gitsrijalAvatar border
TS
gitsrijal
Cerpen : Dendam!
Aku sudah tidak tahan dengan perlakuannya, seorang lelaki bersungut-sungut. Dia keluar dari sebuah kantor yang berpagar warna biru. Mulutnya terus bergumam.

Angkot merah dengan nomor 19 yang tertera pada kaca depan trayek arah Depok mengangkutnya hingga statsiun Tanjung Barat. Dia Turun dengan tergesa. Membayar angkot dengan cepat. Segera cepat-cepat menyebrang. Dia tidak memperdulikan jembatan penyebrangan orang. Kendaraan sore di jalur itu sangat padat, dia meliuk di antara celah-celah padat kendaraan

Aku akan membalaskan semua perbuatannya, benak lelaki itu masih bergumam saat melakukan tapping card masuk statsiun.
Kereta yang ia akan tumpangi belum datang. Lelaki itu terus memikirkan siasat untuk membalas perbuatan temannya. Dia merasa sangat gundah atas perbuatannya.

Perasaan itu muncul tiba-tiba saja. Pertahanannya jebol. Nafsu mulai memasuki ubun-ubun. Kereta yang dia tunggu belum juga muncul. Lelaki itu melirik pergelangan tangannya yang dililit jam. Lewat sepuluh menit, parah! Lelaki itu membuang ludah ke atas rel.

***
Dua puluh menit berlalu. Kereta yang dia tumpangin belum juga datang.

Suara seorang wanita terdengar dari pengeras suara. Dari suaranya dia bisa membayangkan wajahnya yang cantik dengan pakaian rapi. Mungkin seperti wanita teman sekantornya, dengan blazer dan rambut panjang terurai, terlihat cantik. Mungkin juga dengan jilbab yang modis. Bisa juga dengan dandanan sederhana namun tetap cantik.

Ah, apa sih semua itu, gerutunya pelan. Terbayang kembali perilaku temannya ketika pulang.

Beberapa nasihat sudah ia dengarkan. Namun perasaan itu semakin menguat dalam hatinya.

Jikapun kau tidak sanggup, balaslah dengan setimpal, terngiang ucapan seseorang yang ia temui di mushola kantor. Alah, dibalas setimpal kagak bakal nampol. Pasti perbuatan dia semakin menjadi-jadi. Lelaki itu kehabisan ide.

Aaarg… bagaimana aku bisa membalasnya, di pukulnya ujung tempat duduk tunggu kereta. Beberapa orang yang jaraknya sedikit jauh, terganggu. Melirik sekilah searah lelaki itu.

Ah, besi selalu saja keras. Dia mengibaskan tangannya yang sakit. Berharap perasaan dalam hatinya ikut terkibaskan juga.
Kereta yang ditunggunya belum juga tiba.

Dia berdiri menengok ke arah kedatangan kereta. Tidak ada sesuatu tanda pun yang mengabarkan kereta akan segera tiba. Sesaat kemudian suara pengumuman di stasiun terdengar. Ketelambatan datang kereta intinya. Namun bukan pemilik suara lembut lagi yang terdengar, melainkan suara pria paruh baya dengan suara bassnya. Suara itu mengingatkan akan temannya. Terlebih atas perbuatan yang dilakukan pada lelaki itu.

Dia ingin segera pulang ke rumah. Mengadu pada istrinya yang selalu menyambut dengan senyuman hangat. Membuat semua keluh kesahnya hilang. Ingin sekali mendapatkan segelas kopi dengan kecupan bibir di setiap ujung gelasnya.

Kopi manis dari orang termanis, istrinya selalu berkata seperti itu saat memberikan segelas kopi. Dia hapal bentul bentuk lengkungan bibirnya saat tersenyum.

Apalah daya. Takdir selalu menyapa dan datang tanpa diundang. Ketika diundang, Takdir selalu datang terlambat. Di rumahnya kini sepi yang selalu menyapanya saat pulang. Istrinya tidak mampu lagi bersama dengan dia. Dia memilih untuk beralih dunia, menjemput takdirnya.

Dia merasa, ketika rumahnya menjadi sepi, perasaan yang ia alami sekarang semakin tinggi. Iri saat teman-teman sekantornya membicarakan putra-putri meraka yang sedang berkembang. Mengeluh tentang kenakalan masa remaja. Juga berbagai tips mengatasinya. Orang yang membuat dia gundah juga sering berkata bijak memberi masukan atas masalah itu.

***

Benar-benar melelahkan ketika menunggu. Kereta sudah telat satu jam karena ada gangguan sinyal. Kenapa tidak pakai sinyal HP saja, gerutu si lelaki itu. Kali ini dia enggan memukul ujung tempat duduk. Malah dia berdiri, bosan berlama-lama duduk.

Maghrib terdengar dari sela rerapatan senja.

