Hallo gan, udah lama nih gak ngaskus lagi. Tadi sampe hampir sejam ribet sendiri reset password karena udah lama lupa hehehe. Langsung aja nih gan sesuai judul ane mau sharing pengalaman ane ngeliput kejadian teror Bom Sarinah beberapa minggu lalu nih. Mungkin dari thread ini ane dapat berbagi sudut pandang ane yang menurut ane cukup menarik karena kebanyakan media-media mainstream memperlihatkan kejadian ini hampir mirip-mirip. Ane mau mengupas itu dari sudut pandang pribadi, mungkin lebih ke arah humanismenya hehehe.

Oh yah dilarang keras memperdebatkan siapa yang salah, setingan atau konspirasi dan kawan-kawannya di thread ini. Semua orang punya sudut pandangnya masing-masing, mari fokus ke galeri foto ane yang mungkin akan mengubah sedikit pandangan agan tentang kejadian teror waktu itu

copas dari tulisan blog ane di https://twutomo.wordpress.com/2016/0...ami-di-lokasi/

----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Seperti yang kita tahu beberapa tahun belakangan ini isu terorisme dan gerakan radikal kian santer. Terlebih di saat yang bersamaan gerakan terorisme Daesh atau yang biasa kita sebut Islamic State of Irq and Syiria (ISIS) lahir dan membesar menyebar teror. Yah meskipun saya akui pun sampai detik ini secara pribadi saya meyakini bahwa organisasi ekstrimis Islam radikal itu tak lebih dari boneka yang terlibat dalam konstelasi politik kepentingan Amerika di Timur Tengah. Tak lebih dari jual-beli sumber energi yang dibungkus cantik konflik Sunni-Syiah di negara-negara teluk sana. Sering kali saya jengkel dalam beberapa debat kusir mengaitkan urgensi kita, sebagai warga Indonesia (yang notaben-nya negara berpenduduk muslim terbesar dunia) untuk terlibat masuk ke dalam lingkar setan yang inti sebenarnya merupakan masalah politik dan kekuasaan. Namun awam dan naifnya sebagian besar masyarakat kita membuat isu ini berhembus kencang ke tanah air, apalagi lag-lagi dibungkus cantik isu agama. Mudah bukan?



Hmmm saya tidak mau membahas lebih lanjut topik di atas karena tiap dari kita pasti punya sudut pandangnya sendiri. Mari sama-sama hargai. Kembali lagi menyoal topik obrolan kita mengenai rentetan serangan teror di Sarinah, Jakarta, beberapa pekan yang lalu, dalam tulisan ini saya mencoba mengupas kembali apa yang telah terjadi dari kacamata saya, pewarta berita amatiran sekaligus mahasiswa yang “kebetulan” lewat dan beruntung bisa merekam detik-detik kejadian itu. Sebelumnya perkenalkan, saya Tommy Wahyu Utomo, mahasiswa smester tujuh dan anggota divisi humas DPM FIB UI (saat kejadian itu berlangsung). Oh yah sebelumnya saya ingin sampaikan bahwa dalam sistem kemahasiswaan kampus di Universitas Indonesia sendiri mengenal sistem dwi kepemimpinan bukan sistem kepemimpinan tunggal (senat mahasiswa) di tingkat universitas dan tiap fakultasnya. Dewan Perwakilan Mahasiswa (atau di beberapa fakultas disebut Badan Pengawas Mahasiswa) merupakan lembaga legislasi dan kaderisasi yang juga mengawasi lembaga eksekutif di bawahnya, Badan Eksekutif Mahasiswa. Fungsi saya sebagai divisi humas ialah bukan hanya sebagai penyalur informasi dalam dinamika kampus saja, melainkan juga mengenai isu yang sedang berkembang di masyarakat. Isu gerakan radikal seperti yang terjadi di Sarinah misalnya.

Part 1: Siang itu di Sarinah

Seperti yang kita sama-sama tahu, bom pertama meledak sekitar pukul 11.50 WIB. Bom dengan skala eksplosif rendah itu sukses menghancurkan pos polisi Sarinah dan membuat warga sekitar tempat kejadian justru malah ingin menyaksikan kejadian tersebut. Di saat yang sama saya baru bangun tidur dan justru malah mengetahui serangan teror tersebut bukan dari televisi, melainkan broadcast pesan singkat teman. Saat itu juga saya bergegas mandi dan membenahi peralatan fotografi saya yang untungnya selalu berada dalam keadaan siap. Saat itu masih libur kuliah, saya lebih sering menghabiskan waktu untuk kerja part time sebagai juru foto atau penulis lepas. Selang 30menit saja saya sudah sampai di wilayah Monas dan memarkirkan motor saya di sana karena radius 2KM dari tempat kejadian perkara steril. Hanya para pewarta, medis dan aparat bersenjata saja yang boleh memasuki wilayah tersebut. Oh yah, rumah saya di wilayah Pluit, Jakarta Utara. Untuk menyiasati macetnya Jakarta saya melewati banyak jalur alternatif agar sesegera mungkin sampai di sana.

Tempat pertama yang saya singgahi untuk mengambil momen ialah di jembatan penyebrangan orang beberapa puluh meter sebelum Gedung Sarinah (dari arah Monas tentunya). Dari atas jembatan juga terdapat beberapa teman-teman wartawan yang stand by juga warga sekitar yang ikut mengambil gambar dengan kamera ponsel masing-masing. Terlihat jelas bagaimana riuh dan ramainya situasi itu. Ada 79 gambar yang saya unggah di album flickr #KamiTidakTakut namun tidak semuanya saya cantumkan disini. Jadi silahkan klik dan lihat sendiri di album –> flickr.com/photos/derweise/albums/72157664942228250 . Berikut Foto-foto saya beserta keterangan yang saya cantumkan.

Ketika saya datang suasana ramai menyelimuti sekitar Gedung Sarinah. Akses jalan menuju 2km menuju lokasi disterilisasi hanya untuk aparat, medis dan pers. Bahkan mobil-mobil live broadcasting media pun harus rela berada 2KM dari lokasi. Sedangkan radius 50m hanya diperbolehkan untuk aparat polisi. Tim Gegana dan Densus 88 Anti Teror berada dalam gedung, aparat Polri dan TNI sebagai back up dan pengaman berada di luar.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------

MOHON BANTUANNYA GAN

Mohon agan-sista yang berkenan juga turut meramaikan kolom komentar foto-foto saya instagr.am/tw.utomo untuk kepentingan portofolio saya. Dalam beberapa bulan ke depan saya akan memberanikan diri melamar pekerjaan sebagai jurnalis travel di salah satu media yang cukup ternama dimana portofolio saya di sosial media (blog dan ig) juga akan dipantau sebagai barometer mereka melihat sudut pandang dan social skill saya. Mohon bantuan dan doanya yah gan-sis