mendoan76Avatar border
TS
mendoan76
Berbicara Sendiri Saat Edy Rahmayadi Ngomong, Ibu2 Pengunjuk Rasa Ini Terima Akibatny
http://jakarta.tribunnews.com/2018/09/13/berbicara-sendiri-saat-edy-rahmayadi-ngomong-ibu-ibu-pengunjuk-rasa-ini-terima-akibatnya?page=all

Berbicara Sendiri Saat Edy Rahmayadi Ngomong, Ibu-ibu Pengunjuk Rasa Ini Terima Akibatnya
Kamis, 13 September 2018 16:30


Edy Rahmayadi jumpai demonstran, Kamis (13/9/2018)

TRIBUNJAKARTA.COM, MEDAN- Gubernur Sumut Edy Rahmayadi menemui ribuan nelayan yang berunjuk rasa di Kantor Gubernur Sumut, Kamis (13/9/2018).
Menggunakan batik cokelat, Edy Rahmayadi naik ke mobil komando dan berbicara kepada para demonstran.

"Kalian rakyat-rakyat saya, saya tak mau rakyat ini dibodoh-bodohi dan rakyat ini miskin," ucap Edy Rahmayadi.

"Saya baru lima hari jadi gubernur sudah kau demo. Apa urusan kalian. Orang saya juga belum tahu kayak mana nelayan ini," tambahnya.

Di sela ucapan Edy Rahmayadi, seorang demonstran perempuan berceletuk.
"Saya minta perwakilan tinggal di tempat. Jelas. Jangan menggangu jalan (Akses Jalan Diponegoro Medan) ini, rakyat Sumatera Utara bukan cuman kalian," tutur Edy yang langsung diceletuk demonstran perempuan.

Tak terdengar apa yang disebutkan demonstran tersebut kepada Edy Rahmayadi, namun mantan Pangkostrad itu langsung meminta perempuan tersebut berdiri dan pulang.

"Hey Ibu sekarang berdiri, pulang. Ibu pulang. Ayo kasih jalan pulang," ucapnya sembari personel Satpol PP mengarahkan demonstran tersebut.

Tonton video Edy saat berbincang kepada demonstran;

Edy melanjutkan nasihatnya, ia meminta para demonstran mendengarkan ucapannya.

"Saya akan mengatur rakyat ini supaya sejahtera, supaya Sumatera Utara ini bermartabat," ucap Edy yang kembali disambut dengan celetuk demonstran perempuan.
Karena masih ada yang berbicara, Edy Rahmayadi menyuruh ibu-ibu tersebut pulang.

"Ibu berdiri, keluar, jalan. Saya tak senang kalau saya setiap ngomong orang ngomong. Ini yang pakai kertas-kertas kuning semua yang ngomong ini," kata Edy.

Pesonel Satpol PP pun menyambangi demonstran itu dan meminta untuk berdiri.
"Ibu, sekali lagi jangan ngomong. Keluar," tambah Edy.

Dua kali ucapannya diceletuk demonstran, Edy kembali melanjutkan pembicaraan.
Ia siap membela nelayan, jika ada nelayan yang ditangkap namun tak memiliki kesalahan.

"Tak mungkin polisi nangkap kalau kalian tak salah. Kalau tak salah kalian ditangkap, kalian ngomong ke saya," jelas Edy.
Edy meminta perwakilan demonstran untuk bertemu dengannya dan sisanya untuk pulang.

Namun hal ini kembali mendapat penolakan dari domonstran perempuan.
"Kami mau kepastian. Jangan mau pulang," ucap demonstran itu kepada rekannya.

"Kalau mau kepastian masuk ke dalam (Kantor Gubernur Sumut)," ucap Edy yang kembali dibalas dengan celutukan.
"Itu berarti bukan rakyat Sumatera Utara. Dari dulu Sumatera Utara itu patuh dan taat," tambah Edy.

Setelah menemui demonstran di luar Kantor Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi pun menggelar pertemuan dengan perwakilan nelayan di dalam Kantor Gubernur Sumut. (Hendrik Naipospos)

Gimana koment agan2..
Salut sm om Edy..berani temuin ribuan pendemo..ndak kayak mukidi.didemo malah ngumpetz.

++++

Peringati Hari Nelayan 2018, KNTI: Kemiskinan Masih Menjadi Wajah Dominan Nelayan Tradisional Indonesia

Peringati Hari Nelayan 2018,

MNOL, Jakarta – Tepat empat tahun yang lalu suatu gagasan yang revolusioner melalui pidato politik oleh Presiden Joko Widodo untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Seluruh masyarakat nelayan di Nusantara mendengar pidato politik tersebut. Presiden Joko Widodo mengatakan untuk tidak lagi memunggungi laut, tidak lagi memunggungi samudra, tidak lagi memunggungi selat dan menjadikan nelayan sebagai pilar utama poros maritim.

Namun KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) melalui Marthin Hadiwinata, Ketua Harian DPP KNTI menilai hampir empat tahun rezim poros maritim ini berjalan sebaliknya,

“nelayan tradisional di pesisir dan pulau-pulau kecil masih termiskinkan, terpinggirkan dan belum menjadi bagian penting dalam pengelolaan wilayah laut dan pesisir serta pulau-pulau kecil diseluruh Indonesia” ujar Marthin.

