langsingsebulanAvatar border
TS
langsingsebulan
Aku Muslim Tapi Memelihara Anjing ...
UPDATE

Guys, disini saya kan hanya men-share artikel, please jangan anggap ini tulisan saya, saya kan sudah cantumkan sumbernya di bawah, kalau memang ga suka ya disampaikan ke yang punya artikelnya, jangan ke saya.

Alhamdulillah saya masih punya moral, dari kecil memang diajarkan moral yang baik dari orang tua dan agama saya, sangat miris sekali ngelihat komen-komen yang bernada kasar di profil saya, seperti bisa dilihat gambar dibawah.



Bukan bermaksud ga mau reply satu-satu, tp memang waktu yang belum memungkinkan karena kerjaan yg masih menumpuk

Btw saya aganwati

AGAMAMU adalah PERILAKUMU

Sekian. Thx



Halo agan dan aganwati, ane muslim tp kebetulan suka bgt sama anjing dan kucing, trus pas browsing2 nemu artikel menarik ini, semoga bermanfaat ya.

Please emoticon-No Sara Please



Pernah disuatu waktu yang lalu, terjadi dialog atau perdebatan yang cukup panjang melalui wall saya di www.facebook.com/armansyah menyangkut hukum memelihara anjing bagi umat Islam. Saya pribadi, sebagai seorang muslim, tidak melihat adanya larangan yang kaku dalam hal memelihara anjing ini ditinjau dari sudut syariat Islam (baca: nash al-Qur’an maupun as-Sunnah).

Posisi saya dalam beragama, seperti yang kerap saya jelaskan dalam banyak kesempatan, adalah netral. Tidak pada posisi memihak A, B, C dan seterusnya. Baik dalam pengertian madzhab, sekte atau aliran maupun hal-hal lain yang bersifat saling bersisian antara satu dengan lainnya. Termasuk didalamnya Madzhab Imamiyah-Hanafi-Hambali-Syafe’i atau Maliki. Sunni, Syi’ah, Muktazilah, Khawarij dan seterusnya.

Bagi saya, Islam ini adalah satu.
Tidak ada kewajiban untuk memilih satu madzhab tertentu atau aliran tertentu!
Kerap saya menanyakan hal ini pada teman-teman yang cenderung untuk berpaham x atau y : tolong sebutkan pada saya satu saja nash didalam al-Qur’an yang memperbolehkan kita memecah belah agama kita yang sebagai turunannya adalah terjadinya pemihakan dan berhadapannya kubu-kubu keyakinan tertentu yang tidak jarang berakhir pada saling kafir mengkafirkan dan sesat menyesatkan.

Mereka semua menggelengkan kepala pertanda ayat atau nash yang saya minta tidak tersedia … Bad Command or file name, kira-kira begitu istilah didalam Command Prompt DOS sewaktu saya masih belajar komputer awal 90-an dulu ketika sebuah perintah sembarang diketikkan dilayarnya. Begitulah refleksi kita beragama, kita harus ikut panduannya, lihat manual book yang sudah disediakan untuk kita dalam ber-Islam.

Jikapun kita ingin memegang suatu pemahaman dalam madzhab-madzhab tertentu secara ekslusive maka berpikirlah secara kritis, universal dan out of the box. Ada lagi istilah populer lainnya : Beyond the limit atau menembus batas. Sebab selama kita tidak bisa melakukannya maka kita akan terkungkung dalam tradisi, taklid maupun pembenaran semu yang berkutat disatu wilayah saja, ibarat pepatah mengatakan : katak dalam tempurung. Merasa sudah benar melihat langit didalam kelapanya padahal begitu ia melompat keluar dari kelapa tersebut masih ada langit lain yang lebih luas dan megah.

Sudah lumrah bahwa umumnya semua dari kita sering bertindak terlalu apatis terhadap kebenaran yang diungkapkan oleh orang lain, terlebih jika orang tersebut memiliki cara pandang yang berseberangan dengan apa yang kita yakini kebenarannya. Padahal belum tentu semua yang ada dalam pemikiran orang tersebut salah dan sebaliknya belum tentu juga setiap pikir dan tindakan kita bernilai benar; bisa saja kita bersikap konsisten terhadap nilai-nilai yang kita anut sehingga kita menyebutnya sebagai sebuah kebenaran namun bukan tidak mungkin konsistensi kita tadi hanya ilusi dimana pikiran kita sesungguhnya berjalan sesuai pola logika yang bisa bergeser dan menyimpang. Artinya pikiran ataupun asumsi kita memang tidak menyimpang kalau kita bandingkan dengan standar kita sendiri. Padahal standar kita dibentuk oleh pikiran kita. Jadi, pikiran kita faktanya ternyata hanya tidak menyimpang dari pikiran kita sendiri.

Paradigma, mindset, logika, dan bahkan soal jumlah atau banyak sedikitnya sesuatu itu diamini oleh masyarakat pada hakekatnya sangatlah subyektif dan sama sekali tidak mencerminkan kebenaran yang ada pada sesuatu itu sendiri. Paradigma bisa dibentuk dan dipengaruhi, logika juga bisa diarahkan, jumlah yang banyak juga bukan standar untuk menjustifikasi sesuatu itu benar atau tidak.

