata "aku sangat mencintaimu bu..", ia sudah pergi, tapi aku yakin ia melihatku disana sembari berkata "aku sudah mencintaimu semenjak kau dirahimku, nak..", sekarang aku hidup sebatang kara, ibu telah pergi untuk selamanya, aku memutuskan untuk pindah ke bogor dan mencari pekerjaan disana, tak ada saudara, tak ada orang tua, aku fix sebatang kara, kehidupanku tak terlalu baik setelah pindah ke Bogor karena di Jakarta aku tinggalkan rumah warisan dan usaha ibu begitu saja kepada adik dari ibuku yaitu bibi Gita, memilih untuk mengekos dengan sisa uang yang kuperoleh dari hasil kejahatanku dimasa silam, sebut saja aku Rebe, ya dulu aku seorang begundal yang tak takut apa dan siapapun, sampai Tuhan menegurku dengan hilangnya satu per satu orang-orang yang kucintai dan yang terakhir adalah ibuku.

Sejak saat itu kutinggalkan pula dunia hitamku, teman-temanku, gerombolanku, kuhapus semua kontaknya dari ponselku dan kujual ponselnya. Aku ingin menjadi orang baik, aku ingin mencari ketenangan dan menebus segala dosa-dosaku di masa silam disini di Bogor kota hujan kota kelahiranku, dengan sisa uang yang aku perkirakan hanya cukup untuk menyewa kos selama 2 bulan, aku mulai mencari pekerjaan, sulit untuk tamatan SMA mendapatkan pekerjaan yang layak, aku sudah mencari kesana sini tapi hasilnya nihil, hingga suatu hari aku duduk di sebuah taman yang cukup sejuk dan bisa melindungi kepalaku dari sengatan matahari, memandangi sekitaran banyak yang bermain skateboard di taman itu, aku beli segelas es kelapa menikmatinya sembari sila di atas rumput taman, dan aku pun melamun, mulai berpikir bahwa Tuhan tak berpihak kepadaku saat ini.Tiba-tiba lamunanku berantakan, ada 3 orang yang menepuk pundakku, "Sendirian aja lo disini..?" tanya salah satu diantara mereka, dan mulai menodongkan pisau ke arahku, mungkin mereka sudah memperhatikanku semenjak aku di taman itu,dengan kasar 1 diantara mereka berkata "Heh..bodoh!! Gw minta duit, ini wilayah gw!!" Sontak aku berdiri dan dengan tenang ku libas tangannya yang menggenggam pisau lalu kusikat batang lehernya dengan tinjuku sampai dia jatuh terlentang tak sadarkan diri , ternyata 2 orang temannya pun memegang pisau dan mulai menghunuskannya kepadaku tapi untungnya dengan pengalaman begundalku aku dapat menghindari serangannya dan menghajar mereka satu per satu, 2 orang itupun lari terbirit-birit setelah banyak pukulan telak mengarah ke wajah yang mematahkan hidung mereka, namun mereka meninggalkan 1 orang temannya yang pingsan dan sebuah gitar bolong yang tergeletak diatas rumput, aku berpikir mungkin mereka pengamen tukang palak, ku pikir gitarnya juga bisa berguna maka kuambil saja, setelah kubayar es kelapa banyak orang ramai mengerubuni si pemalak yang masih pingsan  dan bertanya kepadaku "mas, tidak kenapa-kenapa?" , lalu kutinggalkan tempat itu, masa bodoh.

Keesokan harinya aku bingung karena masih belum mendapatkan pekerjaan, dikosan hanya ada seonggok gitar butut yang kemarin kudapatkan dari pemalak, aku berpikir harus kuapakan gitar ini, sementara bermain gitarpun aku tak bisa, apa aku jual saja tanyaku dalam hati, tapi hanya laku berapa untuk sebuah gitar yang kulit kayunya sudah banyak yang mengelupas dan banyak tempelan stikernya. Baiklah kubawa saja mengamen, dengan modal nekat dan kemampuan bermain gitar "nol" , tak disangka ternyata banyak orang bilang suaraku bagus tapi permainan gitarku payah, namun aku tak menyerah setelah 41 hari hampir 2 bulan belajar gitar secara otodidak dan dengan ketekunan dan kesungguhan serta doa juga dibantu oleh beberapa satpam komplek yang sudah akrab denganku di tempatku mengamen akhirnya aku bisa bermain gitar walaupun hanya chord dasarnya saja, tapi paling tidak aku sudah memiliki modal untuk mengamen dalam hatiku, Sementara dewi fortuna sedang berpihak kepadaku, ku kumpulkan pundi demi pundi untuk kubangun kembali puing-puing keluarga yang telah hancur.

