Quote:
Semakin jernih sebuah kolam, maka akan semakin bagus pula kehidupan untuk ekosistem di dalamnya; begitu pula sebaliknya. Jika sebuah media terus menyajikan flow medium yang keruh, maka akan semakin ruwet pula cara berpikir pembacanya.
Media bisa dibilang adalah habitat dari sebagian (atau bahkan semua) masyarakat dari belahan dunia manapun. Jutaan orang selalu menghabiskan waktunya untuk sekedar meninggalkan pikirannya pada satu informasi atau berjalan dari satu sajian ke sajian lainnya. Variatifnya sajian media ini pada akhirnya akan menciptakan sebuah ekosistem untuk kehidupan organismenya.
Quote:
Hampir setiap sore hari, saya selalu menyempatkan diri untuk singgah sejenak ke taman kota. Disanalah saya biasa menghabiskan waktu untuk sekedar duduk dan santai di pinggir kolam yang sejatinya sudah menjadi trademark dari taman tersebut. Suasana taman yang sejuk di tumbuhi pepohonan, sedikit orang yang berlalu lalang, dan pemandangan unik dari ikan-ikan yang sering berterbangan keluar dari bawah permukaan kolam. Menarik bukan?
Jujur, pemandangan tersebut sering kali menuntut imajinasi saya untuk selalu berfikir liar akan sebuah penggambaran. Berfikir dan terus menalar akan suatu sebab, kenapa ikan-ikan tadi bisa sesering itu muncul ke permukaan. Saya mencoba menganalisanya di buku catatan dan mulai berfikir untuk menuliskan sesuatu.
Hal pertama yang terlintas di pikiran saya adalah menamai kolam itu dengan nama “media” dan ikan-ikan tadi sebagai organismenya, atau bisa dibilang masyarakat yang ikut ambil bagian. Sementara kita manusia yang ada di pinggir kolam adalah pelaku sekaligus saksi akan sebuah fenomena.
Quote:
Tapi sebelumnya, saya butuh untuk menganalisa perilaku dari para ikan itu terlebih dahulu; salah satu caranya dengan memberikan mereka umpan makanan. Satu persatu butir terus saya lemparkan, sayangnya tidak ada satupun ikan yang terlihat tertarik mencicipi umpan saya. Semua pergerakan di kolam tersebut malah mengarah ke arah lain. Mengarah ke seseorang tepat di seberang saya, yang sedang menabur sekali umpan dalam jumlah yang masif.
Disitu saya mulai menganalogikan bahwa umpan tadi bisa kita ibaratkan dengan istilah clickbait. Tentang bagaimana satu jenis umpan bisa menarik banyak peminatnya cukup hanya dengan sekali tabur. Masalah bagaimana rasanya, itu bisa dipikirkan nanti belakangan.
Seberapa sering anda menemukan satu tema berita dengan berbagai variasi judul yang seolah terlihat membedakan?
Quote:
Saya percaya tentang ajaibnya sebuah rangkaian kata yang selalu bisa menyihir bahkan mengendalikan jalan pikiran from the very first time. Akan terlihat indah dan membanggakan jika kita sendiri adalah seseorang yang menciptakannya. Tapi pernahkah kita berfikir bagaimana rangkaian kata yang indah tadi secara perlahan tapi pasti mengambil mindset para pembacanya?
Sebuah judul akan selalu menjadi hal pertama yang dipertanggungjawabkan oleh para penciptanya. Maka tidaklah heran, memikirkan sebuah judul akan melulu lebih susah ketimbang memikirkan konten isi. Karena konten biasanya akan selalu mengalir dengan sendirinya, bahkan lebih parahnya lagi bisa dicari kemudian dirubah dengan sedikit improvisasi. Sedangkan judul akan selalu menjadi sebuah harga mati.
Melalui judul tulisan, para pencipta mampu menggiring jalan pemikiran pembacanya sesuai dengan tujuan yang ingin dia ciptakan. Tapi tak sedikit pula yang kerap menggunakan judul untuk tujuan statistik semata (dilain kesempatan saya akan ceritakan, betapa pentingnya sebuah statistik di dalam industri). Mereka yang kita anggap para pencipta tadi, sejatinya sudah tidak lagi terlalu peduli dengan konten isi. Yang terpenting adalah tulisannya mampu dibaca banyak orang saja, sekali lagi fenomena ke-aku-an terjadi.
Quote:
Tren seperti ini kemudian berimbas kepada perilaku konsumsi masyarakat terhadap sebuah pemberitaan media. Minimnya data yang tersaji dan perspektif netral dua sisi telah membuat masyarakat untuk bersikap : Terus mencari sesuatu yang baik untuk menyukai dan mencari sebuah keburukan yang digunakan sebagai bahan untuk terus membenci.
Quote:
Mungkin itu bisa menjadi penyebab kenapa banyak ikan di kolam tadi sering kali berterbangan keluar. Besar kemungkinan untuk mereka yang tinggal di kumuhnya sebuah ekosistem akibat terlalu banyak ditaburi monotonnya jenis umpan, mulai merasa jengah dan mencoba untuk melihat perspektif dari dua sisi. Dan ya … mereka semua membutuhkan sesuatu yang baru sebelum mati terbunuh dan mengambang kaku.
