BeritagarID
TS
MOD
BeritagarID
Wannacry dan kegamangan Badan Siber Nasional


Ransomware adalah salah satu dari sekian banyak jenis malware, program komputer jahat. Disebut ransomware karena program tersebut bisa menyandera data -atau bahkan perangkat- korban yang disasarnya. Jika ingin terbebas dari penyanderaan itu, si korban harus membayar sejumlah uang tebusan (ransom).

Jumat (12/5) lalu dunia digegerkan dengan serangan ransomware yang bernama Wannacry atau Wannacrypt. Ransomware ini menyandera akses ke perangkat dan data-data korban yang disasarnya. Akibat penyanderaan itu, korban tidak bisa mengakses perangkat komputernya dan sejumlah data yang tersimpan di dalamnya. Jika ingin terbebas dari penyanderaan itu, korban harus membayar beberapa ratus dolar Amerika Serikat dalam wujud Bitcoins kepada si penyandera.

Wannacry menjadi isu dunia karena sekala serangannya sangat luas. Menurut otoritas Eropa, seperti dikutip The Verge, sampai akhir pekan lalu dampak serangan Wannacry menjangkau 10 ribu organisasi, 200 ribu individu di lebih dari 150 negara. Ini adalah serangan kejahatan siber (cyber crime) yang sangat luas.

Meski pun jangkauan serangan Wannacry sangat luas, uang tebusan yang diperoleh oleh si penyerang konon tidaklah banyak. Si penyerang meminta tebusan USD300 kepada setiap korbannya. Namun, diyakini, sejauh ini si penyerang hanya memperoleh USD20 ribu saja.

Apakah Indonesia terdampak serangan ini? Ya. Kementerian Komunikasi Dan Informatika (Kominfo), seperti tertuang dalam siaran persnya, menerima laporan serangan ditujukan ke Rumah Sakit Harapan Kita dan Rumah Sakit Dharmais Jakarta.

Belakangan Rumah Sakit Harapan Kita membantahnya, sedangkan Rumah Sakit Dharmais mengkonfirmasi bahwa pihaknya menjadi salah satu korban serangan Wannacry. Meski pun menjadi korban serangan Wannacry, Rumah Sakit Dharmais menolak untuk membayar tebusan.

Sampai hari Senin (15/5) ini, menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), belum ada laporan mengenai serangan Wannacry di industri keuangan Indonesia. OJK sendiri pada Senin ini tidak mengoperasikan 31 layanan yang berbasis Internet

Belum ada laporan jumlah total korban Wannacry di Indonesia. Namun jelas serangan malware semacam ini bisa membuat situasi menjadi genting buat Indonesia. Tahun 2015, menurut lembaga Indonesia Security Incidents Response Team on Internet Infrastructure, Indonesia masih merupakan negara yang paling banyak menerima serangan malware: 26,27 persen dari keseluruhan serangan malware di dunia. Jadi, potensi dampak serangan Wannacry di Indonesia memang cukup besar.

Menjadi sangat wajar jika, pada momentum serangan Wannacry ini, Kemkominfo tampak sangat aktif menyosialisasikan ancaman serangan tersebut. Hampir semua kanal media sosial dipakai mendistribusikan informasi mengenai perlunya kewaspadaan dalam menghadapi serangan Wannacry.

Serangan Wannacry mengingatkan kita kepada pentingnya pihak yang bertanggungjawab atas pertahanan dan keamanan negara di ranah siber. Siapakah yang bertanggungjawab atas pertahanan dan keamanan siber Indonesia?

Kementerian Kominfo? Tampaknya tidak cukup. Pertahanan dan keamanan siber negara pastilah melibatkan banyak urusan dan bersifat lintas sektoral.

Kita pernah mendengar rencana pemerintah untuk menyiapkan satu badan yang bertanggung jawab untuk mengoordinasikan langkah-langkah yang terkait dengan pertahanan dan keamanan siber nasional.

Keinginan dan rencana pembentukan badan tersebut sangat kuat terdengar pada 2015. Presiden Joko Widodo saat itu disebut-sebut sangat ingin membentuk badan yang akan lebih serius menangani kejahatan dan ancaman siber. Tedjo Edhy Purdijatno, yang saat itu menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, sangat getol menyampaikan pentingnya lembaga yang disebut Badan Cyber Nasional (BCN).

Masalah keamanan di ranah siber selama ini ditangani oleh desk di beberapa kementerian dan lembaga negara. Gagasan pembentukan BCN pada 2015 itu diarahkan pada koordinasi dan integrasi dari upaya keamanan dan pertahanan siber nasional.

Pada tahun itu Kemenko Polhukam dan Sekretariat Kabinet bekerja bersama merumuskan sejumlah hal terkait rencana pembentukan BCN. Sejumlah simposisum terkait dengan keamanan siber juga digelar. Namun sampai akhir 2015 badan itu tidak pernah terbentuk.

Pada pertengahan 2016, Menteri Kominfo menyatakan bahwa regulasi yang menjadi payung hukum keberadaan badan tersebut harus selesai pada 11 Juli 2016. Tahun itu, lembaga tersebut disebut Badan Siber Nasional (BSN).

Terwujudkah? Tidak. Mundur lagi. Luhut Binsar Pandjaitan, yang saat itu menjabat sebagai Menko Polhukam, menyatakan proses pembentukan BSN akan selesai pada Agustus 2016.

Terwujudkah? Tidak. Sebulan kemudian, Presiden Joko Widodo memberikan sinyal bahwa BSN batal dibentuk.

Ketika terjadi perang informasi -berupa penyebaran kabar bohong, yang berlangsung bersamaan dengan Pilkada DKI Jakarta, pada awal 2017 pemerintah kembali menyebut-nyebut pentingnya membentuk BSN. Tapi kemudian tak terdengar lagi kelanjutan kabar keseriusan pemerintah dalam membentuk lembaga tersebut.

Maju mundurnya niat pemerintah untuk membentuk lembaga yang bertanggungjawab atas pertahanan dan keamanan siber nasional membuat kita ragu apakah pemerintah sungguh paham bahwa urusan pertahanan dan keamanan siber adalah nyata-nyata dibutuhkan saat ini.

Penyebaran kabar bohong (hoax), deface situs resmi dan serangan Wannacry seharusnya sudah cukup menjadi bukti bahwa pertahanan dan keamanan ranah siber perlu mendapat penanganan yang lebih serius dan terintegrasi.

Lembaga tersebut seharusnya nanti mampu mengintegrasikan berbagai upaya yang sudah dilakukan secara sektoral selama ini, sekaligus sungguh mengantisipasi berbagai dimensi baru terkait terkait pertahanan dan keamanan di era siber ini.

Lembaga itu sudah semestinya mengerti bahwa kejahatan dan perang siber tidak melulu soal infrastruktur keamanan; melainkan juga terkait keamanan dan pertahanan informasi, pengetahuan, dan ideologi negara.

Pemerintah tidak perlu menunggu jenis serangan lain lagi untuk membentuk lembaga yang yang bertanggung jawab atas hal tersebut.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...siber-nasional

---

Baca juga dari kategori EDITORIAL :

- Promosi hakim bukan kebetulan

- Penyelesaian kasus rasial, jangan terlalu lama

- Pengadilan Ahok belum selesai

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
1.8K
3
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.id
icon
13.4KThread723Anggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.