PELURU TAKDIR 
Tuan Roy seorang pengusaha sukses yang terhormat, dia memiliki beberapa perusahaan seperti eksport import daging sapi, cengkeh, gula dan minyak sawit. Selain itu masih banyak anak perusahaan lainnya yang dia miliki, hampir setiap harinya diisi dengan meeting keluar dan dalam negeri, keluarga yang dimilikinya, anak istrinya pun hanya dapat berjumpa 1 bulan paling lama 3 hari, itu pun bahkan bisa hanya sebulan sekali, selama 11 tahun tanpa peduli dan memperhatikan perkembangan istri dan 2 orang anak laki-lakinya ternyata tuan Roy memiliki wanita idaman lain di Singapura, hal tersebut membuat tuan Roy makin jarang pulang,istrinya pun kemudian selalu diteror oleh wanita jalang tersebut dengan mengaku bahwa tuan Roy telah memiliki anak lagi bersama selingkuhannya itu, keadaan berubah semenjak tuan Roy tahu melalui ajudannya bahwa istrinya ternyata telah tahu dia memiliki simpanan, setiap tuan Roy pulang istrinya selalu dibentak dan dikasari  bahkan tidak segan- segan tuan Roy menampar istrinya jika banyak bertanya ini itu mengenai wanita simpanannya,di depan ke 2 anaknya, hingga menjadikan ke2 anaknya pun menyimpan rasa dendam didalam hati kepada ayahnya namun dengan kesabaran dan kerendahan hati, sang istri tidak ingin bercerai karena memikirkan nasib anak-anaknya yang masih kecil. Istri yang teraniayaya tersebut dia adalah ibuku pejuang hidupku dan kakakku Natan.Sementara tuan Roy adalah ayahku.

Waktu itu aku berumur 12 dan kakakku Natan 15 tahun, aku ingat sekali dimana dihari ulang tahunku yang ke 12 harusnya ayah hadir dalam pesta tersebut tapi ayah tidak pernah kembali sampai saat ini, ia telah melupakan ibu, kakak dan aku. Saat pesta ulang tahunku berakhir  ibu dengan bohemian dress berwarna salemnya menangis dipinggir jendela ditemani hujan deras disore hari sembari menggenggam ponsel yang tak kunjung ada jawaban dari ayah.. Hari demi hari berlalu sudah hampir 2 tahun kondisi keuangan ibu semakin menipis, beberapa aset peninggalan ayah seperti 2 mobil yang terparkir di pekarangan pun ikut terjual karena terpakai untuk biaya aku masuk SMP dan kakakku masuk SMA. Akhirnya ibu memutuskan untuk menjual rumah kami di Bogor dan memutuskan kembali ke Jakarta ke rumah orang tuanya, sekolah aku dan kakakpun ikut pindah kesana, kami membeli rumah sederhana yang tidak jauh dari rumah orang tua ibu, kemudian ibu membuka usaha toko kelontong kecil-kecilan untuk menghidupi kami.

