adoekaAvatar border
TS
adoeka
Cacing Pita 2,8 Meter Ditemukan dari Perut Warga Simalungun
waduhh mod trid main main wa ke nastaik malah dijadiin HT , saat wa bikin thread serius pengen di masukin HT malah gak HT , piye toh mod emoticon-Betty

untuk kaskuser non nastaik jangan sampai ada kzl atau banting piring ke monitor karena lihat gaya canda wa atau nasbung ke nastaik yang terlalu mesra , karena kami sudah terbiasa bercanda saling hina dan mencaci tapi dengan tetap menjunjung tinggi rasa persaudaraan antar suku , agama , ras dan golongan

emoticon-Leh Uga emoticon-Traveller



Inilah Cacing Pita Terpanjang di Dunia Temuan Tim Peneliti FK UISU


Cacing pita terpanjang di dunia dengan ukuran 2,86 meter yang ditemukan di feses warga Negeri Dolok, Kecamatan Silau Kahaean, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Kamis, 19 Oktober 2017 17:17 WIB
Penulis: Fatih

MEDAN - Kalau sebelumnya negara Bangladesh menemukan cacing pita sepanjang 1,5 meter yang keluar dalam tubuh, namun di Sumatera Utara ditemukan cacing pita terpanjang di dunia dengan ukuruan 2,86 meter.

Ya, inilah cacing pita jenis Taeniasis sepanjang 2,86 meter temuan Tim Peneliti Fakultas Kedokteran UISU dari dalam tubuh manusia di kawasan Desa Negeri Dolok, Kecamatan Silau Kahaean, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

Ketua Tim Peneliti Fakultas Kedokteran UISU, DR dr Umar Zein SpPD DTM&H, KPTI usai seminar proposal penelitian epidemiologi dan observasi mengatakan, penemuan ini berawal dari keluhan seorang pasien yang datang berobat ke tempat praktiknya di Jalan Denai, Medan.

Setelah berbincang dengan pasien dan meminta izin, dirinya langsung menuju Simalungun.

"Ternyata tidak hanya seorang pasien saja, akan tetapi ada puluhan orang juga mengeluhkan rasa sakit di bagian perut," ujar Umar Zein, Kamis (19/10/2017) di Aula Gedung Fakultas Kedokteran UISU, di Jalan STM Medan.

Mencurigai dari gejalanya selain sakit perut, pasien juga selalu merasakan lemas maka dipastikan menderita sakit dikarenakan virus cacingan dalam hal ini cacing jenis Taeniasis akibat mengonsumsi daging mentah yang berasal dari babi.

"Kemudian setelah mereka kita berikan obat Praziquantel jenis kapsul, berselang empat jam kemudian keluar cacing dari anus pasien sepanjang 2,8 meter," bebernya.

Atas penemuan ini, lanjut Mantan Kadis Kesehatan Kota Medan ini, tentunya haruslah menjadi perhatian semua pihak termasuk pemerintah dalam penyediaan obatnya.

Sementara itu, Dekan FK UISU, Dr Abdul Harris Pane SpOg menyatakan, penemuan ini membuktikan keseriusan dari fakultas kedokteran untuk membantu dan melindungi kesehatan masyarakat di Sumatera Utara.

Di tempat yang sama, Kasi P2PM Dinkes Sumut, Yulia Mardiani menyebutkan, pihaknya segera melaporkan penemuan kepada pimpinannya dan Kementerian Kesehatan RI.

Selain itu, pihaknya juga kana melakukan koordinasi dalam penyediaan obat-obatan bagi pasiennya. Sebab, baru kali ini cacing pita di Sumatera Utara.

"Makanya nanti kita koordinasi untuk penyediaan obat, termasuk juga akan menganggarkannya pada tahun depan," jelas Yuli.

Senada dengan itu, Kasi Surveilans dan Immunisasi Dinkes Simalungun, Jan Ripelman Sipayung mengungkapkan, atas kejadian itu pihaknya telah menggiatkan program penyuluhan pentingnya menjaga kebersihan.

