• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Setelah Lulus Kuliah, Bekerja di Perusahaan yang Mapan / Start-Up? Cek Disini gan

zidniii
TS
zidniii
Setelah Lulus Kuliah, Bekerja di Perusahaan yang Mapan / Start-Up? Cek Disini gan
Quote:


Katanya nih, pekerjaan pertama adalah hal yang paling penting dalam menetapkan jenjang karier ke depannya. Kalau kamu rajin berorganisasi atau sudah memiliki pengalaman bekerja part-time saat kuliah, selamat! Seharusnya sih, mendapatkan pekerjaan yang baik tidak akan terlalu sulit untukmu. Bahkan bisa jadi, kamu akan kesulitan memilih, baiknya bekerja di mana. Apalagi adanya job fair membuatmu melihat beragam pilihan yang menarik. Di job fair, kamu akan menemui berbagai perusahaan, dari yang sudah mapan hingga yang namanya belum pernah kamu dengar.

Pada dasarnya, 'calon tempat kerjamu' terbagi atas dua kategori: perusahaan yang sudah mapan dan start-up. Contoh perusahaan yang sudah mapan di Indonesia adalah Toyota, Telkomsel, Pertamina, dan lain-lain. Tidak hanya dari segi usia perusahaan yang biasanya sudah mencapai puluhan tahun, tapi semua sistemnya sudah established. Sementara kalau kita bandingkan dengan start-up seperti GO-JEK, Tokopedia, Lazada, HijUp, Axioo (itu lho, jasa foto pre-wedding), dan ZettaMedia ini; tentu saja start-up tergolong masih sangat muda dan masih 'mencari' bentuk yang tepat dalam sistem pekerjaannya.

Lalu, baiknya melamar di perusahaan yang sudah mapan atau start-up? Simak artikel ini supaya kamu bisa mengambil keputusan dengan lebih mantap.


1. Akses Informasi


Photo credit: thenextweb.com

Ingin tahu tentang laporan keuangan, proyeksi bisnis di masa depan, atau program pemberdayaan masyarakat (CSR) dari perusahaan X? Gampang, browsing saja. Berhubung usia perusahaan ini terbilang sudah dewasa, mereka memiliki sistem informasi yang cukup terbuka dan mudah ‘dilacak’. Hal ini berguna bagi perusahaan itu sendiri, yaitu untuk membangun image sebagai perusahaan yang transparan, akuntabel, dan bersih. Kelebihannya, kamu bisa mengetahui tentang seluk-beluk perusahaan yang hendak kamu lamar. Kalau ada yang kurang sreg di hatimu, kamu bisa mengurungkan niat untuk melamar pekerjaan di sini.

Sebaliknya, kalau kamu melamar kerja di start-up, kamu mungkin akan mengalami sedikit kesulitan ketika mencari informasi tentang ‘perusahaan’ ini. Apalagi kalau kamu melamar pekerjaan yang terdengar asing, misalnya social media strategist, digital marketing analyst, dan lain-lain. Bersiap untuk diberondong pertanyaan oleh orang tua deh. Ketika saya bekerja di studio animasi, setiap ayah saya ditanya oleh kerabat, beliau hanya menjawab singkat, “bikin video” Video apa? Saya bekerja sebagai apa? Ayah saya langsung geleng-geleng kepala.


2. Proses Seleksi


Photo credit: smartertogether.telenorconnexion.com

Saya pernah melamar kerja di perusahaan besar di Jakarta. Ada setidaknya dua tahap tes psikologi yang harus dilewati sebelum masuk ke tahap interview. Ketika sudah berhasil lolos ke tahap interview, saya harus melalui sekitar empat-lima interview untuk kemudian mendapat kabar bahwa saya gagal menjadi karyawan di sana.

Sementara ketika saya melamar di start-up studio animasi terbilang cepat dan tidak ribet. Hal pertama yang saya lakukan adalah interview dengan CEOnya. Sesudah itu, ada semacam pra-kontrak yang harus saya periksa dan voila, saya diterima bekerja!

Meski demikian, semua fresh graduate tetap harus mempersiapkan diri sebaik mungkin. Bekali diri dengan latihan interview, membaca berita-berita terkini, dan kalau perlu, kamu bisa mempelajari Tes Potensi Akademik yang mudah didapatkan di toko buku.


