- Beranda
- The Lounge
Mengenal Lebih Dekat Penyakit "Pedophilia"
...


TS
pengedargele
Mengenal Lebih Dekat Penyakit "Pedophilia"

Stop Pelecehan Seks Terhadap Anak ,
Mari Kenali Penyakitnya.
Selamat Datang

Quote:
Definisi & Arti Menurut KBBI
Quote:
Kata ini berasal dari bahasa Yunani: paidophilia (παιδοφιλια)—pais (παις, "anak-anak") dan philia (φιλια, "cinta yang bersahabat" atau "persahabatan. Di zaman modern, pedofil digunakan sebagai ungkapan untuk "cinta anak" atau "kekasih anak" dan sebagian besar dalam konteks ketertarikan romantis atau seksual.
Menurut KBBI , Pedophilia , Adalah orang dewasa yang yang suka melakukan hubungan seks / kontak fisik yang merangsang dengan anak di bawah umur.
Menurut KBBI , Pedophilia , Adalah orang dewasa yang yang suka melakukan hubungan seks / kontak fisik yang merangsang dengan anak di bawah umur.
Quote:
Penyebabnya
Quote:
- Asosiasi biologis
- Penjelasan neurohormonal
- Pengalaman anak usia dini
Spoiler for BB++:



Quote:
Kasus baru baru ini
Quote:
Kasus di JIS (Jakarta International School)
Quote:
Spoiler for Berita:
M, bocah pre-school (TK) berusia 5 tahun disodomi oleh Agung dan Awan yang merupakan petugas kebersihan Jakarta International School (JIS) yang berada di kawasan Terogong, Cilandak, Jakarta Selatan. Dengan pilu, T , ibu korban, menceritakan awal mula terungkapnya aksi bejat yang menimpa buah hatinya tersebut.
"Anak saya baru cerita sekitar tanggal 20 Maret kemarin. Itu juga setelah saya tanya. Saya ajak ke kamar untuk ngomong berdua," ucap T kepada wartawan,
Sebelumnya, T telah melihat kejanggalan yang terjadi pada anaknya itu. "Pertengahan Maret ia jadi sering ketakutan, mengigau dan berteriak ketika tidur," tutur T.
Kegundahan T semakin menjadi setelah melihat luka memar di bagian kanan perut M anaknya. Kemudian, sang anak mengaku 'dinakali oleh seseorang'.
"Saya sudah menangis, anak saya mendapat tindakan kekerasan seksual di kamar mandi sekolah,'' ucap T sedih.
"He puts the b**d inside my butts so deep," ujar T seraya menirukan perkataan anaknya saat ditanya.
Kepada ibundanya, M juga menuturkan dirinya diintimidasi dan diancam jika tidak mau mengikuti kemauan pelaku.
"Another time aku sudah enggak mau Mom, tapi kalau enggak mau dipukul. Disuruh enggak boleh berisik. Dibuka semua bajuku. Aku nangis tapi enggak boleh," ucap T menirukan pengakuan M anaknya.
Dari pengakuan M, T pun melapor ke polisi. "Saya lapor polisi tanggal 22 Maret. Setelah diselidiki polisi mengamankan dua orang yaitu Agung dan Awan yang ternyata cleaning service sekolah anak saya," jelas T.
Penangkapan keduanya bukan tanpa sebab. Saat ditanya, M mengaku dicabuli oleh seseorang yang mengenakan baju biru.
"Setelah dikonfirmasi ke sekolah, ada gardener dan cleaning service yang memang mengenakan seragam warna biru. Setelah itu pihak sekolah memberikan daftar siapa-siapa saja yang menjaga saat kejadian itu menimpa anak saya. Didapatlah si Agung dan Awan itu," urai T sambil menahan emosi.
Dugaan Agung dan Awan semakin kuat setelah M menunjuk sendiri bahwa merekalah yang mencabulinya. "Waktu itu anak saya dipanggil polisi lalu disuruh liat muka pelakunya secara langsung dengan dibatasi kaca. Jadi pelaku enggak bisa lihat anak saya, tapi anak saya bisa. Saat itu untuk membuktikan kebenaran, tidak hanya pelaku yang dikasih lihat ke anak saya. Tapi polisi juga," ucapnya.
"That one," ujar T menirukan ucapan M yang saat itu menunjuk ke arah muka Agung dan Awan.
Selain itu, lanjut T, polisi juga menemukan sejumlah bakteri yang sama di kemaluan kedua pelaku dan anus korban M.
Kuasa Hukum korban, Andi M Asrun mengatakan, kasus pencabulan anak sudah menjadi tren di Indonesia dan masyarakat harus memberikan perhatian.
"Kasus ini jadi semacam perlawanan terhadap deklarasi sekolah sebagai zona damai dan aman bagi anak. Apalagi sekolahnya dengan status keamanan yang tinggi di Jakarta," ucapnya.
Quote:
Hukuman terhadap seorang Pedofilia
Spoiler for :
Quote:
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002 telah dijelaskan bahwa tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur merupakan sebuah kejahatan kesusilaan yang bagi pelakunya harus diberikan hukuman yang setimpal. Maksudnya dengan dijatuhkan hukuman kepada si pelaku sehingga dapat kiranya tindakan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dapat dicegah sehingga perbuatan tersebut tidak terjadi lagi.
Pasal 50 ayat 1 KUHP menyatakan bahwa ada empat tujuan penjatuhan hukuman yaitu:
