pasirjengkolAvatar border
TS
pasirjengkol
[HOT] Ketika Sepuh Berdebat dengan Nubi Mengenai Pasir
Di tengah panasnya pantai bulan kemarau, dua orang yang bertolak belakang secara usia, fisik maupun pengalaman duduk disamping meja kaju bertaplakkan koran. Menghadap pantai luas yang memanjang tanpa ujung. Bertepi garis biru seperti cawan yang diserbu semut. Ratusan manusia asik berjemur berbaris acak, sebagian lain asyik mencoba menghilangkan rasa panas di dalam lautan jernih yang berbalut pasir putih.

"Hot ya Mbah?" ujar si muda.
"Sudah sejak muda dulu, Nak Nubi," sahut si sepuh.
"Maksudnya apa Mbah?"
"Mbah memang sudah hot dari dulu, Nak Nubi."
"Oh."

Lalu hening. Hanya kicauan beberapa muda-mudi yang lewat masuk ke area mereka berdua. Terik terus membakar, membakar rasa penasaran si muda untuk mendapatkan pelajaran kehidupan di pantai ini. Tak ingin liburan musim panasnya kali ini hanya habis oleh melihat wanita muda minim busana. Ia bisa melakukannya nanti di depan laptop dengan wifi kampus.

"Mbah," kata si muda mencoba memecah keheningan.
"Iya Nak Nubi,"
"Saya ingin Mbah memberikan pelajaran kehidupan kepada saya!" pintanya santun.

Sepuh yang santun masih dalam ketenangannya. Matanya masih memandang jauh ke ujung cakrawala. Entah berpikir entah tak mendengarkan perkataan si muda. Ketaksabaran Nubi membuatnya ingin segera mengulang ucapan dia sebelumnya.

"Pasir," bisik perlahan si sepuh.
"Apa Mbah?"
"Pasir, Nak Nubi. Yang kamu injak saat ini."
"Ada apa dengan pasir, Mbah?"
"Panas," kata si sepuh singkat.
"Kemudian, Mbah?"
"Kecil," singkatnya langi.
"Lalu, Mbah?"
"Pasir itu panas dan kecil, satu butir tak akan berarti apa-apa."

Nubi diam, ia masih belum paham arah pembicaraan orang tua ini.

"Kamu tahu," lanjut si sepuh, "ada berapa butir pasir di dunia ini, Nak Nubi?"

Nubi diam, ia hanya menggeleng.

"Ada banyak, Nak" jawab si Mbah sendiri.

Nubi mulai panas. Makin tak sabar rasanya mendengar semua ucapan si Mbah yang menyebalkan.

"Serius dikit lah Mbah," protes kecil Nubi. "Jangan buang-buang waktu saya di sini."

Si sepuh menoleh sedikit ke wajah Nubi. "Kau ingin waktu mu di sini jadi lebih berharga, Nak Nubi?"
"Iya," suaranya dibuat sedikit keras.

"Pasir dan waktu," gumamnya pelan, nyaris tak terdengar Nubi. "Oh, jam pasir!" gumamnya kali ini lebih terasa di telinga Nubi.

"Coba kau ambil jam pasir di rak gudang, Nak. Rak paling atas sebelah jam dinding tua yang sudah mati. Ketika kau masuk dari pintu, mereka ada di sebelah kirimu," pinta si sepuh kepada yang lebih muda.

Nubi beranjak dari bangkunya menuju gudang yang terletak 20m di arah belakang mereka. Tak lama kemudian ia kembali dengan sebuah jam pasir tua. Kacanya masih bening walaupun ada beberapa noda kusam yang menandakan umurnya. Pegangannya terbuat dari kayu berwarna merah tua. Pasir-pasir masih terhampar di dasar jam. Ia pun meletakkan jam itu di atas meja, tepat di atas headline koran.

