gurusejarahAvatar border
TS
gurusejarah
Kiprah Fraksi ABRI dalam dunia perpolitikan di Republik Indonesia (tahun 1966-2004)
Assalamualaikum WR WB





Angkatan bersenjata yang hadir dalam sebuah negara menjadi sesuatu yang lumrah. angkatan bersenjata dewasa ini merupakan alat milik negara yang digunakan untuk menegakan sebuah keteraturan dan menjaga keamanan serta melindungi kedaulatan negara dalam rangka mengantisipasi serangan dari luar. untuk indonesia, angkatan bersenjata sudah lahir bahkan sebelu adanya negara republik Indonesia. angkatan bersenjata yang ada di Indonesia hadir dalam masa perjuangan merebut kemerdekaan, pada saat itu disebut dengan sebutan BKR (badan keamananan rakyat) yang selanjutnya pasca kemerdekaan di sebut sebagai TNI (tentara nasional Indonesia). pasca penyerahan kekuasaan kepada pemerintah republik Indonesia praktis sebagai alat milik negara angkatan bersenjata harus tunduk di bawah kekuasaan sipil yaitu pemerintah. namun, militer yang berada di bawah kekuasaan pemerintah sipil merasa bahwa pemerintah sipil gagal dalam melaksanakan tugasnya dan tidak bisa menjaga stabilitas negara. hal itu terbukti pada masa itu terjadi banyak gerakan separatis di berbagai daerah buntut dari rasa tidak puas pada pemerintah pusat. kegelisahan dirasakan juga oleh A.H Nasution yang menjabat sebagai KSAD, ia beranggapan bahwa pemerintahan seharusnya dipegang oleh golongan yang kuat supaya pemerintahan dapat berjalan secara kondusif dan stabil. untuk itu A.H Nasution menyarankan untuk memberlakukan UU Darurat Perang (Martial Law) untuk mengatasi aksi separatisme di daerah. selanjutnya UU tersebut disetujui oleh presiden Sukarno yang isinya kurang lebih memberikan wewenang kepada TNI untuk mengeluarkan peraturan yang menyangkut ketertiban umum dan keamanan ketika kondisi darurat perang. Selain itu, dalam keadaan lebih gawat, militer dapat mengubah ketentuan peraturan umum serta berwenang mengambil tindakan apa pun yang dianggap perlu. menyebabkan militer memiliki sifat yang absolut dalam melaksanakan wewenangnya.



pasca gerakan untuk memadamkan gerakan separatisme di berbagai daerah dan keadaan nasional berlangsung stabil dan kondusif lalu timbul pertanyaan baru. Jika negara sudah aman sepenuhnya, apa yang akan diperbuat para tentara? dari pertanyaan fundamental ini muncul pemikiran Jendral Nasution untuk mengajukan gagasannya kepada Presiden Sukarno. gagasan nasution ini nantinya akan dikenal sebagai "jalan tengah'. gagasan ini juga yang akan menjadi embrio terciptanya dwifungsi ABRI di pemerintahan selanjutnya. pada saat Pengesahan UU Darurat Perang memberi kesempatan kepada tentara untuk bertindak lebih jauh lagi. Tentara semakin menjadi penentu serta mendominasi kondisi dalam negeri, bahkan melampaui parlemen dan kekuatan-kekuatan lain. saat itu nasution merasa TNI perlu untuk melanjutkan tugas dan fungsi yang diberikan pada masa darurat perang. Nasution pada tahun 1958 mengajukan gagasannya pada Sukarno yang mengatakan ada opsi jalan tengah dimana militer bisa berperan secara terbatas dalam pemerintahan sipil. ide ini didukung oleh sukarno dan ahirnya disahkan bahwa TNI dapat menempatkan wakilnya secara perseorangan secara terbatas dalam rangka turut serta menentukan kebijaksanaan negara kita pada tingkat-tingkat yang tinggi. hal ini secara terbuka memberikan jalan masuk bagi militer masuk dalam parlemen. kehadiran ABRI/TNI dalam parlemen mendapat penolakan dari PKI yang merupakan golongan yang sangat resisten terhadap ABRI khususnya Angkatan Darat.



pasca gerakan G30S, posisi tawar yang dimiliki oleh PKI semakin diperlemah dan juga secara besar berimbas dukungan pada Presiden Sukarno yang semakin melemah. apalagi saat itu beberapa jendral ABRI menjadi korban dalam aksi G30S yang membuat ABRI mendapat simpati dan atensi yang besar dari masyarakat. selain itu ABRI juga memiliki tokoh yang kharismatik yang namanya muncul pasca G30S yaitu mayor Jendral Suharto yang saat itu menjabat sebagai PANGKOPKAMTIB yang berperan memberangus PKI dari parlemen dan sebagian besar pendukungnya di Jawa pasca memperoleh surat sakti SUPERSEMAR. pada posisiya yang diatas angin, Nasution melakukan pematangan gagasannya dengan melakukan seminar angkatan darat II pada tanggal 25-31 Agustus 1966 di Bandung. Seminar yang diikuti oleh perwira ABRI menjadi maksud untuk mematangkan gagasannya dan membersihkan Angkatan Darat dari paham komunisme. Nasution yang sudah paham betul perpolitikan di tanah air berusaha memberikan pemahaman politik pada jajaran perwiranya tentang bagaimana peran ABRI dalam menjaga iklim perpolitikan di Indonesia. Nasution sendiri pernah menjabat sebagai Mentri Pertahanan pada masa Kabinet Kerja III dan juga pada masa ahir kepemimpinan Sukarno ia pernah menjabat sebagai Ketua MPRS yang berlanjut sampai tahun 1972.