Sebenarnya orang yang membuat gundah hatinya selalu bersikap baik. Selalu tersenyum padanya, pada semua orang. Menjadi orang terdepan untuk setiap masalah yang dialami temannya di kantor. Tapi bukankah manusia tidak selamanya benar? Dan bukankah pula tidak selamanya dia mampu membantu? Atau mungkin juga dia kelak membutuhkan bantuan orang lain, bukan? Namun dia selalu mendahulukan kepentingan orang lain.

Tabah ya, man. Semoga ada pengganti yang lebih baik lagi. Begitu ucapnya saat rumah yang ia tempati kini menjadi sepi. Dia juga sempat memeluk erat. Lelaki itu sesunggukan menangis di bahunya.

Tapi tetap saja perlakuan dia sore itu membuatnya gundah dan ingin membalas dengan hal yang lebih parah.

Lelaki itu terbayang ketika, istrinya dibawa ke rumah sakit, uang di saku ludes. Di ATM tersisa hanya biaya administrasi saja. Lalu temannya itu datang mengulurkan bantuan sebisanya. Namun memang takdir selalu tidak bersahabat. Temannya itu sudah sebaik mungkin membantu operasi istrinya, namun kenyataan berkata lain.

Terbayang juga saat dia masih terpukul. Temannya itu datang sore-sore meramaikan rumahnya yang sepi. Datang bersama teman kantornya yang lain. Tertawa cekikikan. Mencoba membuat si lelaki itu tersenyum kembali. Dibawakannya juga makanan. Dia tahu benar jika sedang sedih si lelaki itu tak mau memasukanan apapun untuk perutnya yang berteriak.

Ah …. Pikirannya kalut. Kusut. Ditendangnya bungkus permen yang tergeletak di peron tempat dia berdiri.

Mukanya di usap.

Kereta datang.

Pintu terbuka

Sebuah pesan masuk.

Man, dia minta tolong nih. Ini smsnya.
Bisakah kamu membantu aku. Aku butuh dana untuk operasi caecar istriku di rumah sakit.

Lelaki itu tersenyum. Seketika sederetan niat membalas dendam terbayang dipikirannya. Sejumlah cara dengan berbagai tipe plan tersusun. Mungkin bisa begini lalu begitu. Atau bisa juga begitu lalu begini. Rencana demi rencana bermunculan dalam benaknya. Dendamnya akan terbalas.

Pintu kereta tertutup.

Kereta melaju kencang.

***

Lelaki itu datang pagi-pagi ke kantornya. Menyelinap masuk tanpa dikatetahui orang lain. Orang-orang belum datang. Dia hanya khawatir jika ada OB yang biasa datang pagi-pagi memergoki aksinya. Rencana yang ia rancang tidak boleh digagalkan siapapun.

Setelah dirasa sepi. Dia berani menghampiri meja temannya yang membuat gundah itu. Di buka perlahan laci kerjanya. Terlalu klise, pikirnya. Urung dia lakukan. Lalu di bermaksud menaruh di meja saja. Bisa ketahuan OB, nih, ucapnya. Terpikir olehnya menyelipkan di beberapa tempat file berkas-berkas kerja. Oke, di situ saja.

Lelaki itu berbalik keluar ruangan. Menunggu di mushola supaya tidak dicurigai.

Senyumnya terkembang.

Setan dan malaikat bertarung dalam pikirannya.

***

Semua berjalan baik-baik saja sesuai rencana. Suara gaduh di mejanya mulai terdengar. Dia mulai panik dan mencari siapa pelakunya. Orang itu penasaran.

Kumohon, siapa yang melakukan semua ini. Orang yang membuatnya gundah itu bertanya pada setiap orang di kantor. Pada lelaki itu juga. Si lelaki hanya menggeleng. Setelah temannya itu pergi, lelaki itu tersenyum puas. Akhirnya….

***

Jam menunjukan waktunya untuk pulang. Semua sangat sempurna jika saja tidak ada suara orang itu yang kini berlari mengejarnya.
Man, man, tunggu sebentar. Ada yang ingin aku sampaikan.

Orang itu menenteng secarik kertas. Menjelaskan singkat tentang tulisan tangan yang ada dikertas itu dengan sebuah catatan disebuah buku. Apakah itu buku miliknya?

Sial! Seharusnya aku tidak menuliskan sesuatu pun di amplop itu. Lelaki itu menggerutu.

***

Secarik kertas yang dibawa orang itu terbang terbawa angin. Orang yang membuat lelaki itu gundah sengaja melepaskannya. Meliuk-liuk terbawa angin menuju luar jendela. Tertulis pada kertas itu:

Nif, maaf aku tidak bisa membantu banyak. Semoga bermanfaat yak.


Diubah oleh gitsrijal 21-11-2017 10:05
anasabila
anasabila memberi reputasi
2
4.9K
12
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.5KThread41.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.