maxcroozAvatar border
TS
maxcrooz
[Berbagi Cerita] How I started my clothing business
Sekedar sharing agan-agan sekalian,
ane punya bisnis clothingan yang ane mulai dulu pas ane masih kuliah. Mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi sebagian orang emoticon-I Love Kaskus (S) emoticon-I Love Indonesia (S)

Semua dimulai di tahun 2003, dimana pada saat itu ane sama sekali gak kepikiran kalau Crooz bakalan menjadi suatu bisnis yang terus berkembang sampai saat ini. Dimulai tanpa business plan, gak pake pinjaman dari bank atau dari manapun, bahkan tanpa dukungan orang tua karena harus selesai kuliah dulu baru boleh mikirin nyari duit emoticon-Takut (S)

Awal mulanya ane cuma miikir untuk memenuhi hasrat dan kebutuhan ane akan kaos / printed tshirt yang sesuai dengan selera dan standard ane. Karena boleh dibilang ane cukup pilih-pilih dalam memakai kaos, bahkan sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Kalo orang bilang.. passion ane emang di fashion dari jaman dulu.

Sedikit kilas balik, pada waktu SD ane paling suka memakai kaos-kaos bertema team basket yang diimpor langsung dari negeri Paman Sam, begitu juga topi snapback yang pada saat itu kalau “asli” pasti dilihat dari jumlah benang jahitan yang melintang di centong/brim topi itu (9 jahitan baru dibilang asli gan). Dan untuk merek kaos lokal yang ane sukai hanya merek Grifone Street Wear. Begitu beranjak SMP, ditengah trend surf wear (mambo, kuta lines, billabong dll.) yang melanda anak muda pada saat itu, ane malah milih untuk memakai clothingan yang dipake anak-anak skateboard kayak Fuct, Powell Peralta dll, dan ane juga mulai mengoleksi kaos-kaos band cadas yang beraliran hardcore/punk. Hampir setiap dua-tiga bulan sekali ane menyisihkan uang untuk mengirim wesel pos dengan uang dollar untuk order kaos merchandise dari band favorit yang ane dengerin waktu itu. Bisa dibayangin di jaman yang masih gagap internet, ane sampai bela-belain pesan kaos dari katalog yang berbentuk buku yang gak berwarna (very distribution), dan ngirim uangnya pun harus diamplopin lewat kantor pos dan uangnya dibungkus kertas karbon supaya gak ketauan dari luar, belum lagi barang baru datang another 2-3 bulan setelahnya. Sampai ke style fashion nya pun ane ikutin gan, sepatu Vans old-skool yang dipakai Ian MacKaye pada salah satu foto dalam cover albumnya Minor Threat gak ketinggalan ane order (dulu ane beli pas diskon harganya kalau di kurs in cuma +/- Rp30.000).

Pada waktu kuliah, kondisi udah mulai berubah. Nilai kurs tukar Rupiah naik drastis dari yang tadinya cuma Rp.2.000/US$ jadi lebih dari Rp.20.000/US$, harga kaos impor dan segala sesuatu yang berbau impor udah mulai gak terjangkau. Kaos-kaos dari jaman SMP & SMA pun udah mulai terasa gak nyaman, karena udah terlalu sering dipakai. Tapi mau beli kaos lokal rasanya gak ada yang cocok dengan gaya dan hasrat berpakaian ane. Disinilah mulai tercetus ide untuk membuat kaos sendiri supaya bisa cocok dengan style ane sendiri.

Ternyata bikin kaos sendiri gak semudah itu ya gan, mulai dari bagaimana caranya ngedesain sampe harus nyetak kaos dimana?

Ane mulai keliling Jakarta sampe ke Bandung, nyari kesana kemari, dimana yang bisa nyetak kaos hanya satuan? Ternyata, gak satupun tempat mau! Semuanya pasti ada minimal produksi, ada yang minimal 2 lusin sampe 5 lusin. Mau dikemanain sisanya, orang ane cuma mau buat satu desain satu kaos doang buat dipake sendiri, yah maksimal dua lah, satunya lagi buat cadangan emoticon-Big Grin

Untungnya ane keinget kalau punya tetangga yang suka bikinin kaos buat kegiatan rt/rw, ane tanya-tanya aja dimana produksinya, berapa jumlah minimalnya, dan kulitasnya bisa lebih bagus gak dari yang biasa dia bikin. Singkat cerita, akhirnya cocok, mulai dari jumlah dan harga masuk, kualitas pun bisa disesuaikan dengan keinginan.

