BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Ketua Umum The Jakmania Richard Achmad: Mungkin saja Jakmania bubar

Usai pembekuan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dicabut dan Torabika Soccer Championship (TSC) berjalan, perilaku suporter ternyata belum berubah, mereka masih saja anarkis. Kasus teranyar adalah ricuh The Jakmania, pendukung Persija Jakarta.

Ricuh terjadi di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, pada Jumat (24/6/2016), yang membuat empat polisi luka-luka dan seorang pedagang meninggal di lokasi. Namun penyelidikan sementara mendapati si pedagang meninggal akibat epilepsi.

Kerusuhan bermula saat seorang The Jakmania menerobos pagar pembatas ke lapangan kala Persija tertinggal satu gol dari Sriwijaya FC. Akibatnya pertandingan berhenti sesaat. Tapi ketika dilanjutkan massa sudah tidak bisa diatur lagi, yang membuat pertandingan benar-benar dihentikan.

Sebelum kasus ini, di bulan Mei lalu, seorang The Jakmania, Muhammad Fahreza, tewas. Dia diduga dianiaya polisi. Tapi Ketua Umum The Jakmania Richard Achmad Supriyanto tak mau berspekulasi bahwa polisi dan kelompoknya saling menyimpan dendam. "Saya berharap kasus bentrok ini tidak terkait dengan penyerangan sebuah distro Jakmania di Rawasari," tuturnya.

Dalam riwayatnya, ricuh di GBK bukan kasus pertama Jakmania. Sudah sering, tapi selalu dapat ampunan dari PSSI. Perkumpulan suporter yang berdiri pada 1997 itu pun enggan disalahkan sepenuhnya.

"Karena mereka (fan) itu banyak juga Rojali, dan bukan anggota resmi," kata Richard ketika diwawancara Heru Triyono dan fotografer Wisnu Agung Prasetyo dari Beritagar.id di RIM Kopi Jalan Cilandak KKO No. 22, Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (28/6/2016).

Istilah Rojali merujuk pada penamaan Rombongan Jak Liar, yang diakui Richard, suka menyematkan citra negatif di masyarakat. "Rojali kadang tidak terkendali."

Imbas dari kerusuhan itu berbuntut sanksi keras. Komisi disiplin TSC memutuskan The Jakmania tidak boleh mendukung Persija selama enam bulan ke depan. Mereka diperbolehkan ke stadion asal tidak memakai atribut.

Menyadari kesalahan pihaknya, Richard minta maaf dan menerima hukuman tersebut. Ia mengaku telah mengevaluasi internal The Jakmania agar insiden berdarah itu tak terulang. "Kami juga akan bayar ganti rugi kericuhan GBK," katanya.

Dampak kasus ini membuat jam tidur Richard berkurang. Tak hanya tampak dari mood-nya yang naik turun saat wawancara, namun juga tampak bayangan hitam di bawah matanya, yang menunjukkan dia lelah. "Capek gue," tutur pria berusia 33 ini. Berikut petikan wawancara selama dua jam itu:

Ketua Umum The Jakmania Richard Achmad Supriyanto berpose usai diwawancara Beritagar.id di kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan, Selasa malam (28/6/2016).

Pengurus The Jakmania merasa bersalah atas terjadinya kerusuhan pekan kemarin?Di satu sisi kami memang salah. Kami pun mengakuinya dengan minta maaf ke publik, termasuk ke Sriwijaya FC dan polisi. Tapi di sisi lain, pertandingan di malam hari (melawan Sriwijaya FC) begitu memengaruhi psikologi penonton, sehingga terjadilah kerusuhan. Saya amat menyesali kejadian yang memang di luar kendali itu.

Melakukan tindakan-tindakan anarkis memang di luar kendali. Tapi kenapa bisa berulang terus?Begini. Kejadian ini adalah akumulasi dari persoalan suporter yang tidak pernah tuntas. Contohnya jumlah penonton di dalam stadion yang tidak sesuai dengan jumlah tiket. Saya juga ingin SOP (Standard Operating Procedures) dari operator jelas soal sistem keamanan. Kalau sudah kejadian, yang disalahkan selalu suporternya. Padahal dari kami juga banyak jadi korban.

Bagaimana bentuk pertanggungjawaban The Jakmania terhadap kerusakan material di seputar stadion?Kami sedang menghitung nilai klaim kerusakan mobil dan segala macam. Kita akan coba ganti rugi. Tidak cuma secara material saja, secara moral pun kami akan memperhatikan para korban, baik dari The Jakmania maupun polisi.