Madzhab didalam beragama, sesuai namanya hanyalah tool, alat, jalan, metode untuk memahami Ad-Dien. Sebelum jaman imam-imam madzhab hidup, Islam berdiri tegak tanpa madzhab ini dan itu seperti sesudahnya. Umat ternyata bisa eksis walau tanpa bermadzhab Syafie, Hanafi, Ja’fari, Hambali atau Maliki. Jadi konsep tanpa madzhab didalam Islam juga sudah lebih dulu eksis jauh sebelum eksistensi madzhab itu sendiri. Pada waktu ada sejumlah muslim memegang ulang konsep tersebut dijaman sekarang, maka ini bukan hal baru yg sebenarnya penting-penting amat untuk diperdebatkan.

Islam begitu indah dan penuh fitrah,. Tetapi sayang, tidak semua kita bisa melihat kemudahan, keindahan dan kefitrahan tersebut. Selalu mempersulit dan memperumit, padahal nash secara Qur’aniah dan al-Hadist sudah sedemikian terang dan jelasnya. Saya open minded person, saya selalu berpikir out of the box, saya tidak ambil pusing apakah pendapat saya menyetujui Imam anu atau imam ini. Islam tidak pernah memiliki madzhabnya. Islam cuma punya tawaran kebenaran yang universal.

Islam selalu berhujjah dengan nash dan argumentasi yang kuat sehingga logika maupun paradigma yang mestinya terwujud juga adalah paradigma yang sehat, kuat dan universal. Jadi selama kebenaran itu ada pada apa saja, siapa saja, madzhab mana saja maka layak untuk diambil. Ini baru namanya berpikir terbuka dan out of the box, tidak parsial dan memihak. Intinya lagi tugas kita : Athii’uu allaaha warasuulahu. Ikuti Allah dan Rasul-Nya. Jadi apa yang sudah menjadi ketetapan Allah dan Rasul maka itulah yang mesti kita ikuti.

Sahabat semua, didalam salah satu posting di facebook, saya pernah menulis bahwa saya punya satu jenis anjing penjaga dirumah yang kerap saya latih agar dia mengerti apa yang kita inginkan. Beranjak dari posting ringan tersebut banyak komentar dan bahkan katakanlah termasuk hujatan tertentu dialamatkan pada saya. Intinya secara umum mereka menyebutkan bahwa memelihara anjing didalam Islam itu haram dan berdosa. Malaikat tidak mau masuk rumah yang ada anjing didalamnya, pahala kita dikurangi satu qirath setiap hari. Anjing itu najis besar apalagi jika tersentuh oleh air liurnya, wajib (menurut kata-kata mereka) untuk bersuci dengan debu.

Ada pendapat dari salah satu ulama di Arab yang menyatakan terlarangnya anjing untuk menjaga rumah, karena menurut beliau salah satunya, jaman sekarang orang sudah bisa menggaji satpam untuk menggantikan posisi anjing penjaga.

Tanpa mengurangi hormat saya kepada sang ulama, tapi rasanya perlu juga kita ingatkan bahwa tugas anjing penjaga dalam konteks hadis tersebut memang untuk menjaga ternak dan tanaman. Sekarang apakah sifat dari ternak dan tanaman itu sendiri ? Harta.

Jadi anjing penjaga, sebenarnya boleh saja dipelihara untuk keperluan menjaga harta kita. Termasuk rumah dan keluarga secara umum. Mungkin akan ada sanggahan bahwa argumentasi ini tidak cukup kuat pak Arman, karena jelas disebut tanaman dan hewan ternak. Baiklah kalau begitu bagaimana dengan nash al-Qur’an yang berbicara tentang kisah ash-Habul Kahfi ? Disana siapa yang dijaga sama sang anjing ? hewan ternak manakah ? tanaman manakah yang ia jaga dalam cerita itu ?

Jika Nabi tidak mengeluarkan fatwa najis besarnya liur anjing atau jilatan anjing pada diri manusia, maka artinya hukum jilatan anjing tidak bisa dipaksakan untuk mensucikannya dengan debu sebagaimana jilatannya pada bejana. Tidak mungkin sekali lagi saya katakan, Nabi Muhammad Saw tidak tahu kalau manusia bisa saja terkena jilatan anjing, lah dijaman beliau hidup saja pernah ada anjing masuk kedalam rumahnya … artinya khan bisa saja anjing itu menjilat pakaian atau tubuh seseorang. Tapi nyatanya tidak pernah ada fatwa yang demikian dari Rasulullah Saw.

So, ya najisnya liur anjing itu cuci saja sama air biasa dan tidak harus menggunakan debu atau tanah. Sebab memang tidak ada perintahnya seperti itu secara nash atau syariat. Ingat loh, membuat sesuatu aturan hukum agama yang tidak pernah ada perintahnya didalam agama itu sendiri, disebut Bid’ah ! Dan pelaku Bid’ah adalah neraka … itu Nabi sendiri loh yang bilang, bukan saya.

Jika anda penasaran, silahkan buka kitab tarikh atau hadis mana saja dari perawi manapun, bantu saya mencari keterangan cara berthaharah atau bersuci akibat jilatan anjing pada manusia. Sekali lagi yang saya minta nash yang bersumber pada Allah dan Rasul-Nya. Jika ada, detik itu juga saya akan merevisi tulisan ini dan saya akan Sami’na Wa-atho’na. Tapi jika itu bersumber dari pendapat madzhab, maka tidak harus menjadi pegangan bersama. Sebab kalau memang kita ingin bicara soal madzhab, lihat pendapat Imam Malik soal air liur anjing, beliau malah menyatakannya suci. Apa kira-kira anda meragukan kapasitas keilmuan agama dari Imam Malik ?


Lengkapnya ada disini ya : http://armansyah.net/2011/10/hukum-m...lihara-anjing/
Diubah oleh langsingsebulan 05-03-2014 08:34
0
42.7K
390
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.