Tapi masalah belum selesai, ane kan sekolah jurusan ekonomi, bukan sekolah desaiiiiinnn, gimana cara mau ngegambar desain ??? Apalagi kalo harus pake software desain, orang selama ini komputer cuma dipake buat ngetik di Word sama chatting di mIRC #dancepool hahaha.

Untungnya, pertemanan ane gak sebatas itu-itu saja (cukup gaul lah *sombong dikit gan emoticon-Stick Out Tongue), pas kebetulan ada teman yang cukup gape dalam mengoperasikan software desain seperti adobe photoshop dan corel draw. Dan pada suatu ketika teman ane lagi ada kerjaan desain, ane ikutan aja nginep di rumahnya dua hari dua malam sambil fokus ngeliatin dan belajar cara dia ngedesain sambil coba-coba praktek pas dia lagi istirahat. Jadilah ane seorang desainer dadakan dengan kemampuan minimalis buat pake program adobe photoshop dan corel draw.

Selama kurang lebih 3 bulan ane setiap hari terus ngulik kedua software desain itu, sambil terus latihan dan mencari referensi untuk desain kaos yang ane pengen. Kebetulan waktu itu ane lagi pengen banget kaos dengan gambar-gambar pop-art, yang memang masih jarang orang pakai.

Di waktu yang hampir bersamaan, ane juga baru bikin band dan lagi aktif-aktifnya promosiin band ane dengan segala macam cara, termasuk keinginan yang tinggi untuk bisa punya kaos merchandise seperti band-band luar yang selama ini ane pakai kaosnya. Ditengah-tengah semua anak band pada jaman ane pengen terlihat cool dengan memakai kaos band impor, ane malah mikir gimana caranya punya clothingan yang bisa dipake sama anak-anak band yang "cool" itu.
Setelah ngobrol-ngobrol sama Ariana, manager band ane yang juga kebetulan teman dari waktu SMA, akhirnya kita sepakat buat bikin clothing brand barengan sekalian bikinin kaos merchandise band ane itu. Berhubung kita berdua waktu itu masih anak kuliahan, modal yang kekumpul masing-masing cuma Rp.300.000,-.
Ane selalu mikir, paling enak mulai bisnis itu pas masih kuliah, tinggal ngirit uang jajan dikumpulin buat modal, jadilah bisnis, kalopun gagal masih bisa pulang ke rumah!

Emang agak bingung awalnya mau pilih nama apa, kita mau nama yang simple, mudah diingat, dan tidak memiliki artian dalam bahasa manapun, jadi gak mungkin sama dengan yang lain di belahan dunia manapun. Munculah ide nama CROOZ, yang sebenarnya berasal dari kata Cruise (dibaca: kro͞oz), yang diartikan dengan terus berlayar tanpa batas, jadi analoginya diharapkan brand akan long lasting. Tapi kata CROOZ sendiri secara harfiah tidak mempunya arti, dan diharapkan akan menjadi sesuatu yang sangat berarti setelah digunakan sebagai brand kita.

Modal 300rb + Semangat tinggi = CROOZ

Ini logo dan label pertama yang digunakan Crooz dalam kaosnya



yang kemudian berkembang menjadi ini


Berhubung tadi ane bilang kalau ane desainer dadakan dengan kemampuan minimalis, jadilah katalog desain pertama Crooz pada tahun 2003 seperti dibawah ini. Memang tidak mewah dan spektakuler, tapi ane pada saat itu percaya kalau yang penting segera dimulai, dilakukan dan dikerjakan tanpa harus menunggu ini dan itu. Ane sangat percaya dengan semangat D.I.Y (Do It Yourself) yang maksudnya jangan bergantung sama orang lain untuk mengerjakan segala sesuatu, kayak misalnya ngedesain ya kalo gak bisa dipelajarin sampe bisa, kalau ada semangat dan keyakinan apapun pasti bisa dikerjakan kok.

