skydaveeAvatar border
TS
skydavee
Benarkah Berada Pada Zona Nyaman Itu Menyenangkan?


Pada dasarnya semua orang menyukai hal-hal yang berbau "kenyamanan". Zona nyaman adalah sebuah kondisi yang melenakan. Semua tertata dengan baik, dan terkendali. Sepintas, zona nyaman sepertinya sesuatu yang indah dan diidamkan semua orang. Namun, benarkah demikian?

Pada taraf tertentu, percaya atau tidak, zona nyaman bisa mematikan kreatifitas dari otak. Karena semua hal telah tertata sedemikian rupa, maka hilanglah daya kreatif dan juga tantangan, yang sesungguhnya membuat siapa saja yang berada pada zona ini bisa menjadi mandul.

Spoiler for Foto Internet:


Sebelum membahas tentang zona nyaman lebih lanjut, mari sama-sama kita ambil contoh kejadian yang nyaris mirip dengan topik ini.

Kita pasti mengenal siapa Bill Gates, Mark Zuckerberg, Jack Ma dan deretan orang-orang hebat lainnya. Mereka adalah tipikal orang yang menjauhi zona nyaman. Sehingga, pola pikir yang terbentuk, akan melahirkan deretan produk berkualitas nan berharga sangat mahal, maupun hanya sekedar pemikiran.

Jika mau belajar dari pengalaman, tentu masih ingat beberapa produsen smartphoneyang sekarang ini justru tiarap menghadapi persaingan ketat dari kompetitor. Masih ingat mereka yang menolak perubahan dan justru memeluk serta melebarkan zona nyamannya? Apakah yang terjadi?

Tumpulnya kreatifitas adalah salah satu dampak terlalu lama berada pada zona nyaman. Tentu, sesekali bolehlah menikmati hasil produksi yang mungkin lahir dari pemikiran intelektual atas sebuah produk. Namun, jangan berharap tertimbun bantal empuk pada zona nyaman dalam jangka terlalu lama.

Tantangan selalu ada kedepan, dan tentu, hanya orang-orang yang sanggup keluar dari zona tersebut yang nantinya akan mampu menghadapi persaingan global saat ini.

Berikut ini, beberapa indikator, bahwa zona nyaman tak selamanya seindah namanya.

1. Tidak Ada Tantangan
Orang yang berada pada zona nyaman tidak akan merasakan sebuah tantangan. Karena pada taraf ini, semua hal telah tertata sedemikian baik. Ibarat mengendarai pesawat, maka tombol auto pilot bisa membuat sang pengemudi terlena. Pesawat akan dibiarkan berjalan sesuai dengan sistem yang telah diprogram. Tapi, siapa bisa memprediksi bahwa laju pesawat selamanya akan seperti yang diinginkan?
Kita ambil contoh lagi.
Seorang karyawan yang biasa bekerja berdasarkan target oriented, memiliki kecenderungan berdaya pikir yang kreatif, dibandingkan karyawan yang bekerja tanpa adanya Key Performance Indikator. Bagi karyawan pertama, tentu akan mempertahankan pekerjaan atau jabatan dengan berbagai macam atributnya, secara maksimal. Karena jika target tak tercapai, pemecatan jelas akan menghantui malam-malam panjangnya. Tantangan menejemen terhadap beban target, akan merangsang otak dan juga pikirannya untuk selalu mencoba dan mencoba hal baru, jika metode lama tidak kunjung menghasilkan perform yang maksimal. Silakan bandingkan dengan karyawan kedua, yang bekerja tanpa adanya KPI. Bahkan masuk kerja atau tidak, kemungkinan tidak ada masalah. Meski akhir-akhir ini beberapa instansi gencar mereview karyawan, bahkan instansi pemerintah pun ikut memberikan target, namun target yang dibebankan kadang bukan merupakan target yang secara angka masih debatable. Bagi PNS, mungkin target yang diberikan seputar kecepatan proses pelayanan. Bagaimana jika seorang pegawai swasta, apalagi berada pada divisi marketing? Silakan dibandingkan daya kreatifitasnya.

