dewaagniAvatar border
TS
dewaagni
Tim Penghayat: Pemerintah Tak Boleh Tentukan Bentuk Agama Warganya
Tim Penghayat: Pemerintah Tak Boleh Tentukan Bentuk Agama Warganya

Andi Saputra - detikNews





Orang asli Indonesia yang telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka dan jauh sebelum agama datang. (edy/detikcom).

Jakarta - Gugatan Penghayat Kepercayaan masuk babak akhir dengan menyerahkan kesimpulan yang disampaikan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka berharap agar Penghayat Kepercayaan bisa masuk kolom agama di KTP.

"Negara wajib melayani setiap warga negara secara setara -- sekalipun ada yang berpendapat bahwa setiap warga negara Indonesia wajib beragama -- pemerintah berdasarkan konstitusi tidak boleh menentukan bentuk dan karakter agama warga negaranya, apalagi kembali menstrandarisasi agama berdasarkan paradigma agama dunia," kata tim kuasa hukum pemohon dari Elsam dalam kesimpulan yang dikutip detikcom, Senin (15/5/2017).

Kesimpulan itu disampaikan kepada MK pada Jumat (12/5) kemarin. Sepanjang persidangan yang terbuka untuk umum sejak Oktober 2016, DPR tidak pernah mengirimkan perwakilannya untuk hadir di sidang.

"Kewajiban negara melayani warganya tidak dapat diartikan bahwa negara mewajibkan warganya beragama, sebagaimana yang terjadi pada masa 'komunisasi' dan 'budayanisasi' agama-agama selain agama dunia yang diakui," ujar tim hukum yang terdiri dari Ronald Siahaan, Muhammad Irwan, Judianto Simanjuntak, Sekar Banjaran Aji, Azhar Nur Fajar Alam dan Fatiatulo Lazira.

Menurut tim kuasa hukum, beragama adalah hak warga negara yang wajib dilindungi dan dijamin kebebasan beragamanya, dan dilayani hak-hak beragamanya. Warga negara yang beragama, tetapi tidak tertarik dilayani, tidak dapat dipaksakan untuk meregistrasi agamanya. Termasuk misalnya jika mereka tidak mencatatkan agama mereka di KK/KTP-nya.

"Tetapi terhadap warga negara yang menyatakan diri sebagai penganut agama (apapun itu), negara wajib mengakui, melindungi dan menjamin kebebasannya, serti melayani hak-hak beragamanya," cetus tim penasihat hukum.

Baca juga: Ketua MK: Kenapa Agama dari Asing Diakui, Kalau dari Leluhur Tidak?


Uraian tersebut di atas membuktikan pemerintahan harus mengatasi problem diskriminasi dan kriminalisasi atas nama agama yang telah berlangsung sepanjang sejarah Indonesia. Menurut tim, negara sepatutnya sudah mendeteksi warga negara yang telah menjadi diskriminasi dan kriminalisasi atas nama agama (dunia). 

"Penelitian tentang agama-agama leluhur dan yang belum diakui sudah banyak dilakukan, termasuk oleh pihak kementerian agama sendiri. Agama leluhur dan agama yang belum diakui dengan demikian harus dimasukkan dalam peta definisi agama yang sedang dirumuskan," papar tim kuasa hukum.






Penganut agama-agama tersebut wajib dilindungi, dijamin kebebasannya dan dilayani hak-hak beragamanya. Mereka harus dipulihkan dari berbagai stigma sosial yang sampai hari ini masih mereka alami.

"Ada perlakuan berbeda bagi penganut agama yang diakui dan belum diakui (masih diberi label Penghayat Kepercayaan) dan dalam penjelasan UU a quo juga tidak menyatakan apa-apa, padahal ketentuan tersebut sungguh sungguh serius karena berpotensi kontradiktif terhadap unsur filosofis yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempetimbangkan padangan hidup, kesadaran dan cita hukum yang meliputi suasan kebatinan serta falasafah bangsa Indonesai yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UUD 1945," ujar tim hukum panjang lebar.

Para pemohon yaitu Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba dan Carlim. Mereka menggugat Pasal 61 Ayat 1 dan Ayat 2 UU Administrasi Kependudukan ke MK. Pasal tersebut berbunyi:

Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan. 






Pemerintah sendiri tidak mempertahankan UU yang diuji, malah mendukung pemohon dan meminta MK memberikan alasan konstitusional apabila kebijakan Penghayat Kepercayaan masuk dalam kolom agama di KTP.

"Pemerintah memohon pada Mahkamah Konstitusi untuk dapat memberikan pertimbangan konstitusionalitas atas pengaturan terkait kolom agama dalam rangka menentukan arah kebijakan yang lebih baik bagi pemerintah selaku penyelenggara negara," kata Mendagri Tjahjo Kumolo- Menkum HAM Yasonna Laoly dalam jawaban legal opinion yang dibacakan di MK. (asp/jor)

https://m.detik.com/news/berita/d-35...agama-warganya

Setuju dengan pernyataan ini, agama adalah urusan privat bukan urusan negara . Karena itu kolom agama di KTP perlu dihapus
0
3.1K
28
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.7KThread40.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.