stoptheviolenceAvatar border
TS
stoptheviolence
Lari dari Erdogan, Hacker Turki Berlabuh di Jakarta
Lari dari Erdogan, Hacker Turki Berlabuh di Jakarta


Necati Yared Ozallari yang lari dari Turki sebulan sebelum kudeta mengaku dituding telah membocorkan dokumen-dokumen warga

Jakarta, CNN Indonesia -- Necati Yared Ozal menganggap keputusannya meninggalkan Turki pada 5 Juni lalu telah tepat. Pasalnya sebulan kemudian kudeta militer pecah di Istanbul dan Ankara, membuat dirinya sebagai seorang yang diincar pemerintah kian rawan.

Ozal mendatangi kantor CNNIndonesia.com pada Senin (5/9) dan mengisahkan pelariannya dari Turki dan berakhir di Jakarta. Dia mengaku tengah diburu karena dituding mencuri dokumen rahasia pemerintah.

"Saya sudah curiga, saya beruntung [kabur sebelum kudeta]," kata Ozal kepada CNNIndonesia.com.

Kisah hacker berusia 23 tahun ini dimulai ketika usianya menginjak 17 tahun. Ozal yang mengaku ahli di bidang komputer dan menguasai 12 bahasa pemrograman ini menemukan permasalahan keamanan di sistem jaringan pemilu Turki.

"Saya bisa melihat berapa banyak orang yang memilih seseorang, dan informasi pribadi warga Turki. Saya bisa tahu ada berapa orang di rumah mereka," ujar Ozal.

Saat itu dia mengunggah temuannya itu di situs pribadinya, membuatnya tenar dan dipanggil untuk wawancara di berbagai stasiun televisi. Wawancara pertama Ozal adalah dengan Samayolu Haber, stasiun televisi milik Fethulleh Gulen yang belakangan ditutup usai kudeta.

Akibat temuan di jaringan pemilu itu, Ozal banyak ditanyai soal apakah Erdogan telah mencurangi pemilu.

"Antara 2010-2012 saya diwawancara soal sistem pemilu, apakah Erdogan telah mencurangi pemilu atau tidak. Semua orang berpikir Erdogan telah curang, saya tidak menjawabnya. Saya tidak menentang Erdogan saat itu, dan saya bahkan memilihnya," ujar Ozal.

Saat usianya 18 tahun, dia kembali menemukan celah keamanan dalam sistem jaringan perusahaan air, gas dan listrik negara. Menurut dia seseorang bisa membayar tagihan tanpa uang dan bisa mengubah informasi pribadi pelanggan.

Akibat temuannya itu, Ozal mendapatkan tawaran pekerjaan di perusahaan tersebut dan beberapa perusahaan lainnya, namun dia menolaknya karena tidak ingin terikat.

Sepekan kemudian, dia ditangkap polisi atas tuduhan peretasan. Dia diinterogasi atas laporan dari perusahaan listrik, air dan gas negara karena dituding meretas wilayah mereka. Pengadilan memutuskan dia tidak bersalah karena bukti yang dihadirkan tidak cukup.

Ozal mengatakan perusahaan tersebut telah menuduhnya sebagai hacker dan memajang namanya di situs mereka.

Protes Gezi

Tahun 2013 saat terjadi protes Taman Gezi atas rencana Erdogan membangun pusat perbelanjaan, Ozal terlibat di dalamnya. Dia mengatakan, saat itu aparat bertindak sewenang-wenang dalam menghentikan aksi warga.

Namun yang mengherankan, tidak ada stasiun televisi yang memperlihatkan peristiwa dalam aksi "Occupy Turkey" di Taksim Square itu karena diblokir oleh pemerintah Erdogan. Sebanyak 22 orang dilaporkan tewas, dan 8.000 lainnya terluka dalam peristiwa itu.

"Saat itu televisi malah menampilkan soal penguin!" ujar Ozal yang sejak saat itu mengubah pandangannya soal Erdogan.

Ozal ketika itu berhasil meretas sistem penyiaran sehingga gambar yang dikirimkan oleh reporter dari Taksim Square namun tidak bisa disiarkan di stasiun televisi berhasil tayang di situs pribadinya yang saat ini telah ditutup.

"Ribuan orang menyaksikan siaran tersebut. Di Twitter, siaran itu disebar oleh banyak pesohor, mereka menyebut saya pahlawan dan memberikan selamat karena tidak takut memajangnya," ujar Ozal.