2. Tidak Menyadari Kekurangan Yang Harus Diperbaiki
Berada pada zona yang sudah tertata, akan membuat pelaku tidak menyadari kekurangan apa yang harus diperbaiki. Bisa jadi, ini adalah buah pikir dari pegawai atau atasan sebelumnya yang bisa mendesign situasi yang tertata. Namun, perubahan adalah hal yang pasti. Jika terlena dengan situasi pada zona nyaman, kita tidak akan sempat membuat perubahan yang signifikan. Tentu saja, karena situasi telah sedemikian baik, kita hanya mengikuti rules yang telah ada. Kata orang, let it flow...

Kita ambil contoh sederhana.
Kemudahan teknologi telah demikian spektakuler. Berbagai fitur bisa memanjakan kita dalam urusan apapun. Bagi yang sedang membuat essay, skripsi, atau artikel, bukan hal yang sulit melakukan copy paste dan menjadi sebuah tulisan. Kenyamanan yang kita dapat dari teknologi membuat kita tidak perlu bersusah payah merangkai kalimat per kalimat sehingga menghasilkan sebuah tulisan yang menarik. Namun, apa yang kita dapatkan? Kenyamanan dari teknologi ini akan menghilangkan daya kreatifitas. Kebetulan sekali, bahasa verbal dan tulisan itu bisa berbeda. Tiap-tiap "orang" dianugerahi bisa berbicara. Meski, beberapa saudara kita bicara menggunakan bahasa isyarat akibat keterbatasannya, akan tetapi tidak semua orang bisa menulis sebuah tulisan yang sarat akan makna. Apakah menulis itu sebuah hal yang mudah? Apalagi jika tulisan itu adalah tulisan orisinil tanpa plagiat?
Dengan kebiasaan men copy paste, kita tidak akan bisa menemukan kekurangan pada diri kita. Tentu saja, jangan berharap kita mampu menghasilkan tulisan berbobot dan sarat akan makna.

3. Tidak Perlu Berubah
Dampak lain dari zona nyaman adalah rasa yang menghinggapi "pencinta" zona ini sehingga merasa tidak perlu berubah. Apa yang perlu dirubah jika semua telah tertata? Mereka lupa bahwa perubahan selalu ada setiap waktu.

Bagi mereka yang menolak untuk berubah, ditakdirkam untuk punah. Karena bagaimanapun, kehidupan ini dinamis. Tentu saja, perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang positif. Amatilah sekeliling, atau diri kita sendiri, bahwa setiap waktu perlu ada yang namanya sebuah perubahan. Jika perubahan itu bukan perubahan pada sebuah sistem, setidaknya pola pikir yang harus dirubah. Stagnan pada sebuah situasi akan membawa kita pada penilaian yang rendah. Sudah barang tentu, orang yang memiliki value rendah menjadi target pertama yang sering disingkirkan.

4. Tidak Peka Terhadap Perubahan
Terakhir, berada pada zona nyaman membuat kita hanyut dan tidak peka terhadap perubahan. Kita bisa diumpamakan berada pada kapsul besar dan terjebak didalamnya. Padahal, sekeliling kita dituntut untuk melakukan perubahan agar terjadi proses perbaikan demi perbaikan yang nantinya hasilnya akan maksimal.

Masih berpikir bahwa berada pada zona nyaman itu selalu menyenangkan? Atau bila perlu zona nyaman diperluas agar lebih banyak orang-orang merasakan kenyamanan?

Lupakah kita bahwa sejak kecil kita sudah dipaksa keluar dari zona nyaman oleh orangtua kita? Dikandung selama kurang lebih 9 bulan, bukankah itu sama artinya berada pada zona nyaman? Tak perlu repot-repot sekedar untuk makan dan minum? Kita bisa mengambil nutrisi dari ibu melalui tali pusarnya? Apakah kita juga lupa bahwa setelah dilahirkan pun kita dipaksa keluar pula dari zona nyaman gendongan orangtua, saudara, bahkan kakek dan nenek? Kita dipaksa untuk bisa berjalan, meski harus jatuh bangun? Beranjak remaja kita juga dipaksa lagi keluar dari zona nyaman dan harus tidur sendiri lepas dari pelukan hangat orangtua kita? Dan seterusnya dan seterusnya.....




Salam
©skydavee...




sumber : hasil pemikiran sendiri
sumber gambar : google
Diubah oleh skydavee 13-09-2017 15:35
0
21.6K
121
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.