V9PAvatar border
TS
V9P
[NEXT?JAMBAN PAK JOKOWI TLG DIJAGA]Warga Berebut Air Bekas Cucian Kaki Jokowi


Warga Berebut Air Bekas Cucian Kaki Jokowi

TRIBUNNEWS.COM, BANJARNEGARA - Setelah meninjau lokasi longsor, sepatu kerja pantofel milik Presiden Jokowi yang semula bewarna hitam mengkilat, berubah warna jadi coklat karena lumpur.
Jokowi pun membersihkan kaki dan sepatunya sendiri dengan menggunakan air yang sudah disiapkan di dalam ember oleh relawan.
Saat membersihkan lumpur di sepatu, jokowi pun tidak segan mengusap-usap kakinya dengan menggunakan tangan di hadapan ratusan warga yang saat itu mengerubutinya.
Selesai membersihkan sepatu dan tanganya menggunakan air bersih, Jokowi langsung naik ke mobil dan meninggalkan lokasi untuk menuju ke posko logistik.
Di sana dia menyerahkan bantuan berupa selimut kepada pengungsi.
Sesaat setelah Jokowi masuk ke dalam mobil, ratusan warga yang sudah berdesak-desakan untuk melihat lebih dekat orang nomor satu di negeri ini, langsung menyerbu sisa air cucian Jokowi untuk membasuh muka.
Mereka menganggap bahwa air bersih sisa yang digunakan Jokowi dapat membawa berkah.
"Alhamdulilah saya senang, bisa basuh muka saya dengan air bersih sisa milik Pak Jokowi. Ya semoga berkah. Sebab, Pak Jokowi adalah orang yang jujur, baik dan sangat penyabar," ujar Marnoto, warga Desa Pencil, Kecamatan Karangkobar, usai membasuh muka dengan air bersih sisa Jokowi.
Warga lainnya, Yuni (26) berharap setelah membasuh mukanya dengan air bersih sisa dari Presiden RI dapat mendapat keberkahan.
"Ya moga-moga aja nasib saya ke depan bisa sukses kayak Pak Presiden," kata dia.

TribunNEWS


KAKUS JOKOWI
Oleh: Ragil Nugroho

Karl Marx memperkenalkan istilah “bildung”. Apa itu? Istilah itu sudah lama sekali tak disebut. Bahkan dikalangan Kiri. Bisa dikatakan telah dilupakan. Hanya yang kuat membaca tulisan ini sampai selesai yang bisa memahami apa itu “bildung”.

Adegannya seperti ini:
Seperti biasa, pagi pagi Jokowi berak. Sebagai orang kampung dan ingin tampil ndeso, kakus di rumahnya bukan yang bergaya modern, tapi ala ndeso. Berbentuk persegi empat. Kanan kiri depan belakang ditutupi anyaman bambu. Alasnya terbuat dari bambu bambu batangan, ada lubang di tengah tengahnya. Penampungnya berbentuk galian sedalam 3-4 meter, ada di bawahnya. Ketika berak, tainya langsung jatuh ke bawah seperti terjun bebas: “Plung!”

Adalah Pramoedya Ananta Toer yang menggambarkan estetika berak dengan apik. Ia menuliskan dalam cerita pendek “Kampungku” sebagai berikut:

“Kawan, engkau sudah pernah dengar nama kampangku, bukan? Kebun Jahe Kober—500 meter garis lurus dari istana. Dan engkau pun sudah tahu juga, bukan? Got-gotnya diselubungi tai penduduk kampung.”

Yes! Ini masih persoalan tai. Tapi bukan berasal dari 500 meter dari istana seperti yang ditulis Pramoedya, melainkan dari dalam istana itu sendiri.

Di atas Jokowi berak,di bawah berkumpul para pendukungnya. Setiap berak keluar, “Plung!” Mereka segera berebut. Saling sikut dan tendang. “Plung!” Saling injak dan jegal.

Yang sudah dapat berak Jokowi kemudian menepi. Berak itu ia jilat jilat seperti anak kecil menjilati es krim. Setelah puas menjilati, lantas dimakan dengan rakus. Yang masih tersisa di tangan dijilati. Jari jari tangan dihisap hisap. Hingga bersih sama sekali sekali. Benar benar bersih. Tak tersisa secrit pun.

