Mungkin bagi sebagian dari agan-agan berita kasus JIS ini udah gak pernah kedengeran lagi.
Harus ditekankan juga bahwa kasus ini telah mencapai penyelesaiannya, dimana 2 guru JIS, Ferdinand Tjiong dan Neil Bantleman yang telah divonis bersalah telah dibebaskan oleh PT DKI. Ini beritanya gan:
Spoiler for Ini gan:
Dua Guru JIS Bebas dari Penjara Setelah Divonis Tak Bersalah
Jakarta, CNN Indonesia -- Dua guru Jakarta Internasional School (JIS) yang menjadi terdakwa kasus pelecehan seksual murid sekolah internasional akan dibebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, setelah putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyatakan keduanya tidak bersalah.
“Dalam putusan Pengadilan Tinggi pada 10 Agustus dinyatakan keduanya tidak bersalah. Ini suratnya, tanda tangannya asli dari Pengadilan Tinggi. Sekarang tim lawyer saya lagi ke Kejari untuk urus surat-suratnya. Nanti setelah salat jumat kita akan ke LP Cipinang," kata Hotman Paris Hutapea, pengacara kedua terdakwa, di PN Jakarta Selatan,Jumat (14/8).
Ferdinand Tjiong dan Neil Bantleman mengajukan banding atas keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pada April lalu Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman penjara masing-masing 10 tahun kepada kedua mantan guru JIS ini karena dinyatakan terbukti bersalah melakukan pelecehan seksual kepada muridnya.
Neil dan Ferdinant Tjiong dilaporkan oleh orang tua murid sekolah ini ke Polda Metro Jaya pada Maret 2014 dengan tuduhan melakukan pelecehan seksual terhadap anak mereka.
Sementara itu, Hotman Paris Hutapea mengatakan kasus pelecehan seksual yang menimpa kliennya merupakan rekayasa karena tidak ada bukti dan pembuktian yang lemah.
"Keputusan hakim Pengadilan Jakarta Selatan amburadul, masa Dubes Inggris datang melihat warganya dianggap bukti petunjuk. Salah satu dokter di Rumah Sakit Pondok Indah tempat korban melakukan visum mengaku korban tidak mengalami pelecehan seksual. Saat datang ke IGD juga cuma diperiksa satu jam, mana ada alat anuskopi di IGD. Di Singapura untuk anuskopi harus dilakukan bius total. Ketika dilakukan visum di RS di Singapura, Ibu Dewi bersyukur lewat Whatsapp setelah tahu anaknya bebas dari sodomi," katanya.
Hotman mengatakan, pihaknya sudah melaporkan beberapa orang ke Mabes Polri terkait rekayasa tersebut. “Tiga dokter dari RS Pondok Indah saat ini sedang diselidiki," ujar Hotman.
Berdasarkan surat laporan nomor LP/495/IV/2015/Bareskrim tanggal 15 April 2015 atas nama Fransisca Lindia Warastuti tertulis enam nama yang dilaporkan, dua nama merupakan orang tua korban DR dan TR.
Istri terdakwa Sisca Tjiong menyambut baik putusan hakim pengadilan tinggi yang membebaskan suaminya. Meskipun putusan tersebut dianggap terlalu lama.
"Akhirnya doa kami terkabul, waktu tahun setengah itu merupakan waktu yang lama untuk mendapatkan keadilan. Sejak awal saya yakin suami saya tidak bersalah," kata Sisca, sambil memegang kedua anaknya.
Sebelumnya, sekolah yang sekarang bernama Jakarta Intercultural School itu memenangi gugatan pencemaran nama baik yang diajukan DR, ibu AL, anak yang disebut seolah-olah korban sodomi, salah satu murid JIS di Pengadilan Singapura.
Dalam vonis putusan dengan nomor perkara 779 tahun 2014 yang diputus pada 16 Juli 2015, Pengadilan Singapura menyatakan bahwa semua tuduhan DR terkait tindak kekerasan seksual terhadap AL yang dilakukan oleh Neil dan Ferdi tidak terbukti.
