Sampai akhir tahun 80-an, masih ada sekolah yang menerapkan hukuman (sanksi), baik secara fisik maupun psikis, bagi siswa yang dianggap telah melanggar aturan dan tata tertib sekolah.

Bahkan sanksi yang diberikan bisa dikategorikan sebagai hukuman yang “sadis”. Setidaknya ini yang pernah Ane alami dan saya dengar dari teman-teman yang bersekolah di tempat lain.

Meski demikian, tak pernah terdengar ada siswa yang melaporkan guru kepada orangtuanya, apalagi memidanakannya. Semua hukuman diterima dengan legowo, sebagai konsekuensi atas kesalahannya.

Dari berbagai jenis hukuman tersebut, ada beberapa yang paling ditakuti oleh siswa. Apa saja hukuman itu? Cekidot, Gan!

1. Mendapat Surat Cinta


Kedengarannya sih asyik. Tapi, surat cinta yang dimaksud di sini adalah surat peringatan atau pemberitahuan yang dikirim oleh sekolah kepada orangtua siswa. Andai surat itu dititipkan kepada siswa, Ane yakin hanya 1% kemungkinan surat itu sampai ke tangan orangtua. Namun surat itu biasanya langsung diberikan kepada orangtua tanpa sepengetahuan siswa.

Isi surat itu biasanya memberitahukan tentang kelakuan sang anak selama di sekolah. Misalnya mencuri, berkelahi, sering membolos, atau kenakalan lainnya yang dianggap sebagai pelangaran serius terhadap tata tertib sekolah. Selain bersifat pemberitahuan, bisa pula surat itu bersifat undangan atau panggilan, agar orangtua datang ke sekolah.

Mendapat surat cinta ini dianggap sebagai hukuman paling “sadis” nomor wahid, sebab sang anak begitu pulang sekolah, biasanya akan langsung akan diintrogasi oleh orangtuanya. Pada awalnya mungkin sang anak bisa membantah. Namun pada akhirnya sang anak hanya bisa melongo saat orangtua memperlihatkan surat dari sekolah. Dan selanjutnya cuma bisa pasrah menerima “hukuman tambahan” dari orangtuanya.

Ini paling ditakuti oleh siswa, karena tidak ingin kelakukan jelek mereka diketahui oleh orangtua.

2. Scorsing


Scorsing yaitu siswa tidak diizinkan masuk sekolah beberapa hari sesuai keputusan sekolah.
Siswa zaman now mungkin senang kalo dapat scorsing, karena bisa tidak masuk sekolah secara legal. Tapi tidak bagi siswa zaman old. Scorsing dianggap sebagai hukuman yang sangat memalukan sekaligus merugikan. Memalukan karena mereka malu kalau hal itu diketahui oleh orangtua. Merugikan sebab banyak ketinggalan materi pelajaran.

Karena itu, mereka sangat berusaha menghindari hukuman ini.

3. Naik Kelas Percobaan


Naik Kelas Percobaan, misalnya seorang siswa dinaikkan dari kelas 1 ke kelas 2, dengan syarat selama 2 bulan tidak pernah melakukan atau mengulangi pelanggaran yang sama.
Jika melanggar, maka ia akan dikembalikan lagi ke kelas 1.

Hukuman ini juga sangat ditakuti oleh siswa, sehingga biasanya siswa yang naik kelas percobaan itu akan mengubah perilakunya yang tercela.

4. Ngabisin Beberapa Bungkus Rokok


Ini hukuman buat siswa yang ketahuan merokok pada waktu di sekolah. Siswa akan ditempatkan di sebuah gudang, lalu diberikan beberapa bungkus rokok untuk dihabiskan. Jika belum habis, ia tak boleh keluar.

5. Dipukul dengan Rotan


Hukuman ini biasanya diberikan kepada siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstra kurikuler, tidak memakai seragam sekolah dan atributnya sesuai ketentuan, membuat keributan dalam kelas saat tak ada guru, mengolok-olok guru, dan hal lainnya yang dianggap sebagai pelanggaran serius.

Siswa yang melanggar aturan itu biasanya langsung dipanggil ke halaman sekolah. Setelah berjejer, satu-satu siswa itu dipukul dengan rotan di bagian belakang betis. Meski tidak begitu keras, namun bekasnya terkadang baru hilang setelah 1-2 hari.
Kalau hukuman-hukuman yang lain mah, dianggap biasa-biasa aja. Seperti disuruh lari keliling halaman sekolah, push up, berdiri di depan kelas dengan satu kaki, hormat bendera selama 15 menit, dijemur di halaman sekolah, dijewer telinga, dipukul dengan penggaris kayu, rambut dicukur/digundul, bersihin kendaraan guru, bersihin WC, nyapu kelas dan papan tulis, dan sebagainya.