setelah pergantian kekuasaan dibawah Presiden Suharto, Jalan tengah kemudian disempurnakan menjadi Dwifungsi ABRI. hal ini semakin menegaskan peran serta militer dalam bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial, budaya. pada masa orde baru, dwifungsi ABRI diterapkan seluas-luasnya dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat. orang militer diperbolehkan untuk menikmati kehidupan politik di dalam pemerintahan, bahkan di sektor-sektor lainnya. suharto melihat ABRI sebagai basis kekuatan utama dalam bidang politik yang mendukungnya terus selama 32 rtahun menciptakan kestabilan politik rezim orde baru. Departemen Pertahanan dan Keamanan dalam Dwifungsi dan Kekaryaan ABRI (1978) mengklaim Dwifungsi ABRI "punya dasar hukum yang kuat" karena didukung UUD 1945 serta aturan-aturan dasar yang tidak tertulis dan terwujud dalam praktik penyelenggaraan negara sejak 1945 (hlm. 8).Lebih rinci, pelaksanaan Dwifungsi ABRI dilegitimasi melalui penetapan dasar hukum yang berkesinambungan, dari Ketetapan MPRS No. II Tahun 1969 hingga Ketetapan MPR No. IV Tahun 1978, juga Undang-undang No. 82 Tahun 1982.



dengan memiliki legalitas hukum ABRI memiliki dua tugas pokok yaitu Pertama, menjaga keamanan serta ketertiban negara, dan kedua, memegang kekuasaan serta (berhak) mengatur negara. Selain itu, ABRI berperan ganda sebagai "dinamisator sekaligus stabilisator" dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Arifin Tambunan, dkk., Pejuang dan Prajurit: Konsepsi dan Implementasi Dwifungsi ABRI, 1984:171). kapasitas ABRI ini diwujudkan dalam pembentukan Fraksi ABRI dalam parlemen. bukan lagi melalui perorangan seperti sebelumnya namun sebagai organisasi secara lengkap seperti partai. hak dan kewajibannya juga sama seperti partai yaitu memiliki tugas legislasi. kebijakan dwifugsi ini mendapatkan dukungan penuh dari orde baru dengan melakukan aksi pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya dwifungsi ABRI dalam menjaga ketertiban di masyarakat. Tak hanya di sektor politik dan pemerintahan, militer berkecimpung di partai politik. Kaum serdadu selama Orde Baru bertebaran di mana-mana, di setiap sendi dan lini kehidupan masyarakat, sebutlah di lembaga atau perusahaan milik negara, peradilan, bahkan di ranah bisnis sebagai tentara merangkap pengusaha. banyak dijumpai walikota, bupati, gubernur, bahkan mentri kabinet yang merupakan seorang militer aktif yang masih berdinas. negara jadi terkesan militeristik dengan dewan junta militer serta pemerintah yang absolutisme.



rakyat ulai sadar tentang bahaya dari politik dwifungsi ini yang puncaknya terjadi reformasi diikuti dengan gulung tikarnya rezim orde baru serta dengan segala sistemnya diganti dengan sistim kehendak rakyat. dwifungsi ABRI juga seiring waktu pergantian jaman dipandang kurang efektif terutama dalam hal rangkap jabatan. secara bertahap Dwifungsi ABRI dihapuskan dan ditegaskan dengan hasil rapat pimpinan ABRI tahun 2000 yang mengahpuskan dwifungsi ABRI dan akan diterapkan pasca pemilu 2004 dimana dilaksanakan pemilu pertama sejak reformasi. penghapusan ini juga berdampak dimana tentara dilarang untuk berpolitik praktis dan mengharuskan melepaskan jabatan tentaranya dan menjadi warga sipil bila ingin berpolitik. nama-nama berlatar militer masih sering bercokol di dalam pemilu yang masih menjadi primadona pilihan rakyat karena dianggap memiliki kemampuan. banyak Ex-Militer ahirnya terjun berpolitik tanpa harus membawa embel-embel dwifungsi lagi. sebut saja Susilo Bambang Yudhoyono, Prabowo Subianto, Edy Rahmayadi, Agum Gumelar dan banyak lagi. tanpa perlu menjadi prajurit lagi mereka masih bisa menikmati persaingan politik di negri ini.
-JAS MERAH-


SUMBER 2
SUMBER 3

Diubah oleh gurusejarah 26-11-2018 11:46
raafirastania26
raafirastania26 memberi reputasi
3
9.5K
65
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
Sejarah & Xenology
icon
6.5KThread10.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.