Di jakarta aku dan kakakku Natan mendapatkan teman-teman baru, disekolah ataupun dilingkungan rumah, kami memiliki banyak teman, sampai kami tidak bisa membedakan mana teman yang baik dan mana teman yang menjerumuskan, banyak hal suka duka yang kami lalui. Di sekolah aku memang terkenal tukang berantem dan selalu mencari masalah dengan siapapun bahkan guru priaku sempat ku buat menangis, sampai ibu sering di panggil kepala sekolah karena perbuatanku, semua itu merupakan bentuk rasa kecewaku terhadap ayahku. Ada cerita saat itu aku kelas 3 SMA dan Natan setelah lulus SMA menganggur tidak bisa melanjutkan kuliah karena ibu tidak mampu membiayai kuliahnya, sehingga membuat Natan sering keluar malam dan mendapati pulang pagi dengan keadaan mabuk, ternyata Natan terpengaruh oleh temannya yang merupakan komplotan preman pasar dan bandar narkoba di Jakarta, Natan menjadi seorang junkies sekaligus pengedar, dia juga mengepalai preman-preman di pasar, keberadaan Natan sebenarnya hampir terendus Polisi karena aku dan ibu pernah didatangi reserse kerumah yang menanyai Natan dengan sebutan "si kancil" tapi kami berdua merahasiakan keberadaan dan identitas Natan. Setiap malam ibu selalu menangis dalam ibadahnya karena sejak saat itu Natan tak pernah pulang aku tak tega melihat ibu seperti itu terus, sampai suatu waktu saat aku telah lulus SMA, aku beranikan diri mencari Natan sendiri melalui informasi dari kawan-kawannya yang berada di pasar dan di klub-klub diskotik, akhirnya aku mendapatkan info bahwa Natan sedang ada pertemuan dengan Bos besar di ambhara blok m, tanpa berpikir panjang aku langsung pergi kesana, sampai disana ternyata kudapati Natan sedang berpesta narkoba dengan para kelompoknya di salah satu kamar vip, dengan cepat aku menghampiri dan menghajarnya sampai pelipis kanannya robek, sontak para kawanannya pun hampir mencoba mengeroyokku, namun Natan menahan mereka. " Balik lw ibu sakit!!" bentakku. Dengan kondisi mabuk Natan mencoba sadar dan mencuci mukanya dengan air mineral. "Oke gw balik". Jawabnya. Sejak kecil kami memang tidak pernah merasakan didikan dari seorang ayah sehingga membuat kami liar dan kasar dalam kehidupan namun demikian kami masih tetap saling menyayangi, sementara ibu adalah seorang yang lembut bak malaikat, tidak pernah menceritakan keluh kesahnya kepada siapapun, sehingga membuat aku dan Natan selalu patuh dan menurut apabila ia sudah berucap.

Hari demi hari kondisi Natan semakin memburuk, ia sering sakit dan badannya menjadi kurus karena efek dari sabu yang berlebihan, beberapa kali ia ditemukan tak sadarkan diri dikamarnya sehingga membuat dia harus keluar masuk rumah sakit dan panti rehab, hal itupun membuat tabungannya menipis, sementara ibu hanya menangis melihat kondisinya, saat Natan di rehab, aku disuruh menggantikan posisinya di pasar menjadi kepala pasar, banyak teman-temannya pun yang sudah mengenaliku, setiap hari mereka menyetor uang kepadaku hasil dari parkir dan uang sewa pedagang di kios-kios, beberapa bulan akupun sudah terbiasa dan tahu cara mainnya, jelang beberapa bulan Natan sembuh dan bisa kembali kerumah, dia menyerahkan sepenuhnya tugas dipasar kepadaku dan dia memfokuskan pekerjaannya hanya sebagai pengedar narkoba bersama dengan komplotannya, aku sempat melarangnya, namun Natan tetap bersikeras dengan pendiriannya. "Gila lo!! Lo bisa mati Nat, mau sampe kapan bikin ibu nangis terus??" kataku berdebat dengannya. "Gw harus beresin apa yang udah gw mulai, Reb..Lw tenang aja ini gak akan lama."jawab Natan sembari tersenyum, ternyata senyuman itu adalah senyuman terakhir Natan, memang keluar dari lingkaran sindikat Narkoba tidak semudah yang di bayangkan, Natan harus menghapus jejak-jejak jaringannya terlebih dahulu dengan meninggalkan komplotannya dan menghilangkan identitasnya yang sudah melekat di kalangan kepolisisan sebagai "si kancil". Malam itu hujan deras di Pluit Jakarta Utara, "si kancil" sedang melakukan transaksi terakhirnya dengan pembeli baru disana, tiba-tiba terjadi penggerebekan yang mencekam, ada perlawanan dari komplotan "si kancil" dengan para reserse kepolisian, 2 anggota polisi tewas di tempat karena tertembak di dada, "si kancil" yang saat itu menjadi pimpinan komplotan berlari menerobos hujan ke arah utara tepatnya ke arah pemukiman elite yang sepi, dia berlari dengan cepatnya , teman-temannya yang dibelakang karena tidak bisa mengikutinya ada yang tertangkap kemudian disiksa dengan peluru ditembakkan kekakinya lalu dipukuli, ada pula yang ditembak mati karena melawan, lampu sorot dan anjing pelacak terus mencari keberadaan "si kancil" di tengah hujan lebat, dia terus berlari hingga sampai di tepi daratan yang menjorok ke laut "si kancil" pun terpojok dengan sorotan lampu mengarah kepadanya, dia mengangkat kedua tangannya kemudian membalikan badannya dan "DORR!!" , suara letusan pistol terdengar lirih ditengah malam, menembus dada sebelah kiri "si kancil", "si kancil" terjatuh ke dalam lautan, ombak menghempaskan tubuhnya dan sampai sekarang pun tidak pernah ditemukan, entah dia menghilang tenggelam terbawa ombak, entah pihak kepolisian sengaja menyembunyikan mayatnya dari keluarga juga teman- temannya.