Pengadilan Singapura juga mengharuskan DR membayar ganti rugi total sebesar Sin$230 ribu atau sekitar Rp2,3 miliar. Dari jumlah itu, DR harus membayar kepada Neil dan Ferdi sebesar Sin$ 130 ribu. Kemudian ganti rugi kepada JIS sebesar Sin$ 100 ribu, karena ulah DR dinilai telah merugikan sekolah. (rdk)
Mungkin juga bagi agan-agan juga mempertanyakan, mengapa pada akhirnya 2 guru JIS dibebaskan. Jadi ceritanya gini gan. Awalnya memang 2 guru JIS, beserta 6 petugas kebersihan (awalnya 7 petugas kebersihan, 1 tewas saat penyidikan) divonis bersalah dan terbukti melakukan tindakan pelecehan serta kekerasan seksual terhadap 3 murid TK JIS. Ini beritanya gan:
Spoiler for cekidot:
Guru JIS divonis 10 tahun penjara
Neil Bantleman -salah seorang dari dua guru Jakarta International School (JIS) yang diadili atas kasus pelecehan seksual- divonis hukuman penjara selama 10 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Kamis (02/04).
Pria berkewarganegaraan Kanada-Inggris itu dinyatakan bersalah melakukan pelecehan seksual terhadap beberapa bocah di sekolah tersebut dalam kurun Januari 2013 hingga Maret 2014.
“Terdakwa tidak mengakui kesalahannya atau mengungkapkan penyesalan dan meminta maaf atas perbuatannya yang merusak anak-anak di bawah umur secara psikologis,” kata ketua majelis hakim, Nur Aslam Bustaman, sebagaimana dilaporkan jurnalis BBC, Alice Budisatrijo.
Selain harus mendekam selama 10 tahun di penjara, Bantleman juga dikenai denda sebanyak Rp100 juta.
Bantleman mengaku tidak bersalah dan menyatakan akan naik banding.
Dalam persidangan terhadap Bantleman dan rekannya yang berkewarganegaraan Indonesia, Ferdinand Tjiong, tiga korban yang dihadirkan jaksa bersaksi bahwa terdakwa beberapa kali melecehkan mereka di lingkungan sekolah selama beberapa bulan.
Kemudian tiga saksi ahli psikolog yang juga dihadirkan jaksa menyebutkan pihaknya tidak menemukan adanya indikasi kebohongan pada kesaksian korban mengenai identitas pelaku.
Dua kasus berbeda
Sementara itu sejumlah bukti yang diajukan pengacara pembela tidak diindahkan hakim, termasuk keterangan saksi ahli bahwa anak-anak telah diberikan pertanyaan-pertanyaan tendensius yang mengubah cara pandang mereka.
Hasil uji Anuskopi yang dilakukan rumah sakit Women's and Children's Hospital di Singapura terhadap korban yang tidak menemukan tanda-tanda pelecehan seksual pun ditolak hakim.
Kasus pelecehan anak di JIS berawal pada Maret 2014 lalu. Kala itu, seorang murid di TK JIS diyakini dirudapaksa beramai-ramai oleh beberapa petugas kebersihan.
Orang tua murid mengajukan gugatan dan meminta ganti rugi US$12,5 juta terhadap JIS.
Kemudian pada Juni 2014 muncul kasus kedua, ketika orang tua murid mengklaim bahwa anak mereka menjadi korban pelecehan seksual. Kasus kedua inilah yang menjerat Neil dan Ferdi, dua guru di JIS.
Tidak lama kemudian ibu korban dari kasus pertama juga menyatakan bahwa Neil dan Ferdi melakukan pelecehan seksual terhadap anaknya.
Kasus berkembang dan nilai ganti rugi naik tajam menjadi US$125 juta.
Kata "terbukti" ini menjadi berbalik 360 derajat. Bukti yang menjerat para terdakwa adalah hasil pemeriksaan dari salah satu RS di Jakarta.
