BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Jangan berharap SBY ikut bicara soal kematian Munir

Penghilangan dokumen TPF Munir, bukti ketidakseriusan menyelesaikan masalah.
Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) memerintahkan Kementerian Sekretariat Negara mengumumkan laporan akhir Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir kepada publik.

Itulah kesimpulan penting putusan sidang KIP Senin (10/10/2016). Majelis mengabulkan permohonan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) agar pemerintah mengumumkan temuan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus meninggalnya aktivis pembela hak asasi manusia. Munir Said Thalib.

Keputusan tersebut, tak bisa selekasnya dilaksanakan oleh pemerintah. Masalahnya, sejak semula, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Maupun Sekretaris Kabinet Pramono Anung, menyatakan dokumen TPF kasus munir tidak ada dalam lemari dua lembaga tersebut.

Itulah sebabnya, Staf Khusus Mensetneg Alexander Lay memaknai putusan KIP sebatas sebagai perintah kepada Kemensetneg untuk mengumumkan bahwa lembaga itu tidak memiliki laporan akhir TPF.

Selanjutnya Kemensetneg akan meminta presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, ikut menjelaskan keberadaan dokumen TPF tersebut. SBY dinilai bisa membantu mengetahui keberadaan dokumen tersebut.

Bila merujuk kronologi pembentukan TPF, memang pemerintahan SBY paling bertanggung jawab untuk mengumumkan hasil penyelidikan TPF Kematian Munir.

TPF dibentuk melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 111 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Munir, 22 Desember 2004. TPF terdiri dari 12 orang, bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Tugasnya membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melakukan penyelidikan secara bebas, cermat, adil dan tuntas terhadap peristiwa meninggalnya Munir. Masa tugasnya 3 bulan dan bisa diperpanjang 3 bulan.

Hal terpenting dalam Keppres tersebut ada di butir ke-9. Yaitu Pemerintah mengumumkan hasil penyelidikan Tim kepada masyarakat.

Setelah merampungkan tugasnya, pada 24 Juni 2005 TPF menyerahkan hasil penyelidikannya kepada presiden. Saat menerima dokumen, Presiden SBY didampingi Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra, dan juru bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng.

Tiga hari kemudian, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, mengumumkan dokumen TPF sudah didistrubusikan kepada pihak yang terkait dengan persoalan munir. Mereka yang dikirimi antara lain: Menko Polhukam Widodo AS, Kapolri yang Da'i Bachtiar, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, BIN Syamsir Siregar, Menhuk HAM Hamid Awaluddin, dan Panglima TNI Endriartono Sutarto.

Setelah acara seremonial tersebut, seolah proses penyelesaian tuntas kasus kematian munir berjalan dalam labirin yang bisu. Pembunuhan aktivis HAM tersebut terkesan hanya berhenti pada dipenjarakannya mantan Dirut Garuda Indonesia Indra Setiawan dan mantan pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto.

Dua orang tersebut, dalam persidangan memang terbukti terlibat dalam kasus terbunuhnya Munir di dalam pesawat Garuda Indonesia dengan nomor GA-974. Ketika itu Munir sedang menuju Amsterdam Belanda dari Jakarta, 7 September 2004.

Indra divonis 1 tahun penjara karena bersalah memalsukan dokumen penerbangan Pollycarpus. Sedang Pollycarpus, mantan pilot senior Garuda, dihukum 20 tahun. Perannya, sebagai eksekutor. Ia mencampurkan racun arsenic, ke dalam makanan Munir, yang mengakibatkan aktivis HAM tersebut meninggal.

Para penggiat HAM menyimpulkan pemidaan dua orang tersebut, sebenarnya baru kulit luar dalam kasus kematian Munir. Dagingnya belum kelihatan. Tidak terungkap dengan jelas untuk kepentingan apa kedua orang tersebut dalam kematian Munir. Keduanya tak pernah berurusan dengan aktivitas Munir.

Ada petunjuk keterlibatan negara dalam kasus ini. Setidaknya itu terungkap dalam dakwaan jaksa terhdap Pollycarpus. Jaksa mendakwa Pollycarpus melakukan pembunuhan berencana dan diancam hukuman mati. Motif pembunuhan adalah demi menegakkan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

Motif demi menegakkan NKRI ini, terkesan sangat berhubungan dengan serpihan hasil penyelidikan TPF, yang sempat terendus media di masa lalu. Ketika itu temuan TPF menyatakan pembunuhan Munir sebagai kejahatan konspiratif.

