londo.046Avatar border
TS
londo.046
Mendidik Anak ala Londo


Quote:


Study kasusnya, anak saya sendiri usia 7 tahun lebih, jenis kelamin laki-laki dan sudah sekolah kelas 2 SD. Tinggal di lingkungan perkampungan dan masih erat dengan tradisi-tradisi yang Indonesia banget. Jadi yang namanya layangan, gundu dan sejenisnya masih belum punah. Diskripsi saya berikan, agar semua jelas. Mari kita mulai.



Hal pertama yang saya tekankan adalah disiplin menggunakan waktu.Dari kelas 1 SD, saya tidak ijinkan dia untuk tidur lebih dari jam 5 pagi, apapun kondisinya. Sakit? asalkan tidak parah, dan butuh penanganan khusus, bangunkan! Nanti tidur lagi tidak masalah. Awalnya saya pelan menanamkan kebiasaan ini. Dia malas-malasan, OK. Satu minggu saya biarkan, dua minggu mulai naik tekanannya. Dan jika dalam satu bulan dia tidak berubah, cara agak keras mulai dimainkan. Hasilnya, hanya butuh dua minggu untuk membuatnya tahu jam berapa harus bangun.

Disiplin waktu ini juga mengikat waktu bermain dia. Kapan dia bermain, kapan dia pulang, kapan dia harus membantu Mamanya. Semua saya atur dan tentukan. Awalnya berontak, tapi saya punya cara untuk mencegahnya. Apa itu? Lanjut saja bacanya. Yang jelas, orang yang bisa menggunakan waktu dengan baik, dia sudah selangkah lebih maju dari yang tidak disiplin. Kok belajar tidak disingung? Saya tahu kebutuhan seiap anak untuk belajar itu beda-beda. Jadi saya bebaskan saja dia mau belajar jam berapa. Kan hasilnya bisa saya pantau dari nilai ulangan hariannya dan raport di akhir semester.



Hal kedua adalah disiplin tempat dan sikap. Saya ajari dia bagaimana sikap setelah bangun tidur. Bagaimana melipat selimut, bagaimana merapikan sprei dan bagaimana menata kamar. Baju kotor harus bagaimana, sepatu natanya model apa, di mana, saya ajari. Pertama ya asal-asalan saja. Saya biarkan dan saya puji. Seminggu dua minggu, sudah mulai rapi. Setahun, saya cukup puas dengan kinerja anak lanang. Yah, sekarang setiap dia keluar kamar, semua tertata rapi. Karena tegas saya bilang, "Keluar kamar, Papa cek ga rapi, siap terima konsekuensi."

Saya kadang melakukan sidak. Yah, inspeksi mendadak, mengecek tiba-tiba kamar dia. Tidak lupa, setelah sidak selesai dan dia lolos, ada reward yang menanti dia. Reward besar, mengandung tanggung jawab besar. Makanya jangan heran jika anak lanang akan sangat cerewet kalau melihat tempat yang berantakan. Karena dari usia dini, saya sudah tanamkan semua disiplin untuk dia. Dasarnya apa? Orang kalau mengerjakan sesuatu dengan bersih, hasilnya pasti bersih. Contoh Om Cia, mekanik legend Suzuki. Pernah lihat oli bercecran di bengkelnya? Tidak! Persis MotoGP! Karena apa? Disiplin dalam menempatkan sesuatu. Hasilnya? Siapa bisa mengalahkan korekan tangan dingin nya?



Sistem poin untuk penghargaan dan hukuman, adalah hal ketiga.Anda tahu apa poin paling tinggi yang saya berikan untuk anak saya? Saat dia berani menunjukkan kesalahan dia, berani mengambil alih tanggung jawab, dan tahu harus bagaimana setelah salah. Agar lebih gampang, saya berikan satu contoh kasus.

Quote:


Kejujuran, tanggung jawab, tidak jadi pengecut adalah nilai paling mahal dalam hidup ini. Maka untuk hal itu saya tidak ragu memberi poin 500 untuk dia. Poin 500 itu setara dengan harga 5 buah mobil hot wheel kesuakaannya. Hehehe. Jauh lebih tinggi dari poin membantu Mama yang cuma bernilai 10 atau bangun tepat waktu yang juga cuma 10.



Jika ada poin tertinggi, maka ada poin hukuman paling tinggi juga. Nilainya -1000. Untuk pelanggaran apa? BOHONG!Yah, apapun bentuk kebohongannya, nilainya -1000! Bikin nangis adek -10, tapi akan jadi -1000 jika dia bohong tidak mengakui dan kita tahu! Dan pasti tahu wong adiknya bisa nunjuk siapa yang nakal hehe. Bilang mau ke rumah Eyang, padahal main PS -1000!

Apa yang bisa diharapkan dari seorang pembohong? Tidak ada! Sepahit apapun, sebesar apapun kesalahan, Papa lebih suka jika kamu jujur. Itulah yang selalu saya tanamkan pada anak saya. Dia habis mandi di kali, ditanya Mamanya, mana berani dia bohong. Pasti dia jujur. Karena, hukuman mandi kali itu lebih ringan dari bohong!

Sampai kapan sistem poin ini saya pertahankan? Sampai kelas 6 SD. Saya tidak mungkin menerapkan sistem ini untuk anak yang sudah mulai terbuka pemikirannya. Buat saya, anak SMP itu sudah bisa mengakali aturan. Yang penting dari sistem poin ini, saya ingin membiasakan anak saya untuk jujur, berkata benar, tanggung jawab, berani, dan tidak jadi pengecut.



Kok saya sama sekali tidak menyentuh nilai agama? Iya. Saya memang ingin membebaskan anak saya untuk menemukan Tuhannya dengan cara dia sendiri. Saya menyekolahkan dia ngaji? Iya. Mamanya ajari dia baca Qur'an dengan Tajwidnya? Iya. Tapi saya tidak pernah bicara agama dengan dia. Hasilnya? Meski tidak disuruh, dia sudah paham kalau Jumat itu waktunya Jumatan. Dia juga sadar, kalau setiap Sabtu sampai Kamis jam 16.00 itu waktunya sekolah ngaji.

Jadi, semua atas inisitaif dia sendiri. Cara dia mengenal dan ketemu Tuhan, bukan karena saya menyuruhnya ini dan itu. Memang, kadang dia bertanya hal aneh. Seperti, Rumahnya Tuhan itu di mana Pa? Tuhan kok jahat ya Pa, ada orang maling motor dibiarkan. Ya biar saja, itu cara dia mengenal Tuhan. Saya jawab saja dengan logika yang masuk di akalnya dia.

Well, mendidik anak itu menarik. Barangkali sedikit paparan dari saya secara umum, bisa lah menjadi sedikit acuan untuk mencetak geberasi yang bermoral. Saya sangat menunggu sanggahan dan masukan dari agan dan sista semua. Salam Damai.


Ide Tulisan : Pengalaman Pribadi
Sumber Gambar : sini, sini, sini, sini, sini, sini
Fitriabh
liee
liee dan Fitriabh memberi reputasi
70
27.4K
247
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Wedding & Family
Wedding & Family
icon
8.8KThread9.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.