BeritagarID
TS
MOD
BeritagarID
Hukuman cambuk: cukup ditutupi atau dihapus saja?


Karena Qanun Jinayat masih berlaku di Provinsi Aceh, hukuman cambuk pun masih dicetarkan. Caranya: menyabetkan rotan ke punggung terpidana.

Dalam Qanun Jinayat, yakni peraturan daerah yang berlandaskan syariat Islam, pencambukan adalah upaya penjera bagi pelanggar.

Sepanjang 2016, Januari hingga November, Mahkamah Syariah Aceh telah memutuskan 301 putusan perkara jinayat. Demikian menurut pantauan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Jakarta.

Adapun ekseskusinya, sejak Januari hingga Desember 2016, ICJR mencatat sedikitnya 339 terpidana telah dieksekusi cambuk di seluruh wilayah Aceh.

Dalam siaran pers ICJR awal pekan ini (25/9/2017), disebutkan pada 2017 (Januari - September), terdapat sedikitnya 188 orang dihukum cambuk, tersebar pada sembilan wilayah Aceh.

Angka terpidana yang dieksekusi bisa jadi lebih besar. Perbedaan angka tahun 2016 dan 2017 itu karena wilayah yang terpantau hanya sembilan. Di sisi lain, Mahkamah Syariah Aceh tidak melakukan lagi pemutakhiran statistik perkara Qanun Jinayat.

Qanun Jinayat mengatur beberapa tindak pidana baru yang tidak diatur dalam hukum pidana nasional. Misalnya khamar (minuman keras), liwath (hubungan sejenis) sampai perluasan zina dalam khalwat.

Jenis pidana paling banyak dijatuhi hukuman adalah maisir (judi) dengan 109 terpidana, diikuti dengan ikhtilath (bermesraan, 47 orang), dan zina (hubungan seks di luar perkimpoian, 13 orang), dan khamar (sembilan orang).

Pada Mei 2017 untuk pertama kalinya dilakukan eksekusi cambuk terhadap pelaku liwath, dengan dua terpidana. Masing-masing dari sepasang pria itu dicambuk 85 kali (detikNews, 17/5/2017). Cambukan terbanyak untuk aneka pidana, menurut ICJR, juga terjadi Mei 2017: 989 cambukan.

Direktur Eksekutif ICJR, Supriyadi Widodo Eddyono, menyebutkan bahwa penerapan Qanun ini memiliki potensi besar dan cenderung melakukan diskriminasi pada perempuan.

Selain itu, hukuman cambuk ternyata juga menimpa terpidana non-muslim. Eksekusi itu terjadi 10 Maret 2017, terhadap dua narapidana penganut Buddha.

Masing-masing terpidana kasus judi itu dicambuk sembilan dan tujuh sabetan. Sebagai non-muslim, Alem Suhadi (57) dan Amel Akim (60) bisa memilih hukuman: berdasarkan KUHP ataukah Qanuan. Mereka memilih cambukan (Tempo.co, 11/3/2017).

Masih menurut Tempo.co, orang non-muslim pertama yang dicambuk Qanun adalah seorang perempuan berusia 60 tahun, Kristen, di Takengon, April 2016, karena menjual minuman keras. Ia disabet rotan 30 kali.

Menurut Supriyadi, jika ini semua dibiarkan dapat menimbulkan tekanan pada penduduk beragama minoritas di Aceh, bahkan berpotensi membuka laku eigenrichting (main hakim sendiri).

Ia berkesimpulan, pemerintah harus segera menghapuskan segala bentuk pidana badan dalam peraturan perundang-undangannya, khususnya hukuman cambuk.

Pidana cambuk juga mencoreng wajah Indonesia yang memiliki komitmen untuk melindungi dan menghormati hak asasi manusia.

Pemerintah, dalam tajuk siaran pers itu, disebut menyadari dampak buruk hukuman cambuk namun lebih memilih upaya menutupi ketimbang menghapuskan.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...u-dihapus-saja

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Upaya memancing pelaporan korupsi di 17 kementerian dan lembaga

- Pembayaran uang pensiun tak ada masa kedaluwarsa

- Mengapa utang PLN bisa membahayakan APBN

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
13.5K
118
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.id
icon
13.4KThread723Anggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.