Spoiler for "design lawas tahun 2003":


Dan ini kaos merchandise band ane hehe


Begitu selesai semua desain-desain ini, mulailah ke tahap produksi. Ane dulu inget banget hampir setiap hari nongkrongin Cipadu (pasar bahan di daerah perbatasan Tangerang) buat nungguin bahan-bahan bagus sisa export, karena di Cipadu inilah bahan dengan kualitas export dijual dengan harga miring karena biasanya bahan-bahan ini adalah barang lebihan produksi pabrik yang diorder dari buyer luar negeri.

Enaknya tahun 2003 kayaknya belum ada clothingan yang main disana, beda banget sama sekarang ini, jadi dulu harganya murah banget, 1kg bahan kaos tuh cuma kena Rp25rb-30rb. Dari Cipadu, bahan ane bawa ke daerah Jelambar buat disablon, trus udah selesai sablon dibawa balik lagi di penjahit yang kebetulan di daerah Cipadu juga. Cipadu – Jelambar naik Vespa sprint tahun 76, bahan segembolan karung besar didudukin diantara pengemudi dengan stang vespanya, pokoknya kalau dibayangin perjuangan banget deh!

Jadi begini hitung-hitungannya dulu, harga 1kg bahan itu 30rb, satu kg itu bisa 4 dapet kaos, trus sablon per kaosnya kena 2.500, dan jahit sekitar 1.500 per kaos, ditambah printilan kayak woventag lable, pricetag dan packing plastik sekita 500. Jadi kalau ditotal, dulu modal 1 kaosnya itu sekitar Rp 12rb dan jualnya Rp60rb. Mantabh kaan!?

Memang pada awalnya lebih enak jualan hand-to-hand (dari teman ke teman), karena keuntungan pasti lebih maksimal dan bisa memutar modal lebih cepat, semua yang ane dan partner ane kenal pasti kita promoin dan minta supportnya buat beli produk kita, mulai dari sodara, temen kampus, temen tongkrongan, sampe dosen kalo bisa juga beli. Tanpa disangka-sangka, modal yang tadinya masing-masing cuma ngeluarin 300rb, selang 6 bulan sudah lebih dari 10 kali lipat. Dan pada saat itu, ane dan Ariana sama-sama komitmen kalau kita gak mau pake modal dan keuntungan kita sampai jumlah yang menurut kita sudah pantas kita nikmati hasilnya. Karena kita pikir, kenapa harus buru-buru pake uangnya, orang kita sama-sama masih dapet uang jajan waktu kuliah.
Tapi semakin modal berputar, semakin banyak stock barang yang bisa diproduksi, akhirnya kita memutuskan untuk mulai titip jual (konsinyasi) di toko-toko baju, yang pada saat itu lagi nge-trend istilah Distro.

Distro pertama yang menerima produk Crooz waktu itu adalah LOCAL SHOP(distro yang ada di aula FSRD universitas Trisakti), gak lama dari itu Crooz juga diterima di Locker (daerah Hang Jebat, Jakarta) terus di Cynical MD (Lamandau, Jakarta). Ketiga nama toko tadi itu legenda nya Jakarta, cikal bakal mulainya dunia per-clothingan di Jakarta! Trus kita juga mulai mencoba pasar di Bandung, alhamdulillah nya bisa nitip di 347 boardrider co. karena kebetulan Ariana sepupuan sama salah satu owner dari brand legendaris asal Bandung itu.

Ini beberapa desain lainnya di tahun 2003 yang jadi modal awal kita berputar dan berkembang sampai sekarang

Spoiler for check this out!:


Spoiler for Dan ini band Punk Rock temen ane yang dibuatin merch nya juga jaman awal dulu:


Setelah satu tahun berjalan dan memutar modal awal yang terbilang sangat kecil itu, kita memutuskan untuk maju selangkah lagi, kita harus buat toko sendiri! Karena dengan adanya toko, itu kayak pemanjat gunung yang menancapkan bendera di puncak tertingginya, kayak kucing yang mencakar pohon untuk menandakan wilayahnya, sesuatu yang ane pikir sangat penting untuk suatu usaha memiliki suatu “home base” yaitu ya toko itu sendiri. Kalo jaman sekarang istilahnya Flagship Store kali ya..

