londo.046Avatar border
TS
londo.046
Apa Yang Dicari Oleh Pembalap Liar?


Apa yang terlintas dalam pikiran anda saat mendengar rangkaian kata "balap liar?" Saya yakin 99% akan memberikan penilaian negatif terhadap para pelakunya. Selain membahayakan diri sendiri, balap liar juga berpotensi mengajak orang lain untuk celaka. Jadi, masuk akal jika balap liar dipandang negatif oleh masyarakat atau orang-orang dengan akal sehat.

Tapi pernahkah anda berfikir, apa sih yang dicari oleh para pelaku balap liar itu sendiri? Atau lebih spesifik lagi, apa sih yang dicari oleh para pembalap jalanan? Kalau untuk bengkel yang terlibat, jelas akan menaikkan "value" bengkelnya. Kalau bengkel yang jadi tempat pembalap men-set-up motor menang, tentu namanya akan melambung. Promosi gratis.



Jangan salah, para pelaku balap liar adalah speed freak yang tidak segan untuk menghabiskan uang besar demi membuat motornya lebih kencang lagi dan lagi. Terbayang kan berapa perputaran uang ke bengkel, jika namanya sudah melambung di kalangan pembalap liar, atau penikmat kecepatan?

Kembali ke topik awal. Lalu, apa motivasi seseorang, anak muda, atau BTN alias Bocah Tua Nakal (karena tidak sedikit para bembalap liar yang usianya sudah tua) untuk turun dan mempertaruhkan nyawa di jalanan? Tanpa helm, tanpa gloves, tanpa jaket dan protektor yang memadai, layak dong kalau saya sebut mempertaruhkan nyawa? Sebagai mantan pembalap liar, saya coba jabarkan kenapa kok saya pernah malakukan hal bodoh dan konyol macam itu.



Pertama, demi gengsi dan dianggap keren. Namanya anak muda, emosi tidak stabil, tentu ingin dianggap lebih dari yang lain. "Kalau dia berani turun, masak gw ga." Kira-kira begitulah yang ada di otak para pembalap liar itu. Saat kita melaju di atas dua roda dengan kecepatan tinggi dengan sorak sorai saat start dan finish, saat itulah gengsi dan kepuasan benar-benar terpenuhi.

Peduli setan dengan yang namanya nyawa dan keselamatan. Percayalah, para pembalap liar itu tidak pernah takut dan khawatir kalau ada apa-apa. Saya sendiri heran, mengapa bisa begitu. Mungkin tertutup rasa gengsi dan tidak mau telihat lemah di depan teman sebaya plus keinginan untuk dipuji kali ya. Kalau hari ini? Naik motor 60kpj tanpa helm, sudah merinding disco. Takut!



Kedua, Punya Banyak Uang. Bagi yang awam dengan balap liar, tentu akan kaget dengan jumlah uang taruhan yang beredar di arena balap liar. Medio 90an akhir, sampai 2000an awal, taruhan sejuta, dua juta itu biasa dan dianggap kecil. Bayangkan, berapa nilai uang sejuta saat itu, dan itu dianggap kecil. Yang besar berapa? Taruhan motor! Yang menang, ambil motor yang kalah!

Anak masih sekolah, pegang uang jutaan, tanpa meminta kepada orang tua. Siapa yang tidak ingin? Setiap hari nraktirin cewe terus. Mau beli apa, bisa. Ingin kemana, siap. Biaya tidak jadi soal kok. Pokoknya berasa jadi raja minyak lah. Tapi namanya duit haram, lenyapnya juga sangat cepat. Tahu-tahu habis begitu saja.



Ketiga, banyak cewe yang mendekat. Dianggap keren, punya duit banyak, motor keren, tentu akan menjadi magnet bagi cewe-cewe untuk merapat. Jangan salah, cabe-cabean itu sudah ada dari zaman dulu, bukan trend hari ini saja. Meminjam istilah dari salah satu tabloid otomotif, mereka disebut dengan cepot, alias cewe knalpot.

Setahu saya, cewe yang mendekat itu "siap diapain aja!" Serius! Miris? Faktanya memang gitu kok. Tapi saya bersyukur, tidak pernah berurusan dengan cewe model begitu. Kenapa? Takut boss. Mereka bisa dekat dengan siapapun yang menang kok. Iya kalau tidak diapa-apakan, gimana kalau pernah dijajah dan dijelajahi? Saya takut terkena penyakit yang belum ada obatnya.

Quote:



Ciao.

Sumber Referensi : Pengalaman Pribadi
Sumber Gambar : sini, sini, sini, sini
5
18.9K
244
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.7KThread82KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.