Ada pula yang menjadikan berak itu sebagaii bubur. Seperti yang dilakukan Jemek (bukan nama sebenarnya; mantan aktivis Kiri tapi bukan Kiri sebenarnya), misalnya. Berak yang ia dapatkan dari Jokowi kemudian dikumpulkan di dalam mangkok porselen. Diaduk aduk sampai rata. Ditambah air hangat agar encernya pas. Ditambah sambal bubuk sebanyak banyaknya. Lantas disantap pelan pelan. Dinikmati sesuap demi sesuap. Tentu saja sembari menenggak bir. Makyuss. Sesekali dihentikan oleh jeda untuk menghapus keringat di kepalanya yang botak. Setelah tinggal sedikit, mangkok diangkat. Disuprut sampai tandas. Agar tambah bersih, dasar dan pinggir mangkok dijilati.

Berak merupakan alegori untuk segala kebijakan yang dikeluarkan oleh Jokowi. Semuanya akan disambut suka cita oleh para pemujanya. Mereka berebut menjadi yang nomer satu untuk menyantapnya.

“Plung!” Mereka berebut berak Jokowi. Saling sikut dan tendang.

“Plung!”Mereka berebut berak Jokowi. Saling injak dan jegal.

Begitulah seterusnya. Inilah yang ditulis oleh Karl Marx dalam Manuskrif 1844 dengan istilah “bildung”. Kata ini sulit diterjemahkan. Sering diartikan sebagai “identitas” atau “menjadi dirimu sendiri” atau “perkembangan diri”. Marx menggunakan istilah itu untuk menganalisa kondisi buruh dalam masyarakat kapitalis. Akibat dihisap oleh kapitalisme, buruh kehilangan “bildung”.

Waktu para buruh habis untuk melayani tuan tuan pemilik modal. Tentu saja mereka menjadi kehilangan “identitas”, tidak bisa menjadi “dirimu sendiri”, tak mampu “mengembangkan diri.” Dengan kata lain, kaum buruh kehilangan kediriannya. Ternyata situasi ini juga dialami oleh para pendukung Jokowi.

“Plung!” Mereka berebut berak Jokowi. Saling sikut dan tendang.

“Plung!”Mereka berebut berak Jokowi. Saling injak dan jegal.

Mengapa para pendukung Jokowi bisa kehilangan “bildung”? Kalau para buruh mengalaminya karena dihisap oleh pemilik modal, pendukung Jokowi mengalamai itu karena, menurut Marx, akibat “tak punya pikiran”. Seperti yang dikatakan Marx, mereka tidak hanya bodoh, tapi tak menyadari apa tujuan mendukung Jokowi. Mereka mengira bahwa mendukung Jokowi adalah langkah yang terhormat. Mereka menggap diri sebagai pahlawan karena dukungan itu. Padahal itu semua terjadi karena mereka “tak punya pikiran.”

Wajar, ketika manusia “tak punya pikiran” maka berak pun akan disantap. Seperti sepasukan zombie, para pendukung Jokowi telah kehilangan “identitas”, tak mampu menjadi “dirimu sendiri.”

Saat manusia kehilangan “bildung”, ia telah berubah menjadi budak. Sebagaimana budak, ia akan tunduk kepada tuannya. Sebagai bentuk kepatuhan kepada sang tuan, berak sang tuan pun akan dimakan. Tapi sebutlnya ada yang lebih gawat ketika manusia kehilangan “bildung”, yaitu daya kritis.

Persis yang dialami pendukung Jokowi. Mereka tak memiliki daya ktiris lagi. Apa yang dikeluarkan Jokowi adalah kebenaran. Tak bisa dibantah. Suci. Harus dijalankan. Siapa yang kritis pada Jokowi adalah musuh yang harus dipukul sampai gepeng. Dengan begitu, mereka menjadikan Jokowi sebagai berhala. Diarak kemana mana. Digiring dari pesta ke pesta.

Jangan heran kalau yang terjadi kemudian:

“Plung!” Mereka berebut berak Jokowi. Saling sikut dan tendang.

“Plung!”Mereka berebut berak Jokowi. Saling injak dan jegal.



Maka inilah era ketika kakus Jokowi bersih tanpa bantuan penyedot wc. Para pendukungnya siap menyantap sampai bersih seperti ikan sapu sapu membersihkan aquarium.

Tentu saudara saudari dengan gampang bisa mengenal pendukung Jokowi. Tak usah diajak bicara. Bila orang itu berbau … Itulah pendukung Jokowi.

Oleh sebab itu, kalau tak mau seperti pendukung Jokowi yang berbau…, maka jangan sampai kehilangan “bildung.”

sumber

Semoga kita terhindar dari Berhala Jaman Baru..
Diubah oleh V9P 16-12-2014 20:10
0
5.6K
43
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.8KThread40.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.