Hanya saja rumor yang beredar di media massa bahwa "si kancil" tewas ditembak polisi dan tubuhnya tercebur kelaut hilang terbawa ombak. Sungguh membuat diriku dan ibu terpukul, selama seminggu aku tidak dapat tidur nyenyak dan tidak bisa makan, untung saja aku lebih bisa cepat pulih dalam mengontrol emosiku tetapi tidak dengan ibu,ia menjadi semakin sering menangis sendiri dan melamun setiap harinya, "Bu.. makan ya, biar Rebe suapin?" rayuku, tetapi ibu hanya menggelengkan kepala, "Bu semua itu udah takdir Tuhan kan?.. Rebe udah kehilangan ayah juga Natan, dan sekarang Rebe gak mau kehilangan satu-satunya orang yang Rebe sayangin lagi, yaitu ibu. Ibu juga sayang kan sama Rebe?" Tanyaku sembari bersimpuh dan memeggang tangan ibu. Ibu mengusap kepalaku dan berkata "Iyaa sayang, ibu gak papa, ibu sayang kamu Rebe anakku?" lalu kupeluk tubuh ibu dengan rasa haru yang mendalam.

RIMBUN MEMORI
Angin kering yang dingin berhembus kencang, suara burung kedasih terdengar samar-samar, masa-masa sulit itupun sudah berlalu, tak ada lagi suara, yang ada hanya airmata dan juntai selang-selang rumah sakit juga monitor jantung yang terpasang di tubuh, cobaan demi cobaan yang dijalani dengan tabah, tersembunyikan penyakit yang di rahasiakan dengan baik, tidak pernah mengeluh, tidak pernah menampakan rasa sakitnya, sampai tiba waktunya, kukira ibu hanya tertidur dengan kanker hati stadium 4, tapi ternyata ibu terbangun di dimensi yang mungkin sudah berbeda.

Saat kembali ke Bogor aku jadi teringat kembali wajah ibu sewaktu muda, beliau tersenyum bahagia melihatku belajar menaiki sepeda roda 3 sembari menyuapi sup hangat ke dalam mulutku, hal itu takkan pernah terulang lagi, aku ingat persis bagaimana penampilannya, rambutnya, pakaiannya, bentuk giwangnya, wanginya. Semua hal itu menarik diriku untuk kembali mengunjungi rumah yang dulu pernah kami tempati. Pak Par mantan Supir pribadi keluargaku terlihat sedang membersihkan pekarangan rumah itu, ternyata pak Par sekarang sudah pensiun sebagai supir, usianya yang sudah mencapai 65 tahun membuatnya memutuskan untuk menjadi tukang kebun disana. "Pak Par..Pak Par.. " kupanggil dari luar pagar rumah itu, kemudian dia menghampiri dengan mata yang di kerenyitkan dia bertanya. "Ada apa ya?" Pandangannya mungkin sudah rabun. "Masih ingat saya gak?" tanyaku dengan tersenyum. Dengan raut muka yang bingung dan terus memperhatikan akhirnya syaraf otaknya sedikit demi sedikit kembali dapat menyala layaknya lampu yang sudah dimatikan selama 10 tahun lalu. "Den Rebe ya?"   (Bersambung...)  
bukhoriganthebavarian.90ummuza
ummuza dan 42 lainnya memberi reputasi
41
29.1K
142
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.3KThread40.9KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.