Untuk mencegah terjadinya tindak pidana dengan menegakkan norma- norma hukum demi pengayoman masyarakat.
Untuk memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang lebih baik dan berguna.
Untuk menyelesaikan komplik yang ditimbulkan oleh tindak pidana (memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai).
Untuk membebaskan rasa bersalah pada terpidana.[1]
Adapun dalam KUHP, pasal- pasal yang mengatur tentang hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur terdapat dalam pasal 287, dan 292 KUHP:
Pasal 287 ayat (1) KUHP berbunyi:
“Barang siapa bersetubuh dengan seorang perempuan di luar perkimpoian, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau umurnya tidak jelas, bahwa ia belum waktunya untuk dikimpoi, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.
Tapi apabila perbuatan persetubuhan itu menimbulkan luka-luka atau kematian maka bagi sipelaku dijatuhkan hukuman penjara lima belas tahun, sebagai mana yang telah ditetapakan dalam pasal 291 KUHP.[2]
Pasal 292 KUHP:
“Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”[3]
Sedangkan di dalam Undang -Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ada dua pasal yang mengatur tentang ancaman hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yaitu pasal 81 dan pasal 82.
Pasal 81 yang bunyinya:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.300. 000. 000, 00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Pasal 82 yang bunyinya:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.300. 000. 000, 00 ( tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60. 000. 000, 00 (enam puluh juta rupiah).[4]
Dari paparan pasal- pasal tentang hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hukuman bagi si pelaku bervariasi, bergantung kepada perbuatannya yaitu apabila perbuatan tersebut menimbulkan luka berat seperti tidak berfungsinya alat reproduksi atau menimbulkan kematian maka hukuman bagi si pelaku akan lebih berat yaitu 15 tahun penjara. Tetapi apabila tidak menimbulkan luka berat maka hukuman yang dikenakan bagi si pelaku adalah hukuman ringan.
Tindak pidana pelecehan seksual yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain yang bukan isterinya merupakan delik aduan yang maksudnya adalah bahwa hanya korbanlah yang bisa merasakannya dan lebih berhak melakukan pengaduan kepada yang berwenang untuk menangani kasus tersebut.
Hal pengaduan ini juga bisa dilakukan oleh pihak keluarga korban atau orang lain tetapi atas suruhan si korban. Cara mengajukan pengaduan itu ditentukan dalam pasal 45 HIR dengan ditanda tangani atau dengan lisan. Pengaduan dengan lisan oleh pegawai yang menerimanya harus ditulis dan ditanda tangani oleh pegawai tersebut serta orang yang berhak mengadukan perkara .[5]
Adapun mengenai delik aduan dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu: delik aduan absolut dan delik aduan relatif.
Delik aduan absolut adalah delik (peristiwa pidana) yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan. Dan dalam pengaduan tersebut yang perlu dituntut adalah peristiwanya sehingga permintaan dalam pengaduan ini harus berbunyi: “saya meminta agar tindakan atau perbuatan ini dituntut”. Delik aduan absolut ini tidak dapat dibelah maksudnya adalah kesemua orang/ pihak yang terlibat atau yang bersangkut paut dengan peristiwa ini harus dituntut. Karena yang dituntut di dalam delik aduan ini adalah peristiwa pidananya.
Delik aduan relatif adalah delik (peristiwa pidana) yang dituntut apabila ada pengaduan. Dan delik aduan relatif ini dapat dibelah karena pengaduan
ini diperlukan bukan untuk menuntut peristiwanya, tetapi yang dituntut di sini adalah orang-orang yang bersalah dalam peristiwa ini.
Berdasarkan penjelasan tentang delik aduan di atas, maka penulis menggolongkan bahwa tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur merupakan delik aduan relatif, karena yang dituntut di sini adalah orang yang telah bersalah dalam perbuatan tersebut.
Dengan demikian untuk dapat di tuntut dan dilakukan pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana pelecehan seksual, maka syarat utama adalah adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan. Apabila tidak ada pengaduan dari pihak yang dirugikan maka pelaku tindak pidana tersebut tidak dapat dituntut atau dijatuhi pidana kecuali peristiwa tersebut mengakibatkan kematian sesuai dengan pasal 287 KUHP. Pemidanaan bagi pelaku tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur baru dapat dilakukan apabila syarat-syarat untuk itu terpenuhi seperti adanya pengaduan dan di pengadilan perbuatan tersebut terbukti.