Marthin menambahkan bahwa hal ini tercermin dengan jelas dalam berbagai kebijakan dan permasalahan terkait dengan kegiatan sektor perikanan, maupun kegiatan lainnya yang merampas ruang hidup nelayan.

“Kemiskinan masih menjadi wajah dominan nelayan tradisional Indonesia, bahkan tidak berubah dalam kurun waktu 4 tahun rezim poros maritim.” Tambah Marthin.

Kemiskinan nelayan tradisional terjadi karena masih belum hadirnya negara dalam melindungi hak-hak asasi nelayan dalam konteks pengelolaan perikanan hingga pemenuhan hak-hak dasarnya. Data BPS Tahun 2015 menunjukkan bahwa sekitar 25% atau sekitar 7,87 juta orang miskin adalah masyarakat pesisir dimana nelayan merupakan pekerjaan utamanya. Namun dalam konteks penyediaan pangan, 80% konsumsi perikanan dalam negeri, di penuhi oleh perikanan skala kecil.

Sementara itu 95,5 % dari keselurhan 643.100 unit adalah kapal skala kecil berukuran dibawah 10 Gross ton. Dengan kapal skala kecil tersebut, kemampuan akses sumber daya yang terbatas tidak lebih dari perairan teritorial 12 mil laut. Persoalan alih alat tangkap yang dinyatakan merusak hingga hari ini belum selesai hingga berlarut-larut, sejak PERMEN Kelautan dan Perikanan No. 2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) dan ditambah dengan PERMEN Kelautan dan Perikanan No. 71/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan menjadi pemicu keresahan nelayan.

Di sisi lain Pemerintah melakukan pembiaran terjadinya konflik antar nelayan, seperti di Sumatera Utara, Bengkulu, Jawa Tengah dan daerah lainnya. Kebijakan pelarangan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan tidak disertai dengan solusi yang pasti dari Pemerintah, namun justru pemerintah terkesan terjebak konflik dengan nelayan, sehingga melumpuhkan kegiatan ekonomi nelayan dan pekerjanya. Tentunya masalah ini berdampak termasuk kepada menurunnya volume eksport perikanan nasional sejak tiga tahun terakhir.

Pemerintah terlalu bernafsu untuk melawan pencurian ikan namun hanya berfokus dalam upaya penenggelaman kapal. Namun sayangnya pemerintah tidak efektif dalam tindakan melawan pencurian ikan karena sejak menjabatnya Presiden Jokowi, dari tahun 2014-2017 kapal yang ditenggelamkan malah meningkat jumlah kapal yang ditenggelamkan setiap tahunnya. Dari tahun 2015 sebanyak 113 kapal, tahun 2016 sebanyak 115 kapal dan terakhir data 2017 malah meningkat hingga 250 kapal. Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak efektif dalam memastikan pencurian nelayan ikan.

Sementara tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan mengalami penurunan menjadi 68,78 % di tahun 2016 dari sebelumnya 88,65 % di tahun 2014 walaupun angka potensi perikanan tangkap meningkat dari 7,31 juta ton di tahun 2014 menjadi 9,93 juta ton di tahun 2016.

Angka kredit macet UMKM Sektor Perikanan pun ikut memburuk dengan mengalami kenaikan menjadi 5,04% di 2017 dari sebelumnya 4,30% di 2016. Hal ini menunjukkan kelesuan usaha ekonomi skala kecil hingga menengah di sektor perikanan.

Tidak hanya dalam pengelolaan perikanan, Pemerintah harus segera fokus dalam memperbaiki sumber daya pesisir yang semakin rusak dengan berbagai kegiatan proyek reklamasi, pertambangan, termasuk perampasan ruang kehidupan nelayan terus terjadi. Proyek infrastruktur di pesisir seperti, reklamasi di seluruh wilayah menyengsarakan nelayan kecil dan masyarakat pesisir.

Setidaknya terdapat 28 titik reklamasi di seluruh Indonesia yang terindikasi telah melanggar ketentuan hukum dan prosedur (KPK, 4 Oktober 2016). Pemerintah tidak bergeming dan Teluk Jakarta terancam dengan tanggul laut raksasa yang akan menutup akses masyarakat untuk melaut. Seperti maraknya konsesi tambang di lebih dari 18 wilayah pesisir, privatisasi pesisir dan pulau-pulau kecil untuk kepentingan pariwisata di lebih dari 20 wilayah pesisir, serta proyek utang konservasi laut yang menargetkan 20 juta hektar sampai dengan tahun 2019.

Proyek konservasi berbasis utang dalam praktiknya bukan hanya meminggirkan masyarakat tapi juga merampas ruang hidup mereka yang sejatinya dilindungi oleh konsitusi. Atas nama pembangunan, ruang laut dikavling demi kepentingan investasi. Artinya, nelayan mengalami pemiskinan secara massif dan stuktural.

http://maritimnews.com/2018/04/peringati-hari-nelayan-2018-knti-kemiskinan-masih-menjadi-wajah-dominan-nelayan-tradisional-indonesia/
0
2.7K
22
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.8KThread40.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.