dic.thorium
TS
dic.thorium 
Biofuel, Usaha Percuma Dalam Mitigasi Pemanasan Global


Ada yang merasa biofuel adalah salah satu solusi untuk penanggulangan krisis energi dan pemanasan global? Kalau begitu, selamat! Kalian terjebak dalam delusi “energi bersih” lainnya.

Dengan makin mendesaknya keharusan untuk melakukan mitigasi pemanasan global, biofuel menjadi salah satu alternatif yang dilirik. Khususnya untuk keperluan transportasi, karena tidak ada satupun orang waras yang mau menggunakan biofuel untuk pembangkit listrik. Biofuel dianggap bisa mengurangi emisi CO2 dari kendaraan bermotor.

Spoiler for Soal biofuel:

Tapi seberapa besar hal itu bisa membuat perbedaan?

Tahun 2013 kemarin, proyeksi produksi biofuel di seluruh dunia mencapai 113 milyar ton. Itu perkembangan selama 14 tahun. Kedengarannya besar, tapi riilnya seberapa?

Angka itu setara 3% konsumsi BBM dunia tahun 2013.

Seandainya, nih, laju pertumbuhannya sama tiap tahunnya, maka untuk bisa menggantikan konsumsi BBM fosil di seluruh dunia, maka butuh waktu selama (33,33*14) = 466,62 tahun. Kita cuma punya waktu sampai akhir abad 21.

Cukup?

Ya enggaklah, coy!

Itu baru soal waktu. Bagaimana dengan lahan yang dibutuhkan?

Masalah terbesar dari biofuel adalah yield produksi dari tumbuhan biofuel sangat rendah. Tanaman biofuel terbaik, kelapa sawit, mampu memproduksi 5.950 liter/hektar. Biasanya digunakan menjadi biodiesel. Sementara, tanaman bioethanol, misalnya tebu, bisa menghasilkan maksimal 5.476 liter/hektar, di Brazil. Entah kalau di Indonesia. Angka ini tidak mengesankan, serius.

Coba ambil contoh untuk Indonesia. Konsumsi BBM Indonesia tahun 2015 untuk bensin sebesar 31,2 milyar liter, untuk bensin RON 88 dan 92. Sementara, konsumsi minyak Diesel sebesar 30,6 milyar liter. Anggaplah seluruh bensin diganti dengan bioethanol tebu dan seluruh minyak Diesel diganti dengan biodiesel kelapa sawit. Berapa lahan yang dibutuhkan?

Luas sekali.


Untuk kebutuhan biodiesel, butuh kebun kelapa sawit seluas (30,6E+9/5.950/100) = 51.423,83 km2. Sementara, untuk kebutuhan bioethanol, butuh lahan seluas (31,2E+9/1.892/100)*1,5 = 85.463,84 km2. Lahan kelapa sawit itu setara luas Provinsi Jambi (50.058 km2) dan lahan tebu hampir seluas Provinsi Riau (87.024 km2). Kenapa bioethanol dikali 1,5? Karena kandungan energi bioethanol lebih rendah daripada bensin biasa, sehingga konsumsi bahan bakarnya jadi lebih banyak. Otomatis, kebutuhan lahan juga lebih luas.

Bayangkan membabat hutan seluas ini cuma untuk produksi biofuel, yang itu juga cuma bisa mereduksi emisi paling banter 50% dari BBM fosil. Reduksi hanya setengahnya karena mempertimbangkan prosesing bahan bakarnya di fasilitas pengolahan masih menggunakan energi fosil, khususnya untuk listrik. Dengan kondisi kebun sawit eksisting saja, sudah banyak masalah dan penentangan dari mana-mana. Apalagi diperluas hingga ratusan ribu km2? Are you bloody mad?

So, is it worth it?

I’ll say absolute NO.

“Hei, siapa juga yang bilang mau ganti seluruh BBM pakai biofuel? Jadikan campuran, kan, bisa!”

Hei, memangnya langkah seperti itu cukup untuk memitigasi pemanasan global? Tidak. Usaha mitigasi pemanasan global cuma bisa menghasilkan perbedaan dengan melakukannya dalam skala masif. Seluruh sektor energi harus dibuat nol karbon, yang artinya harus ada pemotongan emisi hingga 80%!

Produksi biofuel Indonesia tahun 2016 sebesar 2.503 thousand tonnes of oil equivalent(TOE). Naik hampir dua kali lipat dari tahun 2015. Namun, itu cuma setara dengan (2.503*42) = 105.126.000 GJ. Sementara, konsumsi bensin setara dengan (31,2E+9*34,2)/1.000 = 1.067.040.000 GJ dan minyak Diesel setara dengan (30,6E+9*35,8)/1.000 = 1.095.480.000 GJ. Total 2.162.520.000 GJ. Artinya, produksi biofuel cuma setara (105.126.000/2.162.520.000) = 4,9%.

Lihat? Kira-kira butuh ekspansi berapa kali lipat untuk sampai 80%? Atau paling tidak 40%, lah, kira-kira setara emisi dari sektor transportasi? I'll leave the calculation to readers.

Tidak, biofuel tidak bisa melakukan apa-apa untuk mitigasi pemanasan global. Kontribusi yang bisa dilakukannya sangat minim, tetapi memakan usaha, waktu dan dana yang luar biasa besar. Biofuel cuma feel-good effort, bahkan greenwash.

Itu belum memperhitungkan dampak negatifnya terhadap lingkungan itu sendiri, seperti pembabatan dan pembakaran hutan. Pembabatan hutan berarti melenyapkan penampung CO2, bahkan melepaskan CO2 ke atmosfer. Pembakaran hutan membuatnya lebih buruk lagi, karena kayu yang dibakar terang saja melepaskan CO2 dalam jumlah sangat besar. Malah jadi kontraproduktif, bukan?

Sekali lagi, dengan lahan kelapa sawit seperti sekarang saja sudah banyak masalah di Indonesia, apalagi harus ditingkatkan berkali lipat?

Substitusi BBM fosil untuk kendaraan bermotor cuma efektif dilakukan dengan elektrifikasi dan sintetis bahan bakar hidrokarbon menggunakan bahan netral karbon. Alternatif bahan bakar sintetis itu misalnya methanoldan dimetil eter, yang bisa disintetis menggunakan CO2 dari udara maupun laut dan H2 dari elektrolisis menggunakan reaktor nuklir. Sintetis bahan bakar lebih mampu mensubstitusi BBM fosil dengan cepat.

Biofuel bukan solusi maupun alternatif, dan tidak akan pernah bisa menjadi keduanya. Lupakan saja biofuel. Waktu kita tinggal sedikit, harus dilakukan sesuatu yang besar dan membuat perbedaan. Mantera “Lakukan dari yang kecil-kecil dulu” tidak lagi dan memang tidak pernah relevan untuk membuat perbedaan.

Spoiler for Referensi:
Diubah oleh dic.thorium 23-08-2018 07:55
0
33.5K
265
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sains & Teknologi
Sains & Teknologi
icon
15.4KThread10.8KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.