Apabila tindak pidana pelecehan seksual itu dapat dibuktikan bahwa orang yang diadukan benar telah melakukannya, maka pidana yang diatur dalam Pasal 287 KUHP dapat diterapkan. Kemudian yang menjadi penentu dijatuhi hukuman adalah terbuktinya perbuatan itu di pengadilan. Dan dalam pembuktian itu harus ada sekurang-kurangnya dua alat bukti dan disertai dengan keyakinan hakim.
Mengenai pembuktian ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 183 yang menyatakan bahwa:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan juga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.[6]
Adapun yang dimaksud dengan alat bukti yang sah adalah alat bukti yang ditetapkan dalam Pasal 184 KUHAP yang menyatakan bahwa:[7]
1. Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Alat bukti petunjuk
d. Keterangan terdakwa.
2. Hal yang secara umum yang telah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Yang dimaksud dengan keterangan saksi di sini adalah: apa yang disampaikan atau dinyatakan oleh saksi di sidang pengadilan tentang peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, atau yang ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya ini. Dan keterangan ahli yang dimaksudkan adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang atau jelas suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan yang dinyatakan di sidang pengadilan. Sedangkan yang dimaksud dengan alat bukti petunjuk adalah: perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaian, baik antara yang satu dengan yang lainnya, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Dan yang dimaksud dengan keterangan terdakwa adalah: apa yang disampaikan atau yang dinyatakan di sidang pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri.[8] Adapun yang dimaksud dengan hal yang secara umum telah diketahui adalah keadaan dari diri si korban yang dapat dilihat langsung yaitu dengan adanya tanda-tanda kehamilan atau sebagainya.[9]
Pasal 50 ayat 1 KUHP menyatakan bahwa ada empat tujuan penjatuhan hukuman yaitu:
Untuk mencegah terjadinya tindak pidana dengan menegakkan norma- norma hukum demi pengayoman masyarakat.
Untuk memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang lebih baik dan berguna.
Untuk menyelesaikan komplik yang ditimbulkan oleh tindak pidana (memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai).
Untuk membebaskan rasa bersalah pada terpidana.[1]
Adapun dalam KUHP, pasal- pasal yang mengatur tentang hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur terdapat dalam pasal 287, dan 292 KUHP:
Pasal 287 ayat (1) KUHP berbunyi:
“Barang siapa bersetubuh dengan seorang perempuan di luar perkimpoian, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau umurnya tidak jelas, bahwa ia belum waktunya untuk dikimpoi, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.
Tapi apabila perbuatan persetubuhan itu menimbulkan luka-luka atau kematian maka bagi sipelaku dijatuhkan hukuman penjara lima belas tahun, sebagai mana yang telah ditetapakan dalam pasal 291 KUHP.[2]
Pasal 292 KUHP:
“Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”[3]
Sedangkan di dalam Undang -Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ada dua pasal yang mengatur tentang ancaman hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yaitu pasal 81 dan pasal 82.
Pasal 81 yang bunyinya:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.300. 000. 000, 00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Pasal 82 yang bunyinya:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.300. 000. 000, 00 ( tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60. 000. 000, 00 (enam puluh juta rupiah).[4]
Dari paparan pasal- pasal tentang hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hukuman bagi si pelaku bervariasi, bergantung kepada perbuatannya yaitu apabila perbuatan tersebut menimbulkan luka berat seperti tidak berfungsinya alat reproduksi atau menimbulkan kematian maka hukuman bagi si pelaku akan lebih berat yaitu 15 tahun penjara. Tetapi apabila tidak menimbulkan luka berat maka hukuman yang dikenakan bagi si pelaku adalah hukuman ringan.
Tindak pidana pelecehan seksual yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain yang bukan isterinya merupakan delik aduan yang maksudnya adalah bahwa hanya korbanlah yang bisa merasakannya dan lebih berhak melakukan pengaduan kepada yang berwenang untuk menangani kasus tersebut.
