londo.046Avatar border
TS
londo.046
Biarkan Anakmu Mandiri, Boss!


Quote:


Dalam hati saya tersenyum. Saya seperti melihat diri saya belasan tahun lalu. Menolak ini dan itu, hanya untuk "dianggap" bisa tanpa Papa. Yah, jujur motivasi pertama saya berusaha mandiri adalah membungkam mulut-mulut sialan yang selalu mengaitkan saya dengan orang tua dan keluarga saya. Seiring bertambahnya usia, motivasi-motivasi yang lebih dewasa pun muncul dengan sendirinya. Kalau saya ikut Papa, nyinyiran itu akan makin tajam menusuk telinga, begitu pikir saya saat itu.



Orang tua mana yang akan membiarkan anaknya sengsara? Saya kira tidak ada. Rekan bisnis saya pun sama. Dalam pandangan dia, anaknya ini tidak akan mampu membangun usaha sendiri. Terlalu berat memulai semua dari awal. Dia bisa tahu, karena dia mengalaminya sendiri dulu. Bagaimana merangkak selangkah demi selangkah, merangkak satu demi satu anak tangga untuk jadi seperti hari ini. Intinya, rasa sayangnya pada anak, membuat dia berfikiran, "Sudahlah, biar Papa saja yang pernah menderita, kamu cukup tahu enaknya saja."

Orang tua saya pun dulu begitu. Meminta saya memikirkannya lagi, lagi dan lagi. Bahkan sempat terucap kalimat yang saya bold di atas tadi. "Lampu hijau" untuk saya memulai usaha, lama sekali turunnya. Saya tahu mereka sengaja mengulur waktu dan mencoba menggoyahkan pendirian saya. Tapi dasarnya saya bengal, plus saya sudah punya motivasi dan modal, ya lanjut. Awalnya hanya setengah restu yang saya dapat, tapi melihat antusias dan kerja keras yang saya lakukan, mereka akhirnya paham apa maunya saya.



Pada dasarnya dalam diri anak muda itu ingin dianggap setara. Setara dengan orang-orang besar yang dia kenal. Bisa Orang Tua nya, atau tokoh yang mempunyai peran penting dalam masyarakat. Anak muda itu ingin, "Kalau dia bisa, kenapa gw ga bisa!" Yang membedakan satu dengan yang lain adalah, keberanian untuk mewujudkannya. Yang mental baja, ya seperti anak rekan bisnis saya tadi. Dia tidak peduli dengan tawaran hidup enak dari Papanya, dan memilih melakukan sesuatu yang abu-abu.

Membangun bisnis, mana ada sih yang bisa memastikan sukses? Tidak ada. Mau sedingin apapun tangannya, sebesar apapun karya nya di masa lalu, jika memulai suatu usaha dari awal, dia akan main di zona abu-abu. Berhasil dan Gagal prosentasenya sama 50-50. Si anak saya yakin tahu dengan hal ini. Soal kenapa dia tetap nekad masuk ke zona abu-abu, hanya dia yang tahu. Kalau boleh menebak, saya hanya punya satu jawaban, dia ingin mandiri.



Sebagai orang tua, bagaimana sih menyikapi yang seperti ini? Jujur, sampai saat ini saya belum melewati fase ini. Anak saya kan masih kecil. Tapi saya mempunyai Papa sebagai role model, bagaimana beliau dulu memperlakukan anak bengalnya ini. Pertama, Papa tidak pernah membatasi dan ikut campur urusan saya. Apapun yang saya lakukan, apapun kebijakan unit usaha saya, Papa akan masa bodoh, tidak berkomentar, tidak memberi saran, pokoknya terserah mau ngapain saja.

Namun ternyata, tidak selamanya seperti itu. Yang kedua, diam-diam beliau berada sangat dekat dengan saya, memantau apa yang saya lakukan, dan memberikan evaluasi tanpa saya tahu. Jadi, dalam diamnya, dalam ke-masa bodoh-annya, ternyata beliau ada di antara saya. Mengapa beliau diam? Agar saya tahu, begini lho iklim usaha itu. Beliau tidak akan menegur saya meskipun jelas saya salah. Biarkan saja, biar tahu rasa! Namun, jika saya sadar saya salah, dan saya bertanya, baru belaiu akan menjelaskan hasil evaluasinya. Blak-blakan? TIDAK! Kode, dan saya harus mencari sendiri solusinya. Kamu pikir mudah berusaha? Tidak semudah itu SANTOSO!



Dua cara itulah yang saya tawarkan kepada rekan bisnis saya. "Biarkan saja anak mu mencoba menjadi boss. Toh, itu kan DNA dari mu. DNA pejuang, bukan peminta-minta, masak mau kamu ingkari." Kata saya. Dia masih belum bisa menerima argumentasi saya sepertinya. Ya biarkan saja. Nanti juga dia sadar, bahwa anak butuh merdeka untuk menjadi dirinya.

Well, dari sini saya menjadi tahu bagaimana prespektif dan pola pikir orang tua kepada anaknya. Saya bersyukur punya Papa yang kejam. Gimana tidak kejam, sudah tahu salah saja dibiarkan sampai tahu sendiri kok. Bangkrut ya biar saja, toh duit dia bukan duit saya, mungkin begitu pikir Papa saat itu. Di awal mati-matian melarang, tapi begitu saya nekad, saya benar-benar dilepas, mau jadi apa, terserah!

Namun dari situ, saya paham apa tujuan Papa, kalau mau jadi pengusaha, jadi sekalian. Kalau gagal dan menyerah, sini pulang, jadi anak manis lagi, nurut kata orang tua. Intinya, jika nanti anak mu dewasa dan anak mu ingin mandiri dengan caranya sendiri, biarkan saja. Asal cara mandirinya positif, tidak melawan hukum dan norma ya biarkan saja. Anak yang berdikari, meski hanya dari jualan di angkringan, jauh lebih berharga daripada anak manja yang tahunya habiskan harta orang tuanya. Salam Damai,


Merdeka!


Sumber Ide : Pengalaman Pribadi
Sumber Gambar : sini, sini, sini, sini, [url=https://www.cardozalawcorp.com/blog/top-5-mostS E N S O Rmon-illegal-debt-collection-violations.cfm]sini[/url]
14
9.5K
99
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.6KThread81.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.