3. Ragam Bentuk Penghasilan


Photo credit: huffingtonpost.com

Secara umum, perusahaan yang telah mapan punya lebih banyak tunjangan. Sebut saja: gaji pokok, uang transportasi, uang dinas, uang pensiun, asuransi kesehatan, tunjangan keluarga. Bahkan perusahaan yang pernah saya lamar menawarkan tunjangan kacamata sekali setahun! Makanya, kalau kamu melamar pekerjaan di perusahaan seperti ini, kamu bisa bertanya "Take home paynya berapa nih?" Bisa jadi, basic salary kamu tidak seberapa, tapi ketika ditambah tunjangan lain-lain, bisa kamu gunakan untuk beli tas bermerek yang sudah kamu impikan (tapi ingat menabung yaa!).

Sedangkan di start-up, penghasilanmu biasanya hanya berkisar pada dua hal, gaji pokok dan bonus. Lainnya, tergantung pada kebijakan start-up masing-masing. Ada juga start-up yang memberikan tunjangan komunikasi kalau para karyawannya bekerja secara remote (tidak harus hadir ke kantor). Namun begitu, gaji di perusahaan yang sudah mapan tidak selalu lebih besar daripada bekerja di start-up lho. Apalagi kalau start-up yang kamu lamar sudah cukup profitable dan punya banyak investor. Mereka siap memberikan gaji tinggi pada para karyawan karena ingin karyawan tersebut memberikan kontribusi dalam hal inovasi.


4. Persaingan dalam Menapaki Jenjang Karier


Photo credit: citratowers.com

Kalau kamu lulus dengan predikat cumlaude dan memiliki Curriculum Vitae yang cemerlang, bisa jadi kamu akan diterima sebagai management trainee (MT). MT akan dirolling pada berbagai tugas/divisi selama satu atau dua tahun untuk selanjutnya ditetapkan sebagai (calon) pemimpin perusahaan. Kamu akan menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang tidak mudah. Tapi, kalau kamu berhasil memenuhi target, kompensasinya bisa sangat besar. Kabar buruknya, jumlah karyawan yang mencapai ratusan atau ribuan, membuatmu harus berjuang lebih keras jika ingin dikenal oleh atasan.

Di start-up studio animasi tempat saya pernah bekerja sebagai marketing executive, saya sempat naik jabatan sih. Tapi, ‘loncatannya’ tidak seberapa. Walaupun saya punya peluang lebih besar untuk menempati posisi strategis. Kan, karyawannya hanya sedikit, bahkan tidak sampai 30 orang! Daripada bos saya mempekerjakan orang baru sebagai manajer, lebih baik mengambil karyawan yang sudah berpengalaman. Alhasil, kesempatan menjadi orang ‘kepercayaan’ lebih besar juga.


5. Hubungan dengan Atasan

Untuk kamu yang memilih bekerja di perusahaan besar, barangkali kamu akan jarang bertemu dengan CEO atau bahkan tidak pernah! Coba deh tonton reality show 'Undercover Boss' yang bercerita tentang para karyawan yang ‘diuji’ oleh bos mereka yang berpura-pura menjadi karyawan biasa. Jadi, kamu harus tetap bekerja sebaik mungkin karena kamu tidak tahu kapan bosmu tiba-tiba muncul dan mengevaluasi hasil pekerjaanmu.


Photo credit: fastcompany.com

Sementara di start-up, saya bisa tiap hari makan siang dengan bos. Melontarkan jokes dan menonton TV bersama sudah bukan kegiatan asing bagi kami. Kelebihannya, ketika ada masalah di kantor, kami sudah tidak canggung untuk saling membantu agar segera menemukan solusi.


6. Lokasi Kerja

Meski kamu melamar kerja di perusahaan multinasional, belum tentu kantornya di Jakarta. Kalau kamu memang disiapkan untuk menjadi (calon) pimpinan. Sangat mungkin kamu harus dipindahtugaskan di berbagai daerah di Indonesia atau bahkan luar negeri. Bagi kamu yang masih single, hal ini tentu tidak menjadi masalah. Tapi, kalau kamu sudah punya pasangan, siapkah kamu untuk LDR dengannya?


Photo credit: businessinsider.com

Start-up pun demikian, tidak semuanya berkantor di Jakarta yang identik dengan biaya hidup yang tinggi. Beberapa start-up terkenal di Indonesia berkantor di Yogyakarta, Bandung, atau Denpasar karena berbagai pertimbangan. Salah satunya adalah upah minimum regional yang lebih rendah daripada di Jakarta. Sebenarnya, hal ini juga merupakan alternatif bagimu jika kamu bosan tinggal di Jakarta. Kapan lagi bekerja ditemani suara deburan ombak di pinggir pantai di Bali? Jika kamu bekerja di start-up, kamu pun memiliki kemungkinan untuk bisa bekerja tak hanya di kantor saja, melainkan di mana saja kamu sedang berada, bahkan di rumah.


