UNTUK sementara, isu yang sejak berpekan-pekan lalu menempati peringkat paling atas di daftar populer: nilai tukar rupiah terhadap dolar dan pencopotan Budi Waseso dari jabatan Kabareskrim Polri, tertepikan.

Dua isu ini digeser oleh dua isu lain. Isu pertama sesungguhnya bukan baru. Bahkan sebenarnya, sejak kemunculannya terus membayang-bayangi isu rupiah dan Buwas. Hanya saja, bobotnya jadi lebih berat setelah didalamnya melibatkan Presiden Joko Widodo.

Presiden terbang ke Sumatera, tepatnya di Desa Pulo Keronggan, Pedamaran Timur, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Ia menerobos hutan yang tengah terbakar dan mengebulkan asap pekat bersama-sama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti.

Jenderal Gatot dan Jenderal Badrodin mengenakan pakaian dinas lengkap. Jokowi, seperti biasa, mengenakan kemeja putih lengan panjang yang digulung, celana kain warna hitam, dan sepatu olahraga. Ia hanya memakai helm, tanpa masker.

Isu kedua datang dari New York. Dari lobby gedung kurus tinggi berlapis beling milik multimilyuner Donald Trump. Hadir di sana Ketua DPR RI Setya Novanto, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon, serta sejumlah elite legislatif lain. Mereka berdiri di antara para simpatisan Trump, yang hari ini memberitahukan perihal perkembangan terakhir upayanya maju sebagai bakal calon Presiden Amerika Serikat lewat Partai Republik.

Belum kampanye, memang. Hanya temu pers. Akan tetapi, tidak dapat dimungkiri, di lihat dari sudut manapun dan kacamata apapun, temu pers ini merupakan rangkaian dari kerja politik Trump menuju Gedung Putih.

Isu ini melesat-lesat jadi perbincangan yang riuh. Titik tolaknya adalah etis tak etis, pantas tak pantas. Apakah etis, apakah pantas, seorang pejabat tinggi negara hadir dalam acara yang menjadi bagian dari agenda politik seseorang yang mencoba maju dalam pemilihan presiden di negara lain?

sumur http://medan.tribunnews.com/2015/09/...-setya-novanto