"Ada berapa banyak butir pasir dalam jam ini, Nak Nubi?" tanya si sepuh.
"Banyak," langsung dibalasnya pertanyaan tadi.
"Seberapa banyak?" lanjut lagi ditanyakan si sepuh.
"Aku tak tahu," kali ini ia diam tak bisa membalas.
"Sebanyak satu jam waktumu," jelas si sepuh.
"Kalau itu aku tahu, tapi tadi Mbah menanyakan berapa banyak butirnya."
"Betul, Nak Nubi," kata si sepuh, "tak semua hal bisa kau ukur secara detail. Penyetaraan dan penyederhanaan kadang kau butuhkan dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan."

Nubi terdiam. Jawaban si sepuh benar tapi masih belum bisa memuaskan keingintahuannya dia. Wajahnya memperlihatkan kegelisahan, dan kegelisahan itu sampai di ujung mata si sepuh.

"Kenapa, Nak Nubi? Sepertinya kau ingin sebuah pertanyaan exact seperti yang sudah diajarkan oleh dosen-dosenmu?"
"Kurang lebih begitu, Mbah. Aku telah didoktrin dengan pertanyaan-pertanyaan yang butuh jawaban pasti. Bukan jawaban yang mengambang seperti tadi.
"Aku ingin melatih logika ku, Mbah," sambungnya lagi.
"Baiklah," jawab si Mbah. Jemarinya memegang bagian atas jam pasir. "Kau tahu berapa berat pasir ini? Akupun tidak," jawab si sepuh sendiri. Ia kemudian membalikkan posisi jam pasir sehingga butir-butir pasir mulai berjatuhan teratur dan perlahan.
"Kini," sambungnya, "apakah kau tahu berat jam pasir ini?"
"Aku tetap tidak tahu, Mbah"
"Aku pun juga," jawab si sepuh yang justru membuat bingung si anak muda.
"Lantas?"
"Yah begitulah, kadang kehidupan tak memerlukan jawaban."
"Mbah, kau menghabiskan waktu ku saja." Pitam si anak muda naik.
"Baik Nak Nubi, cobalah kau bersabar.
"Aku memberimu waktu sebanyak butir pasir ini, agar kau bisa menjawab satu pertanyaan terakhirku." ujar si sepuh mencoba menenangkan Nubi.
"Yaitu, Mbah?"
"Duduk lah dahulu," pinta si tua kepada si muda.
"Katakan saja, Mbah," ujar Nubi tak sabar.
"Baik, baik. Ini pertanyaannya," si sepuh mengambil gelas minum dan menenggaknya dengan perlahan. "Manakah yang lebih berat, jam pasir ini sebelum ku balikkan atau ketika jam pasir ini sedang membuang waktumu yang berharga itu."

Mulut Nubi ingin segera menjawab, tapi si sepuh segera menahan dengan gerakan tangannya.
"Kau pikirkan dahulu sebelum menjawab pertanyaanku tadi.
"Jangan sia-siakan waktumu yang berharga itu dengan ketidaksabaran.
"Setiap butir pasir yang kau sebut banyak itu akan menjadi sedikit suatu saat, seperti itu pula sisa masa hidupmu,
"Kadang lebih baik merenung dalam suasana yang panas terik seperti sekarang, daripada menyesali perbuatan karena kau lalai saat harus mengambil keputusan,
"Saat ini kau menatap butiran pasir yang jatuh, itu lebih baik karena memang itu yang kau miliki. Jangan hiraukan pasir-pasir lain yang terhampar di sekitarmu. Itu bukan milikmu meskipun terlihat jauh lebih banyak"

Nubi tersentak, dan memilih kembali untuk duduk. Mencoba mencari jawaban pertanyaan si sepuh yang terlihat tampak sederhana.

Sementara butir demi butir pasir terus mengalir, dan mengalir meninggalkan rekan-rekannya di atas.

emoticon-Malu (S)
0
4.5K
50
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Can You Solve This Game?
Can You Solve This Game?
icon
2.9KThread2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.