Anda sendiri sudah menjenguk Brigadir Hanafi, anggota Brimob Polda Metro Jaya yang jadi korban kerusuhan?Pasti akan gue jenguk, karena itu bagian dari nilai kemanusiaan. Tapi sementara, gue mau beresin dulu belasan teman-teman (The Jakmania) yang dirawat di rumah sakit. Ada perempuan memar, ada yang patah kaki, belum lagi korban akibat kasus penyerangan distro Crazy Orange.

Distro Crazy Orange diserang, ada dugaan itu adalah motif balas dendam polisi terhadap The Jakmania?Saya tidak mau berandai-andai.

Tapi aroma dendam tampak sekali ketika ada kabar sweeping Jakmania oleh 15 polisi pada Minggu (26/6/2016)--dua hari usai ricuh di Gelora Bung Karno (GBK)--sekitar pukul 03.00 WIB di Tebet...Biar Propam Polri (Profesi dan Pengamanan) yang menangani. Saya tidak mau berspekulasi.

Publik membaca rusuh di GBK kemarin adalah dendam atas kematian salah satu suporter The Jakmania Muhammad Fahreza terhadap polisi?Bisa saja, tapi faktor lain juga bisa. Persoalan suporter itu hanya tinggal tunggu meledaknya saja, yang kita tidak tahu kapan akan terjadi.

Apakah selama ini polisi bertindak represif terhadap The Jakmania--sehingga melahirkan dendam...Yang jelas kami selalu membuka ruang komunikasi dengan polisi. Bahkan kalau ada pelantikan koordinator wilayah (korwil) yang baru, selalu dihadiri polisi, lurah dan camat. Tidak ada masalah yang berarti.

Lalu kenapa suporter mengamuk ke polisi di GBK malam itu?Saat ini proses hukum soal kejadian itu sedang berjalan. Hormati saja prosesnya. Saya paham pihak keamanan pasti marah. Tapi percuma kalau sama-sama emosi, karena tidak akan ketemu solusinya. Pun, saya dan pengurus juga lagi fokus evaluasi internal.

Bentuk evaluasinya seperti apa...Pastinya konsolidasi. Kami akan ambil korwil yang pasti-pasti saja saat ini. Kalau yang tidak bisa diatur ya akan dilepas. Saat ini kami ingin cari kualitas, bukan kuantitas lagi. Kenapa? Agar semuanya bisa terkontrol.

Termasuk persoalan pendukung tanpa tiket yang masuk ke dalam stadion. Ini tiketnya dicetak 40 ribu lembar, tapi yang masuk bisa dua kalinya. Kami akan perketat soal ini dengan korwil.

Kok bisa sih tiket tak sesuai jumlahnya, yang menyebabkan penonton membludak?Gue enggak ingin bahas itu. Gue kembalikan lagi ke operator (PT Gelora Trisula Semesta). Kalau sistem keamanannya jelas, pasti ada penyaringan suporter di pintu masuk, dan bisa meminimalisir potensi-potensi kericuhan.

Tapi The Jakmania juga terkadang masuk begitu saja ke GBK dengan gratis di babak kedua. Bagaimana Anda mengaturnya?Dua hari sebelum pertandingan kami biasanya sudah koordinasi dengan polisi, pihak terkait dan lain-lain. Tapi terkadang hal-hal kecil saat pelaksanaan memang kurang diperhatikan. Tapi ini kan sudah kejadian, sama saja bicara ke belakang lagi, dan pasti bakal saling menyalahkan.

Dalam hal ini operator yang salah dong...Kita harus bicara solusi ke depan. Kalau ke belakang terus tidak akan selesai. Setiap ada kasus, bakal dimainkan, kemudian digoreng terus oleh media. Saya tidak ingin itu terjadi, dan saya harap semuanya cooling down dulu.

Ada tekanan dari pihak polisi terhadap kasus ini?Tekanan polisi sifatnya masih koordinasi. Gue dihubungi, diminta datang, dan lain-lain. Selama tiga hari pasca kejadian kepala gue blank, serta drop. Berpikir tentang ganti rugi, teman yang terluka, polisi dan juga konsolidasi internal.

Ketua Umum The Jakmania Richard Achmad Supriyanto ketika diwawancara Beritagar.id di RIM Kopi Jalan Cilandak Korps Komando (KKO) Nomor 22, Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (28/6/2016).

Polisi menyatakan satu suporter memulai provokasi di dalam stadion. Apakah The Jakmania punya versi berbeda?Kami masih mengoleksi data. Kronologi juga belum dibuat secara detail. Tapi patokannya adalah pertandingan berhenti pada menit 80, kemudian ada orang menerobos masuk ke lapangan dan memicu lemparan-lemparan dari tribun.