Hal pengaduan ini juga bisa dilakukan oleh pihak keluarga korban atau orang lain tetapi atas suruhan si korban. Cara mengajukan pengaduan itu ditentukan dalam pasal 45 HIR dengan ditanda tangani atau dengan lisan. Pengaduan dengan lisan oleh pegawai yang menerimanya harus ditulis dan ditanda tangani oleh pegawai tersebut serta orang yang berhak mengadukan perkara .[5]
Adapun mengenai delik aduan dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu: delik aduan absolut dan delik aduan relatif.
Delik aduan absolut adalah delik (peristiwa pidana) yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan. Dan dalam pengaduan tersebut yang perlu dituntut adalah peristiwanya sehingga permintaan dalam pengaduan ini harus berbunyi: “saya meminta agar tindakan atau perbuatan ini dituntut”. Delik aduan absolut ini tidak dapat dibelah maksudnya adalah kesemua orang/ pihak yang terlibat atau yang bersangkut paut dengan peristiwa ini harus dituntut. Karena yang dituntut di dalam delik aduan ini adalah peristiwa pidananya.
Delik aduan relatif adalah delik (peristiwa pidana) yang dituntut apabila ada pengaduan. Dan delik aduan relatif ini dapat dibelah karena pengaduan
ini diperlukan bukan untuk menuntut peristiwanya, tetapi yang dituntut di sini adalah orang-orang yang bersalah dalam peristiwa ini.
Berdasarkan penjelasan tentang delik aduan di atas, maka penulis menggolongkan bahwa tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur merupakan delik aduan relatif, karena yang dituntut di sini adalah orang yang telah bersalah dalam perbuatan tersebut.
Dengan demikian untuk dapat di tuntut dan dilakukan pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana pelecehan seksual, maka syarat utama adalah adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan. Apabila tidak ada pengaduan dari pihak yang dirugikan maka pelaku tindak pidana tersebut tidak dapat dituntut atau dijatuhi pidana kecuali peristiwa tersebut mengakibatkan kematian sesuai dengan pasal 287 KUHP. Pemidanaan bagi pelaku tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur baru dapat dilakukan apabila syarat-syarat untuk itu terpenuhi seperti adanya pengaduan dan di pengadilan perbuatan tersebut terbukti.
Apabila tindak pidana pelecehan seksual itu dapat dibuktikan bahwa orang yang diadukan benar telah melakukannya, maka pidana yang diatur dalam Pasal 287 KUHP dapat diterapkan. Kemudian yang menjadi penentu dijatuhi hukuman adalah terbuktinya perbuatan itu di pengadilan. Dan dalam pembuktian itu harus ada sekurang-kurangnya dua alat bukti dan disertai dengan keyakinan hakim.
Mengenai pembuktian ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 183 yang menyatakan bahwa:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan juga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.[6]
Adapun yang dimaksud dengan alat bukti yang sah adalah alat bukti yang ditetapkan dalam Pasal 184 KUHAP yang menyatakan bahwa:[7]
1. Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Alat bukti petunjuk
d. Keterangan terdakwa.
2. Hal yang secara umum yang telah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Yang dimaksud dengan keterangan saksi di sini adalah: apa yang disampaikan atau dinyatakan oleh saksi di sidang pengadilan tentang peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, atau yang ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya ini. Dan keterangan ahli yang dimaksudkan adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang atau jelas suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan yang dinyatakan di sidang pengadilan. Sedangkan yang dimaksud dengan alat bukti petunjuk adalah: perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaian, baik antara yang satu dengan yang lainnya, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Dan yang dimaksud dengan keterangan terdakwa adalah: apa yang disampaikan atau yang dinyatakan di sidang pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri.[8] Adapun yang dimaksud dengan hal yang secara umum telah diketahui adalah keadaan dari diri si korban yang dapat dilihat langsung yaitu dengan adanya tanda-tanda kehamilan atau sebagainya.[9]
Quote:
Sumber & Referensi
Arti Pedofilia, Penjelasan Pedofilia , Kasus Pedofilia , Undang Undang Terhadap Pedofilia
Arti Pedofilia, Penjelasan Pedofilia , Kasus Pedofilia , Undang Undang Terhadap Pedofilia

Diubah oleh pengedargele 27-04-2014 11:45
0
104.5K
Kutip
958
Balasan


Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!

The Lounge
925.8KThread•93KAnggota
Urutkan
Terlama


Komentar yang asik ya