Hasil pemeriksaan awal, yang menyatakan 3 korban telah mengalami kekerasan seksual dan terbukti menderita herpes. Pemeriksaan awal tersebut dilakukan oleh RS Bhayangkara, yang menyebutkan bahwa korban positif mengidap herpes genital yang disebabkan virus herpes simpleks 2 (HSV-2). Tes tersebut yang dilaksanakan pada Maret 2014 mengemukakan hasil positif terhadap pembentukan antibodi IgM terhadap HSV-2 namun terbukti negatif untuk pembentukan antibodi IgG terhadap HSV-2.
Hasil pemeriksaan itu disangkal oleh Profesor Kevin Baird dari Universitas Oxford menyatakan bahwa tes IgM memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi dan tidak serta merta membuktikan bahwa MAK terinfeksi HSV-2. Selain itu saksi ahli dari Departemen Ilmu Kedokteran Forensik FK UI RSCM, Oktavinda Safitry, juga telah memeriksa korban, menyatakan bahwa kondisi korban normal dan tidak ada tanda bahwa anak tersebut mengalami kekerasan seksual. Women & Children's Hospital di Singapura juga menyatakan bahwa korban terbukti tidak mengalami tindakan kekerasan seksual, yang menjadi dasar putusan PN Singapura yang memenangkan gugatan pencemaran nama baik yang diajukan oleh JIS. INi beritanya gan:
Spoiler for Ini lagi gan:
Kasus di JIS, Dua Guru Menang di Pengadilan Singapura
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Jakarta International School (JIS), Harry Ponto, puas atas putusan pengadilan Singapura yang memenangkan gugatan perdata yang diajukan oleh dua guru, Neil Bantleman dan Ferdinant Tjiong, terhadap DR. Kedua guru ini dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap anak DR yang kala itu berusia 6 tahun, yang bersekolah di Jakarta International School.
Harry mengatakan pengadilan Singapura telah memberikan pertimbangan hukum yang sangat tepat. "Saat ini semuanya sudah terbukti. Dua guru dan JIS sama sekali tidak terlibat dalam kasus pelecehan seksual. Ibu korban hanya mencemarkan nama baik saja," kata Harry, saat dihubungi Tempo, Kamis, 30 Juli 2015. "Kami masih terus mengupayakan agar nama baik JIS dan dua guru yang saat ini dipenjarakan bebas."
Neil Bantleman dan Ferdinant Tjiong, dua guru di Jakarta International School (JIS), memenangi gugatan pencemaran nama baik yang dilakukan DR di pengadilan Singapura. Putusan dengan nomor perkara 779 tahun 2014 itu diputus pada 16 Juli 2015. Pengadilan Singapura menyatakan bahwa semua tuduhan DR terkait tindak kekerasan seksual terhadap anaknya yang dilakukan oleh Neil dan Ferdinant tidak terbukti.
Harry mengatakan sebelum membacakan vonis, pihak pengadilan Singapura kemudian mengecek kondisi fisik korban ke rumah sakit setempat. Hasilnya dalam lubang anusnya tidak ditemukan adanya luka bekas kekerasan seksual. "Pemeriksaan ini melibatkan seluruh dokter spesialis, berbeda dengan pemeriksaan yang dilakukan di Jakarta pada saat itu," ujarnya.
Harry mengatakan JIS dan Neil serta Ferdinant mempunyai alasan tersendiri melayangkan gugatan ke pengadilan Singapura. Pertama, kata dia, saat pertama kali DR menuding guru JIS melakukan sodomi terhadap anaknya, laporan itu berasal dari Singapura. "Jadi laporan pertama yang disampaikan ke media itu berasal dari Singapura. Itu awal pencemaran nama baik terjadi. Makanya, karena awal pencemaran nama baik berasal dari Singapura, sekalian kami menyarankan dua guru itu melayangkan gugatan di pengadilan Singapura."
Harry sadar memang pertimbangan majelis hakim di Singapura berbeda dengan pertimbangan hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat memvonis hukuman penjara 10 tahun kepada dua guru itu. Di PN Selatan, Neli dan Ferdinat terbukti melakukan sodomi terhadap AL. Sedangkan di Pengadilan Singapura, keduanya justru tidak terbukti.
"Memang dalam gugatan perdata dan pidana itu hal yang wajar terdapat banyak perbedaan," kata dia. "Yang pasti kan fokus kami saat ini adalah lebih kepada gugatan perdata pencemaran nama baik. Kalau pidana, kami sudah mengajukan banding."