Nah siapa saja yang berkonspirasi dalam pembunuhan Munir? Juga, adakah indikasi keterlibatan negara atau pejabat negara dalam kasus tersebut? Itu lah yang diharapkan terjawab dalam dokumen penyelidikan TPF.

Namun SBY sampai 10 tahun kekuasaannya, tidak menjalankan amanat butir 9 Keppres yang ditandatanganinya ketika membentuk TPF. Yaitu mengumumkan kepada publik, hasil penyelidikan TPF.

Yang lebih menyedihkan, dalam sidang KIP, terungkap bahwa Kemensetneg maupun Seskab, di masa SBY, mengaku tidak menyimpan dokumen TPF munir. Hal itu yang diungkapkan Sudi Silalahi dan Yusril dalam kesaksian tertulisnya.

Hilangnya dokumen hasil kerja tim yang dibentuk melalui Keppres di lembaga keskretariatan negara, tentu sangat ironis. Itu menunjukkan betapa buruknya kinerja administrasi lembaga tersebut.

Apa boleh buat, kini KIP sudah membuat keputusan. Dengan keputusan tersebut, Pemerintahan Presiden Joko Widodo, tidak bisa mengelak dari kewajiban mengumumkan hasil penyelidikan TPF.

Presiden Jokowi, telah merespon keputusan KIP tersebut. Ia juga sudah meminta Jaksa Agung dibantu kepolisian, menelusuri kembali dokumen TPF tersebut. Bahkan memerintahkan untuk membuka kembali kasus tersebut bila ditemukan novum baru.

Semestinya bukan hal yang susah untuk mendapatkan dokumen TPF Munir. Ada tujuh lembaga yang diberikan dokumen tersebut, setelah SBY menerima dari TPF. Apakah di lembaga lain dokumen tersebut juga hilang? Bila iya, tentu lebih gampang untuk menyimpulkan bahwa pemerintahan SBY memang tidak serius menyelesaikan kasus terbunuhnya Munir.

Yang pasti, saat ini salinan dokumen hasil penyelidikan TPF Kematian Munir, masih ada yang menyimpan. Sekretaris TPF Usman Hamid, bersedia memberikan salinan dokumen tersebut, bila pemerintah membutuhkan.

Bola penyelesaian tuntas kematian Munir kini berada di tangan Jokowi. Keberanian Jokowi mengumumkan hasil penyelidikan TPF, akan menjadi ujian keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.

Bila pememerintah masih terus berkelit dengan hilangnya dokumen, maka sesungguhnya pemerintahan Jokowi tak beda dengan pemerintahan SBY. Tidak punya kesungguhan dalam menyelesaikan berbagai persoalan HAM.

Sekadar mengingatkan, salah satu janji politik pemerintahan Jokwi-Kalla, adalah menyelesaikan semua persoalan HAM di masa lalu. Janji itu tertulis dalam visi dan misi Jokow-Kalla huruf ff. Kasus HAM tersebut antara lain: Kerusuhan Mei, Trisakti-Semanggi 1 dan 2, Penghilangan Paksa, Talang Sari - Lampung, Tanjung Priok, sampai Tragedi 1965.

Bila kasus Munir yang notabene, dokumen, bukti dan saksinya relatif masih bisa dijangkau, tidak terselesaikan. Maka harapan besar masyarakat pemerintah bisa menyelesaikan kasus-kasus besar pelanggaran HAM yang saat ini masih menjadi beban sosial politik bagi bangsa Indonesia, mesti dikendorkan.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...kematian-munir

---

Baca juga dari kategori EDITORIAL :

- Isak tangis 12 menit dan pengakuan Jessica di depan hakim

- Empat Muslim berpengaruh dunia dari Indonesia

- Ahok minta maaf kepada umat muslim, apa kata netizen?

anasabila
tien212700
tien212700 dan anasabila memberi reputasi
2
16.7K
36
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.id
icon
13.4KThread730Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.