Ia juga mengimbau kepada masyarakat agar memasak terlebih dahulu daging sebelum mengonsumsinya. Hal ini guna menghindari penyakit tersebut.

Dalam kesempatan itu, ia juga melakukan koordinasi dengan Dinas Perternakan agar mengimbau pemilik ternak untuk menata kandang dan juga kebersihannya.

================================================================

Cacing pita sepanjang 2,8 meter ditemukan dari tubuh seorang warga Desa Nagari Dolok, Silau Kahean, Simalungun, Sumut, Kamis (21/9) lalu.

Penemuan ini merupakan yang terpanjang di dunia, karena sebelumnya ditemukan cacing pita sepanjang 1,5 meter dari tubuh manusia di Bangladesh.

Penemuan ini diungkapkan dr Umar Zein dalam seminar proposal penelitian Survei Epidemiologi dan Observasi Kasus Taeniasis di Desa Nagari Dolok, Silau Kahaean, Simalungun yang digelar di lantai 7 gedung Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (FK UISU), Jalan STM, Medan Johor, Kamis (19/10) siang.

Dijelaskan Umar Zein, awalnya seorang warga Desa Nagari Dolok, Silau Kahaean, Simalungun datang kepadanya untuk berobat karena keluhan di perut.

Setelah diperiksa, didiagnosa kalau orang tersebut menderita Taeniasis atau penyakit akibat parasit berupa cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia yang dapat menular dari hewan ke manusia, maupun sebaliknya.

Mengingat 3 tahun lalu juga ada kasus serupa dari daerah yang sama, kata Umar Zein, dirinya membentuk tim untuk melakukan penelitian.

Kemudian, mereka mengambil sampel 29 orang suspect Taeniasis dan diberikan obat Paraziquantel 1 tablet ukuran 600 Mg setiap orang. Selanjutnya, setiap orang diberikan obat pencahar.

“Kemudian semua orang itu BAB. Hasilnya, ada keluar proglotid yang keluar bersama tinja setelah pemberian obat Praziquantel. Setelah itu Strobila atau skolek yang keluar, menandakan cacingnya sudah mati. Namun, ada kita temukan satu cacing sepanjang 2,8 meter,” ujar Umar.

Menurut Umar, berdasarkan laporan yang diterimanya, faktor risiko yang menyebabkan itu karena kebiasaan mengkonsumsi hinasumba dan naihollat yang dagingnya dimasak tidak sempurna. Dijelaskan Umar, Taeniasis dapat disebabkan dari daging babi dan sapi, bila dimasak tidak sempurna.

babi atau sapi. atau sapi memakan rumput yang mengandung telur. Kemudian telur itu berkembang menjadi kista di dalam daging babi atau sapi.

Selanjutnya, daging babi atau sapi. atau sapi itu dimasak tidak sempurna lalu dikonsumsi sehingga berkembang hingga dewasa di dalam usus orang yang mengkonsumsinya.

“Taeniasis adalah penyakit yang terabaikan karena hampir belum pernah ditemukan kasusnya. Selain itu, penyakit ini selalu dianggap sepele karena memang penderitanya tidak meneyebabkan kematian. Kalaupun kita tahu diagnosisnya, mengobatinya juga tidak mudah karena obatnya sulit didapat, “ jelas mantan Dirut RSU dr Pirngadi ini.

Sebelum mengakhiri, Umar Zein menegaskan, penemuan itu penting untuk ditidaklanjuti dengan melakukan penelitian.

Dikatakannya, secara teori, penelitian itu untuk menemukan daerah endemig taeniasis di Sumatera Utara, melakukan survei epidemologi dan identifikasi.

Dengan begitu, diharapnya bisa membuat program-program penanggulangan infeksi taeniasis di Sumatera Utara yang mungkin terpadu dengan program kecacingan pada umumnya.

Secara konsep, dikatkannya, untuk melihat faktor resiko penularan di Desa Nagari Dolok, Silau Kahaean, Simalungun, karena mungkin ada kebiasaan masyarakat yang belum diketahui.