Ini salah satu momentum terberat gan, Crooz baru berumur setahun, modal terkumpul baru sekitar Rp20jt plus beberapa stock barang, ane sama partner sama-sama masih kuliah. Tapi sekali lagi gan, yang penting yakin dan yakin, where there’s a will there’s a way, selama kita berusaha segala sesuatu pasti ada jalan keluarnya! Dan akhirnya Ariana, partner ane, berhasil meyakinkan temannya untuk bergabung dengan kita, Tasya dan Rico, yang masing-masing nambahin modal Rp 3jt (waktu itu rasanya banyaaaakk banget gannn) berperan sebagai pemodal pasif, dan untuk urusan jaga dibantu sama sahabat ane yang udah kayak saudara, namanya Seto, dan sekarang juga menjadi salah satu owner Crooz.
Di tahun 2004, daerah idaman untuk sebuah toko itu disekitaran Lamandau- Barito situ, dengan PeDe nya ane coba mencari-cari dan nanya harga beberapa lokasi yang disewakan, mulai dari yang memang tempat usaha, sampe ke rumah dikontrakkan, bahkan mencoba mau hanya nyewa garasinyaaja. Hasilnya nihil, bahkan dengan tambahan modal Tasya dan Rico tadi, gak satupun tempat disana bisa kita sewa. Masalahnya bukan cuma biaya sewa, tapi biaya renovasinya juga akan gede kan, plus nantinya jadi ada biaya operasional dan tetap harus produksi. Aaaaargh pokoknya waktu itu puyeng banget deh.

Setelah usaha untuk mencari tempat di lokasi idaman pupus, akhirnya kita mulai realistis dan menyesuaikan dengan kondisi keuangan yang kita punya, dan mencoba meyakinkan diri kita sendiri kalau nanti brand kita besar, orang juga pasti akan ngejar dimanapun lokasi toko kita! Pokoknya yakin aja!

Alamat pertama yang ditulis sebagai alamat Crooz sebenarnya adalah rumah Ariana, di Jalan Soepomo-Tebet, yang tadinya kita pikir mau pake satu ruangan kecil di depan rumahnya buat jadi display room kecil2an aja, yang penting bisa nulis suatu alamat dikartu nama.

Tapi gak lama dari itu pas banget dapet info kalau saudara ada yang punya rumah cukup tua di daerah Durentiga, Jaksel, yang gak kepakai dan lumayan lama gak dihuni, tapi kebetulan letaknya dipinggir jalan raya, dan asiknya... lokasinya dekat dengan rumah ane hehe. Setelah coba diobrolkan, akhirnya kita bisa menyewa hanya sebagian kecil (Cuma ruang tamunya doang gan) dari rumah itu, dan sistem bayar sewanya pun boleh bulanan..... sangat sempurna!
Bener kan, where there’s a will there’s a way! Dan inilah cikal bakal Crooz Shophouse di tahun 2004 lokasi Durentiga #37 Jaksel, foto ini diambil beberapa bulan setelah toko buka. (Kalo agan pernah mampir ke durtig, sekarang ini yang posisinya dipake sama Circle-K)



Dulu ini masih ada pagar depannya gan, jadi tokonya agak tidak keliatan dari jalanan, kaca tokonya gelap karena asli dari bangunannya dan awalnya rumahnya kotooor banget. Memang terkadang kita harus bisa membayangkan segala sesuatunya dari pada saat masih raw, atau mentah, atau belum ter-olah, nantinya kalau kita kasih sentuhan kita akan bisa berubah menjadi apa, dan disitulah seninya. Karena kalau segala sesuatunya maunya dari udah bagus, udah jadi, ya pasti mahal. Dan kalau mulainya udah mahal dan modal besar, biasanya semangatnya justru yang kecil!