Harry mengatakan putusan Pengadilan Singapura tidak akan dipakai sebagai bukti pengajuan banding. "Seperti yang kami bilang, bahwa dalam kasus pidana memang dia terbukti, dan sedang melakukan banding sudah berjalan tinggal nunggu proses. Kalau di Pengadilan Singapura kami hanya dari unsur perdata pencemaran nama baik saja."
Akibatnya, DR harus membayar membayar ganti rugi total sebesar 230 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp 2,3 miliar. Dari jumlah itu, DR harus membayar kepada Neil dan Ferdinant sebesar 130 ribu dolar Singapura. Kemudian ganti rugi kepada JIS sebesar US$ 100 ribu Singapura karena ulah DR dinilai telah merugikan sekolah tersebut.
Faktor lain yang membuat kasus JIS berbalik arah adalah tuntutan orang tua korban yang tidak masuk akal. Orang tua korban menuntut JIS sebesar 12.5 juta dolar, yang kemudian dinaikkan menjadi 125 juta dolar. (Salah satu tuntutan dengan jumlah tertinggi di dunia). Cekidot beritanya gan:
Spoiler for Cekidot gan:
Korban Pelecehan Gugat JIS 125 Juta Dollar
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim kuasa hukum korban kekerasan seksual AK (6) mengubah gugatan perdata pihak pengelola Jakarta International School (JIS) dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan (Kemendikbud) menjadi sebesar 125 juta dolar Amerika Serikat. Sebelumnya, gugatan hanya senilai 12 juta dollar AS.
Alasannya, pihak keluarga korban mengaku putranya mengalami trauma berat akibat kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan JIS itu.
"Anak saya (AK) menjalani terapi yang didatangkan dari Belanda. Sampai saat ini masih menjalani terapi," kata ibu AK, T di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, (28/5).
T juga menuturkan gugatan perdata dengan nilai 125 juta dolar AS untuk memberikan pelajaran terhadap lembaga pendidikan dan pemerintah.
"Meski nilai gugatannya besar, tapi tidak ada orang tua yang anaknya menjadi korban kekerasan seksual," tegas T.
Pengacara korban, Cinta Trisula merinci gugatan 125 juta dolar AS terdiri dari kerugian materiil sebesar 25 juta dolar dan kerugian immateriil senilai 100 juta dolar AS.
Sementara itu, pengacara JIS Harry Ponto mengaku terkejut nilai gugatan perdata yang diajukan keluarga korban.
Harry menyatakan pelaku pelecehan seksual terhadap AK bukan berasal dari pihak JIS, meskipun peristiwa itu terjadi di lingkungan sekolah bertaraf internasional tersebut.
Pada sidang perdana gugatan perdata itu, Hakim Ketua Aswandi memberikan kesempatan kepada pihak pengugat dan tergugat untuk menempuh jalan damai selama dua pekan.
Nah naiknya tuntutan orang tua korban ini makin nunjukkin kejanggalan kasus JIS ini gan. Gimana nggak, awalnya kasus JIS ini dituduhkan kepada petugas kebersihan yang berasal dari luar JIS. Seharusnya tuntutan diberikan kepada perusahaan petugas kebersihan, namun tuntutan malah dibrikan ke JIS. Terlihat jelas adanya niat menyuap dan pencemaran nama baik. Intinya memang seharusnya menyuap lembaga besar seperti JIS akan mudah. Namun dalam kasus ini tidak. Malah terhihat jelas adanya niat buruk dari orangtua korban.
Soal petugas kebersihan, seharusnya mereka bisa dibebaskan sama seperti 2 guru JIS, mengingat dasar hukum yang menjerat sama (Bukti pemeriksaan awal korban, yang notabene tidak valid).
Ane berharap aja semoga agan-agan sekalian ngerti dan thread ini bisa menjadi pencerahan terhadap kita semua. Semoga keadilan terus ada di bumi Indonesia!
Diubah oleh dnugs 13-11-2015 11:43
0
5.5K
Kutip
24
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!