Dekan Fakultas Kedukoteran UISU, dr Abdul Haris Pane SpOG mengaku sangat mendukung dan sudah melaporkan rencana penelitian ini. Dikatakannya, itu merupakan tugas wajib institusi sebagai pengabdian kepada masyarakat.

Bahkan, diakuinya untuk penelitian itu, pihaknya sudah menandatangani MoU dengan Dinas Kesehatan Simalungun.

Namun diakuinya, jika saat ini pihaknya tidak memiliki peralatan laboratorium canggih karena milik mereka yang merupakan hadiah dari Kementerian Kesehatan, sedang rusak.

“Peralatan laboratoium standard kita ada. Namun untuk yang sifatnya lebih canggih, dulu kita ada, kebetulah itu hadiah dari Kementerian Kesehatan, namun kemarin rusak. Kita akan laporkan. Makanya kemarin, sampelnya kita kirim ke Udayana Bali,” ujarnya.

Kasi P2PM Dinkes Sumut, dr Yulia Mariani MKes yang hadir dalam seminar itu mengatakan, pihaknya juga mendukung penelitian itu karena dilakukan ahlinya. Untuk itu, pihaknya harus koordinasi dengan pusat untuk pengobatan.

Dikatakannya, selama ini tidak dianggarkan obat taeniasis ke Sumatera Utara karena tidak pernah ditemukan dan paling sering ditemukan di daerah Sulawesi.

“Sudah ada penemuan ini, sudah bisa kita menganggarkan dengan obat. Jadi tidak ada lagi terkendala untuk pengobatan untuk cacing pita. Selain itu, kita akan mintakan nanti Dinas Peternakan juga karena ini berkaitan dengan hewan, untuk ditinjau mulai dari kebersihan sampai layak atau tidak dikonsumsi,” ujar dr Yulia.

Selain itu, Yulia juga mengimbau masyarakat Desa Nagari Dolok, Silau Kahaean, Simalungun untuk menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan.

Dikatakannya, hal itu juga untuk mengantisipasi penularan, mengingat penyakit itu berasal dari hewan yang dapat bergerak dan berpindah. Bahkan, dengan kondisi itu, dikatakannya bisa saja kasus itu akan meningkat di Sumatera Utara.

“Kalau kita sebut ini kejadian luar biasa atau KLB, saya tidak berani bilang. Itu yang boleh menyatakan bupati, walikota atau gubernur. Nggak sembarang untuk menetapkan KLB,” tandasnya.

Sementara Kasi Survelen dan Imunisasi Dinkes Simalungun, Jandre Perman Sipayung mengaku, pihaknya menunggu arahan Dinkes Sumut. Namun, dengan ditemukannya kasus ini, diakuinya pihaknya akan menggalakkan penyuluhan hidup bersih dan sehat.

Dijelaskannya, di Simalungun memang ada kebiasaan masyarakat mengkonsumsi Nani Holat semacam dari kulit kayu dibuat untuk pematangan daging atau daging tidak dimasak sempurna lalu dikonsumsi masyarakat.

Begitu juga dengan mengkonsumsi Hinasumba yang menggunakan kulit kayu Sikkam, yang pemasakannya kurang sempurna juga lalu dikonsumsi masyarakat. Diakuinya, secara teoritis, hal itu memang bisa menimbulkan penyakit.

“Kita sebatas mengimbau, karena itu kultur yang sudah melekat di masyarakat. Itu katanya terutama dari babi atau sapi.. Jadi akan kita himbau agar babi atau sapi. dikandangkan, agar tidak menularkan, “ ujarnya singkat

sumber

jangan sembarangan kasih status KLB dalam kasus cacing pita yang menyerang warga simalungun bisa punah metode budaya makan babi nani holat dan hinasumba , lagian cacing pitanya juara terbesar dan terpanjang di dunia emoticon-Leh Uga
Diubah oleh adoeka 20-10-2017 12:50
0
30.3K
299
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.