Siapa The Jakmania yang melakukan provokasi itu, apakah polisi sudah menangkapnya...Gue menerima informasi ia itu berasal dari Bekasi, tapi nama lengkapnya lupa. Saat kejadian itu gue lagi di luar stadion sedang menyortir penonton yang tidak memiliki tiket. Mereka kami dorong ke parkir timur. Eh malah gue terkepung dan dilempari batu. Di dalam stadion pun ketika itu sudah banyak gas air mata.

Bagaimana penyaringannya sehingga suporter bisa bawa batu-batuan, senjata tajam atau flare? Kami tidak bosan-bosannya melarang itu. Baik sebelum pertandingan atau saat pertandingan. Korwil pun biasanya juga menghimbau. PR-nya adalah banyak sekali pendukung yang datang dari luar Jabodetabek. Agak kesulitan juga mengontrol mereka. Ditambah lagi pemeriksaan di pintu masuk stadion yang belum maksimal.

Tapi kalau tidak niat rusuh, barang-barang terlarang itu tidak akan dibawa oleh mereka...Benar. Sebab itu sering kali gue minta ke The Jakmania untuk berubah. Dan beberapa sudah melakukannya. Yang jelas, Persija butuh dukungan mereka, dan mereka harus mau memperbaiki diri.

Menurut Anda Pemerintah perlu mengadakan intervensi ke suporter?Harus, yaitu Menpora dan federasi (PSSI). Bikin lah badan atau kelompok kerja untuk membina suporter. Sehingga kalau terjadi sesuatu lagi bukan suporter lagi yang disalahkan.

Kalau menyerahkan begitu, sepertinya The Jakmania lepas tangan...Enggak. Secara organisasi kami tidak pernah begitu. Kami tidak pernah meminta sesuatu dari Pemerintah, karena semuanya swadaya. Kami hanya ingin ada asosiasi atau badan suporter untuk wadah edukasi dan tempat konsultasi.

Kenapa tidak operator yang membina, apalagi mereka juga meraup keuntungan besar dari penjualan tiket dan sponsor?Operator memang berkewajiban sebenarnya untuk membina, karena ada dananya dari CSR (Corporate Social Responsibility) sponsor. Tapi itu juga belum dilaksanakan meski sudah pernah kami sampaikan juga ke federasi.

Selama ini pengurus tidak memiliki kegiatan edukasi untuk The Jakmania?Dalam seminggu ada dua kali kami melakukan pertemuan dengan korwil. Di situ nilai-nilai sebagai pendukung yang baik kami sampaikan. Misalnya sportivitas, soliditas dan lain-lain. Gue juga sampaikan ke teman-teman korwil agar memiliki pendamping seperti lurah dan camat. Sekarang sudah ada 62 korwil. Paling jauh di Indramayu dan Bandung.

Apakah ada sanksi bagi anggota yang melanggar?Dilihat dulu apakah pelanggarannya itu bersifat kartu kuning atau merah. Kalau tidak fatal ya misalnya dikurangi jatah tiketnya. Kalau berat, bisa sampai dibekukan status korwil-nya, bahkan diberhentikan.

Selama ini sanksi itu berjalan? Soalnya seperti tidak ada efek jeranya karena tetap saja rusuh...Tidak dipungkiri anggota The Jakmania itu umurnya belasan. Secara emosi masih labil. Tapi usaha perbaikan-perbaikan di internal terus ada.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono menunjukkan barang bukti saat rilis kerusuhan suporter sepak bola kesebelasan Persija Jakarta atau The Jakmania di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (28/62016).

Sudah berapa lama Anda mendukung Persija Jakarta...Di bawah tahun 2000 gue udah mulai menonton Persija. Hampir selalu melihat mereka bertanding di televisi atau stadion. Motivasi gue ya sebagai pelipur lara karena enggak kesampaian jadi pemain bola.

Ternyata, menonton itu lama-lama asyik dan akhirnya bikin komunitas di kampus Universitas Bung Karno. Kemudian dari komunitas itu saya malah jadi korwil The Jakmania.

Apakah dengan menjadi korwil Anda mendapat bayaran?Enggak. Ini adalah sebuah kecintaan dan militansi. Teman-teman itu sewa bis sendiri lho kalau nonton. Jadi, kalau harga tiket Rp50 ribu dan bis-nya Rp100 ribu ya satu orang mengeluarkan Rp150 ribu. Tentu tergantung jarak tempuh juga. Tapi ya itu, segala sesuatunya mandiri.

Bahkan ada sebuah keluarga rela menjual segala perabotannya untuk sekedar mendampingi Persija nonton di luar kota. Ada juga orangtua yang bayinya baru berusia sebulan dibawa tur ke Palembang.

Ekspektasi mereka apa sampai membela secara militan seperti itu?Cuma sebuah kecintaan. Itu saja.