7. Suasana Kerja

Pada perusahaan besar ataupun start-up, suasana kerja secara umum dipengaruhi oleh usia sesama rekan kerja. Misalnya, teman-teman satu divisimu masih berusia di bawah 30an, tentu akan menyenangkan. Tapi, ketika kamu bekerja di perusahaan yang sudah mapan, kemungkinan besar kamu harus bekerjasama dengan divisi lain yang punya karakter jauh berbeda dengan divisimu. Contohnya, kamu anggota divisi marketing yang dinamis, sementara proyek kantor 'mengutusmu' untuk bekerja dengan divisi legal yang sedikit lebih serius. Makanya kamu harus tahu situasi dan kondisi saat berbicara atau bercanda. Hal ini juga biasa terlihat saat makan siang, di mana setiap karyawan biasanya ngumpul dengan divisinya sendiri. Setelah makan siang pun, ya harus langsung kembali ke tempat kerja masing-masing.


Photo credit: businessinsider.com

Sementara kalau kamu bekerja di start-up, kamu akan mengobrol dengan teman-teman dari divisi lain dengan sendirinya. Suasana kerjanya lebih cair dan tidak mengharuskanmu berada di meja kerjamu sepanjang pekerjaan bisa selesai. Kebanyakan start-up juga punya fasilitas yang 'berbeda' daripada perusahaan besar, seperti kasur/sofa (sekaligus jam tidur siang), berbagai permainan, dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk memotivasi karyawan untuk tetap fresh dan berpikir kreatif dalam bekerja.


8. Pakaian untuk Kerja


Photo credit: technical.ly

Ketika saya menghadiri interview kerja di sebuah start-up, saya mengenakan kemeja dan celana bahan. Kemudian, CEOnya muncul dengan kaos polo dan celana kargo selutut! Sempat kagok sih. Kemudian saya perhatikan jarang sekali teman kerja saya yang mengenakan kemeja. Di kantor pun, kami tidak memakai sepatu. Kalau kata orangtua saya, "Kamu mau kerja atau main ke mall?" Hal ini impossible untuk terjadi kalau kamu bekerja di perusahaan yang sudah mapan. Teman saya saja selalu menyimpan blazer dan sepatu hak tinggi di kantornya untuk persiapan kalau harus bertemu klien mendadak. Meski demikian, kamu tetap akan punya kesempatan untuk mengekspresikan diri melalui fashion style yang tetap sopan dan sesuai dengan tempat kerjamu.


9. Resign vs Bertahan


Photo credit: recode.net

Dengan image perusahaan yang kuat, penghasilan delapan digit, liburan tahunan keluar negeri, semua ini akan menjadi ‘ikatan’ bagimu untuk terus bertahan. Meski kamu merasa stuck dan ingin mencoba peruntungan lain, kamu akan merasa sayang jika melakukan pensiun dini. Ketika kamu memutuskan untuk berhenti bekerja pun, banyak orang yang akan bertanya-tanya, apa yang salah?

Sebaliknya, ketika kamu ingin bertahan di start-up, kamu harus bekerja keras dan siap memiliki job desk yang macam-macam, semua orang akan mengkritisi keputusanmu. Mereka akan memintamu berpikir ulang tentang perkembangan dirimu dan merekomendasikan perusahaan yang mereka anggap sudah mapan. Apapun keputusan yang kamu ambil, jangan sampai pendapat atau sikap orang lain membuatmu melupakan apa impianmu yang sebenarnya yaa.


Bekerja di perusahaan mapan atau start-up, keduanya tetap akan memberikan hal yang baik bagimu kalau kamu mencintai apa yang kamu lakukan. Manfaatkan pekerjaan pertamamu sebagai sarana menambah pengetahuan dan latihan, agar setelah satu-dua tahun bekerja, kamu bisa melangkah dengan lebih pasti. Selamat mencari pekerjaan!

Sumber Thread :
Trivia.id

Artikel yang sudah pernah Hot Thread nih gan :
Mari duduk sejenak dan kembali mengenang masa 90an

Cara unik mengekspresikan cinta dari berbagai belahan dunia

Agan anak pertama , tengah atau terakhir ? Yuk kenali pribadi agan dari urutan lahir

5 foto tragis hewan langka ini akan membuatmu lebih memahami makna hari bumi

Tak Selamanya Kisah Penyair Indonesia Seindah Puisinya
0
49.7K
265
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.4KThread81.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.