Kaskus

News

BeritagarIDAvatar border
TS
BeritagarID
Pemerintah dituding melakukan eksekusi mati ilegal
Pemerintah dituding melakukan eksekusi mati ilegal
Sejumlah kerabat dan keluarga mengangkat peti berisi jenazah terpidana mati kasus penyalahgunaan narkoba berkewarganegaraan Indonesia, Freddy Budiman ketika tiba dirumah keluarga di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (29/7/2016).
Pelaksanaan hukuman mati gelombang ketiga terhadap terpidana kasus narkoba terus mendapat kecaman. Kelompok pegiat Hak Asasi Manusia yang tergabung dalam jaringan masyarakat sipil menuding pemerintah Indonesia melakukan eksekusi mati ilegal karena banyaknya kejanggalan, kesalahan prosedur dan pelanggaran hukum.

Kejaksaan Agung mengeksekusi empat terpidana mati di Nusakambangan, Jumat (29/7/2016) dini hari. Keempat terpidana mati itu adalah Freddy Budiman, Michael Titus, Humprey Ejike, dan Cajetan Uchena Onyeworo Seck Osmane.

Jaringan masyarakat sipil terdiri dari kelompok pegiat Hak Asasi Manusia yang terdiri dari YLBHI, ICJR, Kontas, LBH Masyarakat, MaPPI FH UI, HRWG, Imparsial, ELsam, Migrant Care, The Habibie Center.

Dalam keterangan tertulisnya, jaringan masyarakat sipil menilai pemerintah melakukan eksekusi di tengah banyaknya kejanggalan kasus para terpidana mati. Kejanggalan ini kemudian terkonfirmasi dengan keputusan menunda eksekusi 10 terpidana mati.

"Meskipun pada dasarnya keputusan ini tepat karena kami yakin memang terdapat banyak kejanggalan sejak awal, namun hal ini menunjukkan bahkan Pemerintah sendiri mengakui adanya kejanggalan kasus-kasus tersebut," demikian dilansir laman Institute for Criminal Justice Reform.

Jaringan masyarakat sipil menganggap pemerintah melanggar setidaknya satu Undang-Undang dan Putusan MK No. 107/PUU-XIII/2015. Pemerintah melakukan eksekusi terpidana mati yang jelas-jelas dilindungi dalam Pasal 13 Undang-Undang Grasi. Tiga terpidana mati, Sack Osmane, Humprey Jefferson, dan Freddy Budiman sedang dalam proses permohonan grasi pada saat dieksekusi.

"Kami tekankan bahwa pernyataan Jaksa Agung yang menyatakan ada tenggat waktu dalam mengajukan grasi berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU grasi tidaklah mendasar, sebab berdasarkan putusan MK diatas, Pasal 7 ayat (2) UU Grasi telah dihapuskan!"

Jaringan masyarakat sipil juga menilai pemerintah sengaja menutupi segala informasi mengenai eksekusi mati. Keluarga dan pengacara tidak mendapatkan informasi pasti mengenai eksekusi mati sehingga hak para terpidana mati dipertaruhkan. Tidak ada daftar terpidana mati yang pasti sampai dengan eksekusi, sehingga para terpidana mati tidak siap dalam melakukan upaya hukum yang masih tersedia.

Pemerintah dianggap melanggar ketentuan UU tentang notifikasi yang mengisyaratkan eksekusi dilakukan 3x24 jam. Para terpidana mati diberikan notifikasi pada tanggal 26 Juli malam sehingga eksekusi seharusnya dilakukan pada tanggal 29 Juli malam hari, nyatanya, eksekusi dilakukan pada tanggal 29 Juli dini hari.

Jaringan masyarakat sipil juga menyoroti membengkaknya anggaran eksekusi mati hingga Rp7 miliar. "Hal ini mengkonfirmasi kecurigaan kami bahwa anggaran eksekusi mati memang rawan pelanggaran dan penyelewangan diakibatkan kesengajaan kesalahan prosedur seperti eksekusi gelombang ketiga ini bisa saja terjadi."

Untuk itu, jaringan masyarakat sipil meminta Presiden dan Jaksa Agung bertanggung jawab atas tindakan melanggar UU Grasi dan Putusan MK No. 107/PUU-XIII/2015. Presiden juga diminta membentuk tim independen guna melakukan peninjauan dan penelitian terhadap seluruh kasus-kasus terpidana mati akibat masih maraknya peradilan sesat yang tidak sesuai dengan prinsip fair trial.

Jaringan masyarakat sipil mendesak Presiden mengambil langkah moratorium eksekusi mati. Presiden juga diminta untuk menelaah dan mengkaji secara serius permohonan grasi terpidana mati. Grasi terhadap terpidana mati dapat dianggap sebagai komitmen atas penegakan hak asasi manusia.

Terakhir, jaringan masyarakat sipil meminta Presiden segera mencopot Jaksa Agung atas kinerja buruk dan kesalahan fatal dalam kinerja atas instruksi menjalankan eksekusi mati ilegal pada keempat terpidana mati.

Indonesia telah melaksanakan eksekusi pertama pada Minggu, 18 Januari 2015 terhadap enam orang terpidana mati yang keseluruhannya adalah warga negara asing. Eksekusi selanjutnya pada Rabu, 29 April 2015 terhadap delapan orang, satu di antaranya warga negara Indonesia.

Eksekusi mati gelombang ketiga sedianya berlangsung pada 2015, tapi urung karena alasan perekonomian nasional. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah tak akan melakukan eksekusi hukuman mati hingga perekenomian nasional membaik.

Eksekusi gelombag ketiga hanya dilaksanakan terhadap empat orang, dari 14 orang yang semula terdaftar. Jaksa Agung Prasetyo menyatakan, belajar pada eksekusi gelombang II, penangguhan eksekusi bisa saja diputuskan pada detik-detik terakhir jika ada pertimbangan yuridis dan non yuridis. Prasetyo tidak menyebutkan secara terperinci persoalan yuridis dan non yuridis tersebut yang menjadi dasar penangguhan itu.
Pemerintah dituding melakukan eksekusi mati ilegal


Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...si-mati-ilegal

---

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
6K
20
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.id
KASKUS Official
13.4KThread824Anggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.