Ok. Tapi apa yang menggerakkan mereka mendukung sedemikian rupa padahal prestasi Persija belakangan juga sedang tidak bagus...Kalau kami itu dalam posisi tidak pernah melarang orang untuk mendukung Persija. Contoh, di Kulon Progo itu ternyata ada 50-60 orang pendukung Persija. Itu asli sana, bukan pendatang dari Jakarta. Mereka punya rasa saja untuk jadi bagian dari The Jakmania. Belum lagi di Riau, Padang bahkan Papua.

Di beberapa kesempatan The Jakmania memang masuk forum suporter kenamaan dunia ultras-tifo.net. Jadi cukup dikenal juga di dunia. Termasuk kasus GBK yang kemarin.

Sebagai ketua umum tidak capek mengurusi The Jakmania yang dirundung kasus terus...Capek ya pasti. Tapi mengurusi organisasi itu selalu ada suka dan duka. Meski banyak tidak enaknya ya ini tantangan buat gue.

Dengan kasus terakhir di GBK kemarin itu apakah ada yang meminta Anda mundur?Sebelum kejadian di GBK itu juga ada. Baik dari internal dan eksternal. Ya begitulah organisasi, gue sudah cukup pengalaman. Sebelumnya gue juga aktif di KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) dan Gerakan Pemuda Ansor.

Tahun depan masa jabatan gue habis, tapi enggak tahu akan melanjutkan atau tidak.

Setahun setengah memimpin The Jakmania apa-apa saja perubahan yang Anda buat...Yang utama adalah penambahan korwil agar mudah berkoordinasi. Dari 58 korwil, saat ini sudah 62 jumlahnya. Saya ingin Jakarta harus lebih Persija, karena selama ini belum.

Apakah pernah berpikir akan membubarkan The Jakmania jika tidak ada perbaikan-perbaikan di dalamnya?Hal itu sebenarnya pernah diutarakan. Tapi yang punya hak adalah para deklarator atau pendiri. Sewaktu evaluasi kemarin dengan Persija, beberapa petinggi sudah ada yang menyinggung soal kemungkinan Jakmania dibubarkan. Ya mungkin saja dibubarkan. Tapi dengan syarat dalam kondisi yang sudah akut sekali.

Pada titik saat ini dianggap belum akut?Dalam konteks kasus GBK, The Jakmania memang layak dapat hukuman, tapi harus diyakini juga bahwa di internal kami juga masih proses menuju perbaikan-perbaikan.

Apakah Anda percaya anarkisme pendukung sepak bola di Indonesia bisa berakhir?Percaya. Setiap perbaikan kan tidak akan ada selesainya. Lihat saja Ahok (Basuki Tjahaja Purnama), sudah selesai belum atasi banjir dan macet? Belum kan. Ya sama saja dengan kami.Pernah mendapat teror?Sebenarnya saat ini (pas wawancara) gue enggak boleh sama teman-teman keluar sendirian. Masih panas situasinya (dengan polisi). Tapi ya saya tidak mau paranoid, meski beberapa waktu lalu ada juga intel datang ke rumah. Tapi dalam taraf sewajarnya. Mereka mau bertemu, gue ladenin.

Btw jelang Pilkada DKI Jakarta. Apakah ada partai yang merapat ke The Jak?Kalau sifatnya komunikasi ada. Tapi lebih dari itu belum. Kami sendiri memandang tabu soal politik, meski secara personal tidak dilarang. Tapi secara kelembagaan memang tidak boleh.

Apa bisa semua The Jakmania diawasi, termasuk Anda sendiri...Memang tidak. Tapi The Jak itu mata-matanya di mana-mana. Kalau tercium anggota yang lain bagaimana? Kalau di daerah sih memang lebih terbuka. Misalkan Arema, yang jadi lokomotifnya ya kepala daerahnya.

Di Jakarta tidak bisa seperti itu, karena tabu dengan politik. Hanya satu politisi yang bisa didengar dan dekat sama teman-teman The Jak: Sutiyoso.

Bukankah Sutiyoso yang menghancurkan Stadion Menteng, yang merupakan markas Persija?Memang, tapi lahirnya The Jak juga dibidani oleh dia.

Kalau dengan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama memangnya tidak dekat?Kami hanya dianggap perusuh oleh dia. Tapi gue tanya, apakah sebagai pemimpin dia pernah memberikan edukasi terhadap The Jak? Bahkan sampai hari ini stadion belum diwujudkan.

Ngomong-ngomong apakah dengan Viking (pendukung Persib) sudah damai?Masih proses, tapi dengan kejadian ini jadi tertunda lagi.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/bincang...jakmania-bubar

---

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
115.5K
639
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.id
icon
13.4KThread730Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.