Sesaat sebelum saya bergegas pulang dari taman kota, Saya sempat melihat bayangan diri saya sendiri dari bias pantulan kolam. Melihat hal tersebut saya kemudian mulai berfikir, bahwasanya cara memandang sesuatu haruslah selalu ada dalam dua sisi. Percayalah, apa yang saya lihat dan ceritakan tadi hanyalah sedikit pandangan saya yang duduk di pinggir kolam (saya sebagai pencerita).
Jikalau sekarang saya harus menjadi bayangan saya di dalam kolam dan menjadi bagian dari kehidupan kolam tersebut. Saya hanya menginginkan sebuah medium kebebasan. Kebebasan untuk memandang dari dalam air yang sejatinya selalu bersifat menenangkan.
Banyak kata saya yang dirasa ambigu dan sulit untuk dicerna, biarlah saja. Biarlah kesulitan tadi nantinya menjadi medium pembaca saya untuk mengimajinasikan sendiri apa yang ada dalam pikirannya. Tanpa perlu pusing memikirkan data darimana … ini kata siapa … cukup merasakan betapa iya-nya ini semua terjadi di realita. Itu kalau saya.
Menjadi informatif itu mudah, tapi menyeleksi sebagian yang mampu membuat kita menjadi pribadi imajinatif adalah satu hal yang susah. Padahal sederhananya, imajinasi lah yang selalu membantu kita untuk menemukan fakta dari sebuah cerita. Namun tentunya, imajinasi tersebut tetap harus tersaji dengan data yang signifikan agar penikmatnya tetap berada satu lingkup penggambaran.
Quote:
Jahatnya media kita, mereka membatasi kita untuk memiliki sebuah penglihatan imajinatif itu. Bagi mereka, mengabarkan sesuatu yang up-to-date saja sudah cukup. Syukur-syukur bisa viral, it will feels so good. Saya ambil contoh saja dari penulisan pemberitaan ini :
- Mengenaskan. Mencuri fasilitas masjid, pria ini habis dibakar massa hidup-hidup!
- Sebuah usaha terakhir seorang ayah kepada keluarganya yang berujung tragis.
Kedua berita tadi sama-sama menceritakan tentang kejadian pencurian di sebuah masjid yang sama-sama sedang up-to-date di masanya. Tapi apakah ada satu pemberitaan yang bertutur dengan gaya bahasa nomor dua? Bisa dipastikan, tidak ada atau bisa dihitung beberapa.
Pada nomor pertama, sejatinya kita diajarkan bahwa mencuri itu adalah sebuah tindakan yang salah. Apalagi mencuri dari tempat suci, maka jangan heran jika pelakunya layak dihukum seberat-beratnya. Yang terlewatkan dari media adalah menawarkan sisi imajinatif untuk melihat fakta dari sisi lainnya.
Bisa dibayangkan, mencuri itu memang sebuah tindakan yang salah; salah besar malah dan saya pun tidak membenarkan itu. Tapi jika anda membayangkan diri anda sebagai seorang ayah (pada berita tersebut) yang memiliki keluarga dan hidup berkekurangan, bayangkan seberapa tidak mampunyakah anda sampai berfikir untuk mencuri dari tempat ibadah yang bisa dibilang tidak membutuhkan keahlian? Lagipula berapa hasil yang akan di dapat dari menjual amplifier curian? Pantaskah orang lain dengan sekejap mata membakar anda hidup-hidup?
Quote:
Imajinasi tidak selalu membuat kita menjadi seorang pemimpi. Terbukti dengan dibatasinya ruang imajinasi, banyak orang justru malah kesulitan untuk menilai karena telah kehilangan hati.
Quote:
Tulisan ini saya buat karena kegelisahan saya pribadi dalam memandang berbagai pemberitaan belakangan ini. Saya selalu merasa, sudah saatnya kita semua menerima sesuatu yang baru lebih dari umpan-umpan dengan merk angka (5 fakta, 10 tanda, dsb). Atau pun macam pemberitaan variatif yang berujung kepada satu makna terarah.
Sesederhananya kebutuhan kita yang membutuhkan ruang untuk melihat daripada ruang untuk berdebat. Kita adalah ikan yang hidup di kolam keruh yang harus sesekali melompat keluar. Sekedar mencari nafas baru atau justru malah melihat dari sudut pandang pelaku.
Namun bagaimanapun juga, media akan selalu menjadi propaganda akan lahirnya beragam pemikiran. Tentang bagaimana itu akan terarah, media yang latah terkadang tidak bisa menjadi salah jika kebutuhan akan bahan pembaca masih saja melulu sama. Perubahan itu sendiri hanya bisa terjadi dari kebiasaan penikmatnya, selalu ada di tangan anda sendiri keputusannya.
Terima kasih sudah sempatkan baca. Jangan lupa bagikan jika dirasa berguna
Bersumber dari pemikiran sendiri hasil begadang tiga hari
- Membaca Tulisan Lain -