BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Presiden pilih rektor, cegah radikalisme atau intervensi pendidikan?

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo
Maraknya ideologi radikalisme yang merasuki dunia pendidikan membuat Pemerintah Pusat mengambil sikap tegas.

Sikap itu ditunjukkan dari rencana pemerintah yang akan menyusun kebijakan pemilihan rektor perguruan tinggi negeri (PTN) yang melibatkan rekomendasi langsung presiden. Atau dengan kata lain, presiden akan turut andil dalam pemilihan rektor perguruan tinggi negeri.

Kamis (1/6/2017), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo menjelaskan, mekanisme pemilihan akan tetap dimulai dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) dan kementerian terkait lainnya.

Setelah itu, nama calon rektor akan diserahkan kepada presiden untuk kemudian dikonsultasikan sebelum diputuskan. Skema ini jelas menambah proses pemilihan rektor yang sebelumnya hanya melalui Kemenristek Dikti.

Meski begitu, pemerintah nantinya hanya akan membuat penyesuaian mekanisme pemiliihan rektor. Sebab, selama ini sudah ada regulasi mengenai pemilihan rektor yang sudah digunakan.

"Hasil komunikasi kami dengan Pak Mensesneg, Presiden, dan Menristek Dikti kami kira sudah keputusan terakhir, harus dari Pak Presiden," ujar Tjahjo dalam Tribunnews.com.

Tjahjo mengatakan, kebijakan ini bertujuan agar ada satu keutuhan dalam pemilihan rektor. Pasalnya, salah satu alasan kebijakan ini muncul untuk mengantisipasi maraknya ideologi radikalisme yang masuk ke kampus.

Selain itu, hal ini ditempuh supaya keputusan apa pun yang menyangkut politik dan pembangunan bersifat utuh dari pusat hingga daerah. Sehingga, tercipta integrasi bangsa di semua lini.

"Memang Menristek Dikti sudah menyampaikan bahwa rektor harus bertanggung jawab terhadap kondisi itu. Namun, dalam proses penyeragaman saya kira harus presiden," sambungnya.

Kebijakan ini pun menuai pro kontra. Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI), Asep Saefuddin menilai, pemilihan rektor sejatinya tak memerlukan keputusan presiden, sebab keterlibatan pemerintah sudah diwakili oleh Menristek Dikti.

"Sebenarnya kan yang penting Menteri sudah ada arahan presiden, tapi tak tertulis aturannya, tak masalah," ujar Asep pada Republika.co.id.

Dalam Permendiknas Nomor 24 Tahun 2010 diatur mengenai tata cara pemilihan rektor yang mellibatkan suara Menteri dan anggota senat. Perbandingannya, yakni 35 persen Menteri dan 65 persen anggota senat, terdiri atas rektor, para wakil rektor, dekan, para wakil guru besar, wakil bukan guru besar, dan ketua lembaga dalam masalah akademik.

Dari aturan tersebut juga disebutkan, dalam proses pemilihan, perguruan tinggi akan menyerahkan tiga nama calon rektor pada kementerian dan lembaga terkait untuk dilakukan penelusuran rekam jejak.

Asep memaklumi bila pemerintah memiliki kekhawatiran akan masuknya ideologi radikalisme dalam kampus, sebab celah untuk itu cukup banyak.

Banyaknya urusan administrasi dan akreditasi yang menyita waktu para pemimpin perguruan tinggi membuat perhatian terhadap pembinaan mahasiswa menjadi minim.

Namun, hal itu tak mengartikan pemerintah berupaya mengembalikan masa represif seperti dulu, melalui Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). "Rektor paham mana yang seharusnya dijalankan sesuai ideologi Pancasila," tutupnya.

Kritikan senada juga muncul dari pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, yang bahkan menyebut keterlibatan presiden dalam pemilihan rektor adalah kemunduran bagi dunia akademis dan demokrasi bernegara.

Jika hal ini terjadi, maka bukan hanya terjadi praktik politik masuk kampus yang berlebihan, tetapi juga bentuk paling nyata dari keinginan pemerintah mengontrol kebebasan kampus. "Tidak ada lagi penyeimbang pemerintah. Intervensi ini jelas mengerdilkan demokrasi kita," ujar Hendri dalam Okezone.com.

Sebelumnya, Tjahjo mendapat kabar dari Menristek Dikti, Muhammad Natsir, akan adanya calon rektor dari perguruan tinggi swasta yang ternyata tergabung dalam ISIS. Baik Natsir pun Tjahjo tidak membuka siapa calon rektor dan perguruan tinggi yang dimaksud.

"Ya kalau pun cuma satu (kasus), tetap harus dicermati," tegas Tjahjo.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...nsi-pendidikan

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Pemukulan remaja di Cipinang dan rentetan persekusi

- Isi ulang e-money bakal kena biaya

- Sinyal tegas pemerintah untuk menjaga Pancasila

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
40.1K
374
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.id
icon
13.4KThread730Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.