Semenjak saat itu, Ozal rajin menyuarakan protes di dunia siber terhadap pemerintahan Erdogan yang memberangus para penentangnya. Dia juga rajin mengungkap kelemahan jaringan, termasuk celah keamanan sistem pencari Facebook yang bisa mengungkap privasi pengguna.

Tindak tanduk Ozal dalam dunia siber masuk dalam bocoran WikiLeaks pada Juli 2016.

Pada tahun 2016, kasus pertamanya dengan perusahaan listrik Turki kembali diungkit usai banding.

Dia dinyatakan bersalah karena kemampuannya meretas bisa digunakan untuk tujuan yang buruk. Akhirnya dia divonis kerja sosial selama 3-5 bulan membersihkan penjara.

Bocoran dokumen

Sekitar April 2016, seseorang membocorkan dokumen berisi identitas warga di internet. Ozal mengaku tidak melakukannya, namun kebocoran ini membuktikan bahwa pemerintah tidak membenahi celah jaringan yang sebelumnya dia ungkap.

Menteri Transportasi Turki yang saat ini menjabat Perdana Menteri, Binali Yildirim, mengatakan bahwa kebocoran dokumen ini pernah terjadi sebelumnya dan mereka tahu siapa yang melakukannya. Ozal mengatakan bahwa Yildirim secara tidak langsung menuding dirinya karena dialah satu-satunya orang yang memberitahu pemerintah soal celah keamanan jaringan pemilu.

Akhirnya pada 5 Juni 2016 dia memutuskan untuk meninggalkan Turki karena takut akan nyawanya. Dia memutuskan menuju Jepang untuk mencari suaka.

"Di Turki, cukup dengan pemikiran bahwa kau menentang mereka atau berpotensi tidak bisa dikendalikan, maka itu sudah menjadi bahaya," ujar Ozal.

Ozal meninggalkan Istanbul dan seluruh kekayaan yang dimilikinya. Dia bekerja untuk beberapa perusahaan sebagai pekerja lepas teknologi informatika.

Dia memutuskan keluar dari SMA pada usia 15 tahun karena menurutnya sekolah itu membosankan. Akhirnya dia mengambil ujian persamaan dan belajar komputer secara otodidak.

Di Jepang, dia tidur di jalanan sebelum akhirnya dibantu oleh Japan Association for Refugee. Akhirnya dia ke Indonesia setelah merasa permohonan suakanya di Jepang tidak akan berbuah hasil. Dia sempat berada di Bali sebelum akhirnya ke Jakarta.

Ketakutannya semakin menjadi setelah kudeta pecah di Turki dan pemerintah Erdogan menyalahkan Fethulleh Gulen atas peristiwa itu. Puluhan ribu orang ditangkap dan dipenjara atas tuduhan terlibat Gulen.

"Saya sangat takut untuk pulang. Saya yakin nyawa saya semakin terancam saat ini," kata Ozal.

"Mereka mulai mengaitkan saya dengan Gulen karena pemunculan pertama saya di stasiun TV Gulen. Saya yakin pemilihan waktu kabur membuat saya semakin terlihat mencurigakan bagi mereka," ujar Ozal.

Rencananya Ozal akan mencari suaka ke Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. "Jika mereka tidak bisa memberi suaka, setidaknya saya minta perlindungan sementara," lanjut dia.

Selama di Jakarta, pria yang ingin disebut sebagai aktivis siber ini selalu membawa senjata listrik untuk jaga-jaga jika ada intelijen Turki yang menghampirinya.

Kini dia mengaku tidak berkewarganegaraan karena visanya telah habis September lalu. Saat ini Ozal yang melabeli dirinya sebagai Neo Hacktivist masih beraktivitas di internet untuk mendukung "kebebasan beropini dan berekspresi".

"Saya punya tim, dan kami adalah aktivis yang hanya fokus pada Turki," ujar Ozal.

Ozal telah divonis 2 tahun 3 bulan dalam pengadilan in absentia atas tuduhan pembocoran data publik di Turki. Dia mengatakan pengadilan atasnya masih terus berlangsung di Turki.

"Saya kira hukumannya akan menjadi seumur hidup," tegas Ozal.

sumber

sadis, Turki sudah berubah menajdi kediktatoran..emoticon-Matabelo

0
9K
85
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.