1 Mei atau biasa disebut dengan Maydaybagi buruh bagaikan sebuah simbol supremasi. Di hari itu diperingati sebagai hari buruh sedunia. Dihampir seluruh negara diberbagai belahan dunia merefleksikan hari tersebut dengan berbagai cara. Mayday bukanlah seperti hari-hari besar yang diperingati secara kultus seperti hari-hari besar keagamaan. Mayday juga bukan upaya dalam mengenang simbol perjuangan buruh masa lampau yang patut dikenang. Sepatutnya Mayday adalah perjuangan buruh itu sendiri!

Dalam perjalanan sejarah perburuhan di dunia, kata buruh bukanlah sebuah makna yang manis untuk dikenang. Berbagai catatan kelam dan pengorbanan baik jiwa maupun raga mengisi buku tebal sejarah perjuangan hak buruh. Hal ini juga tidak lepas terjadi di nusantara. Masa kolonial Hindia Belanda berkuasa, kelamnya dunia buruh terjadi secara nyata. Manusia-manusia diperbudak ditanahnya sendiri yang ironisnya oleh kemampuan intelektual kolonial itu sendiri. Daya pikir intelektual buruh yang minim justru dimanfaatkan untuk kepentingan nafsu kekuasaan.

Namun, penindasan bukanlah tanpa perlawanan. Tercatat di tahun 1926 mulai terjadi demonstrasi oleh buruh kereta api milik kolonial di pulau Jawa. Hal ini menjadi api penyulut kesadaran para buruh akan kejinya sebuah penindasan hak. Bahkan, pergolakan perlawanan akan kolonialisasi Hindia Belanda justru berangkat dari situasi perburuhan yang sangat menindas di nusantara. Ini membuktikan bahwa pergerakan buruh adalah pergerakan kemerdekaan!!

Setelah 72 tahun mengecap kemerdekaan bukanlah waktu yang sebentar dalam mengisi hari-hari kebebasan perbudakan. Namun, hingga hari ini buruh-buruh seperti selalu berjuang tanpa tepi kemerdekaan untuk mendapatkan hak-hak yang pantas akan upaya kinerjanya. Buruh yang dari dahulu menepati posisi yang tidak indah di struktur sosial masyarakat seperti tidak mengalami peningkatan harkat sejatinya baik secara ekonomi maupun sosialnya.

Buruh bukanlah hal yang hina! Buruh adalah sejatinya manusia bekerja. Baik kerja pikir maupun fisik. Namun, sejarah kapitalisme membuat posisi buruh seakan kinerja tanpa intelektualitas. Posisi buruh dideskritkan pada posisi tanpa tawar sebagai upah bagi manusia-manusia tanpa intelektual dan modal. Padahal sejatinya kita adalah buruh bagi diri kita sendiri! Upaya kerja buruh diupah tidak sesuai dengan hasil produktifnya sebagai akibat mekanisme kapital yang diterapkan pemilik modal untuk mengefisiensikan produksi dan modal agar laba meningkat tajam. Buruh tanpa daya tawar posisinya dalam logika kapitalisme.

Hari ini mekanisme kapitalisme justru semakin menjadi dengan hadirnya sistem outsourcing. Efisiensi modal semakin diterapkan dengan mengorbankan hak-hak sejati buruh. Tuntutan kehidupan semakin memperlemah posisi buruh dan semakin memperbuas pemilik modal. Pemerintah bahkan andil dalam memperlemah posisi buruh yang seakan menutup sebelah mata dengan persoalan hari-hari kedepan buruh. Dengan ini semua, buruh pantas menuntut dan turun ke jalan dalam memperjuangkan hak!

Kita, tanpa pernah bijak menyadari posisi buruh dan seperti tidak mau tahu. Mayday seakan-akan adalah formalitas perjuangan buruh. Sejatinya mayday adalah perjuangan kita! Keadilan bagi buruh adalah keadilan dalam ekonomi yang sehat dan bertumbuh merata bagi kepentingan setiap pihak. Bukan hanya kepentingan pengusaha dan pemerintah. Buruh adalah rakyat itu sendiri yang merefleksikan keadaan negara. Memperjuangkan hak buruh adalah perjuangan keadilan rakyat.

Turun ke jalan, menyuarakan keadilan buruh dalam supremasi Hari Buruh adalah kewajiban kita sebagai rakyat. Hal ini pantas dan selalu pantas hingga keadilan buruh tercapai dalam sistem ekonomi yang sehat tanpa kapitalisasi segelintir pihak. Dengan ini, kaum buruh diseluruh negeri, Bersatulah!!!


Dalam rangka memperingati Hari Buruh 2018.

ryan.manullang