morenotes02Avatar border
TS
morenotes02
Stand up Comedy dan Konspirasi
Yang satu membuat senyum merekah dan mengundang gelak tawa, yang lainnya membuat kening berkerut dan mengundang gunjingan dan kontroversi. Yang satu membawa ketenangan dalam pikiran, yang lainnya menghadirkan perasaan cemas, dongkol, kecewa, dan reaksi emosional negatif lainnya. Tapi keduanya adalah dua muka dari satu koin yang sama, yakni rupa dan ekspresi manusia. Itulah stand-up comedy dan konspirasi.

Yang tak banyak diketahui orang adalah mengapa begitu banyak stand-up comedian atau comic terkenal yang tertarik pada teori konspirasi atau ingin mendalami konspirasi? Adakah hubungan antara Stand-up comedian dengan konspirasi? Pertanyaan itulah yang diulas Robert Guffey dalam buku berjudul Cryptoscatology: Conspiracy Theory as Art Form (TrineDay, 2012).

Comic atau comedian dan para teoris konspirasi, sebagaimana diulas Guffey, ternyata memiliki kesamaan karakter. Keduanya sama-sama mendalami hal-hal yang dianggap biasa, normal, dan lazim, menggalinya dari angle atau sudut pandang berbeda, dan menampilkannya ke publik dalam wajah baru. Bisa jadi apa yang dipaparkan adalah sesuatu yang dialami, disaksikan atau dipikirkan oleh banyak orang. Tapi, para comedian dan teoris konspirasi mendalami unsur unik dalam setiap fakta, menggali ke esensinya sehingga menghasilkan kesimpulan berbeda yang menarik untuk disimak. Fakta, kebiasaan, jejak sejarah adalah bahan mentah yang kemudian diramu keduanya untuk kemudian dihidangkan kembali sebagai menu special. Yang satu mengundang tawa, yang lainnya memunculkan kernyitan di dahi.

Intinya, mengutip Guffey, baik comedian maupun teoris konspirasi menggunakan kaca mata berbeda, memasang kaca pembesar pada setiap jejak peristiwa sehingga menghasilkan “temuan baru” yang membuat pekerjaan mereka bisa tetap berjalan. Mereka diperkenankan melanggar norma dan nilai social kemasyarakatan, mereka bisa menerabas apa yang dianggap tabu oleh masyarakat. Hasilnya, kita pun tertawa atau menyadari bahwa apa yang disampaikan pernah hinggap dipikiran kita. Lantas, kita tertawa atau mengiyakan atau membantah apa yang disampaikan.

Mengulik-ulik kenyataan hidup individu maupun masyarakat dan menempatkan rahasia umum, tabu, norma pada urutan ke sekian menjadi pola umum comic maupun teoris konspirasi. Lihatlah Dzawin, peserta SUCI 4 yang dengan gaya jenaka mengulas fakta-fakta seputar kebiasaan penumpang KRL, termasuk sentilannya soal kebiasaan penumpang wanita. Penonton menyambutnya dengan gelak tawa. Berbeda dengan uneg-uneg tentang wanita hamil penumpang KRL yang disampaikan seorang remaja di Twitter. Kritikan publik langsung membanjiri akunnya.

Atau simak pula komentar sejumlah politisi yang menyerang kasus atau pihak yang berseberangan. Pernyataan mereka kerap mendapat serangan balik. Berbeda ketika kultwit dari akun @TrioMacan2000 mengungkap kasus-kasus yang sama. Ulasan mereka disimak orang dengan relatif tanpa tekanan.

Persamaan lain adalah bahwa fakta-fakta yang ditemukan oleh comedian dan teoris konspirasi perlu dipoles dan dirias untuk menjadi sajian yang mengena bagi para audiens masing-masing. Polesan itu bisa berupa bingkai yang membungkus deretan fakta terpisah menjadi jalinan cerita yang menarik. Bisa juga berupa fakta rekaan yang rasional maupun irasional atau kisah fiktif maupun item imajiner-spekulatif namun yang mungkin secara rasional, yang dengan sengaja disisipkan untuk membentuk alur cerita yang menarik dan hidup. Bandingkan kisah Abdur tentang kehidupan nelayan di kampung halamannya. Untuk menggambarkan mudahnya mendapatkan ikan di sana, Abdur menggambarkan (seolah-olah) ikan telah melompat duluan ke dalam perahu nelayan sebelum jala ditebar. Simak pula secara seksama sejumlah koleksi kultwit dalam chirpstory yang banyak mengandung isi spekulatif dan rekaan yang bertujuan merias kisah agar menjadi lebih menarik.


Situasi politik yang memanas pada beberapa bulan terakhir ikut berandil dalam bertebarannya cerita-cerita kontroversial dan pengungkapan kasus-kasus terkait tokoh nasional ke ruang publik melalui berbagai media dan teknologi komunikasi yang ada saat ini. Dibutuhkan kedewasaan sikap untuk menilai esensi dari cerita dan penyebaran kasus personal tersebut. Publik tentu sudah cukup matang untuk menilai cerita mana yang faktual dan mana yang imajiner. Masyarakat tentunya bisa membaca mana yang spekulatif-irasional dan mana yang berbasiskan data dan rasional, sebagaimana saat menikmati penampilan stand-up comedian atau comic.

Selengkapnya
- See more at: [url]http://www.siperubahan.com/read/834/Stand-upS E N S O Redy--Konspirasi#sthash.W5B8hSek.dpuf[/url]
0
1.7K
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.7KThread40.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.