Sesaat setelah buka toko, masalah-masalah baru mulai bermunculan. Jam operasional toko dari Senin sampe Jumat, jam 12 siang tutup jam 7 malam, yang jaga Seto.Terus hari Sabtu dan Minggu gimana? Ya harusnya sih para owner yang jaga, tapi berhubung ane masih rajin2nya “gaul”, ya akhirnya kadang buka tapi sering tutup. Setiap hari pulang kampus bukannya langsung ke toko sendiri, tapi ane malah lebih sering mampir ke toko temen, namanya Gazelle, yang kebetulan sampai saat ini masih ada tapi udah agak berubah konsep dari jaman itu.

Seto termasuk yang berjasa meramaikan toko Crooz di awal2. Teman2 skateboarder dari kuningan perlahan diajak nongkrong di depan toko dan mulai bikin alat satu per satu, mulai dari rail, box, sampai banks. Anak2 sekolah sekitar juga satu per satu mulai nongkrong kalau pulang sekolah. Akhirnya toko punya kehidupan juga. Ane termasuk yang berpendapat, kalau punya toko, ane ga mau ngusir anak2 yang pada nongkrong dekat toko ane, karena mereka justru secara tidak langsung membantu promo toko ane, cuma memang musti disiapkan tempat nongkrongnya supaya gak malah menghalangi customer.

Spoiler for CROOZ Shophouse 2004:

Dari situ toko jadi lumayan rame, tapi bisa dibilang kondisinya masih “hidup segan matipun tak mau”, kayak mau buka usaha tapi masih asal2an gituh.

Trus pada suatu hari diakhir tahun 2004, ane lagi sholat jum’at di masjid kompleks rumah ane, dan kebetulan banget ketemu sama salah satu teman ane yang punya brand clothing Razzle, namanya Goro. Selesai jum’atan pun obrolan berlanjut, ternyata Goro ini berkantor disalah satu rumah di kompleks ane, dia bergerak di bidang Event Organizer yang katanya cukup sering bikin event2 sekitar Jakarta. Disitu ane pikir, kalo ane bisa sekantor sama orang2 ini pasti ane bisa banyak belajar nih. Ane coba kulik2 obrolan, mampir beberapa kali setelah itu, pokoknya akhirnya mereka mau pindah ke Durentiga berkantor satu atap dengan Crooz, nama EOnya adalah BRAINWASHED entertainment.

Orang-orang di Brainwashed ini lah yang menjadi guru ane, yang membuka pandangan ane dan koneksi ane jadi semakin luas, yang akhirnya membuat ane lebih serius menjalankan Crooz. Ane beberapa kali diceramahin sama mereka “Mau lo bawa kemana toko lo tong? Punya toko kok weekend tutup, mana ownernya nongkrong mulu di toko emo sana. Coba diseriusin sedikit lah, kalau butuh promo apa pasti kita bantu”. Dengan mereka ane coba magang jadi staff event, sampe akhirnya bikin event sendiri. Nih event paling pertama yang ane bikin, CHEER UP EMO KIDS



Dan Crooz store pun mencoba berbenah jadi seperti ini di awal tahun 2005.

Spoiler for CROOZ Shophouse 2005:


Ane berterimakasih sama abang2 yang ada di Brainwashed, tanpa arahan mereka dulu Crooz gak akan bisa jadi kayak gini. Dan orang-orang itu adalah Anggoro, Wendy Putranto (Rollingstone), Eric Qomarullah a.k.a. Kepoy (Sandy Sondoro management), Mario Yoke (Moeq2 Paper Gangster), Ay Aria (ex Straight Out), Mas Fima, Kevi, Mas Yudhistira, dan teman-teman The Upstairs yang selalu ada bersama mereka, Bang Jimmy, Gembil, Kubil, Alfi, dan Beni.

Abis ini, ane mulai cerita bagaimana cara ane berpromosi di awal tahun...
Segera ane update lanjutnya ya gan....
Diubah oleh maxcrooz 19-07-2016 03:14
0
31.3K
163
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Entrepreneur Corner
Entrepreneur Corner
icon
22KThread4.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.