- Beranda
- The Lounge
makna yin dan yang - mencari kebijaksanaan hidup
...
TS
powercendol
makna yin dan yang - mencari kebijaksanaan hidup
Yin dan Yang sebuah ajaran kebijaksanaan yang berasal dari cina.
bagi kalo berkenan. asal jangan
sumber: http://jurnal-bebas.blogspot.com
"di banyak kebaikan pasti ada sedikit keburukan. di banyak keburukan pasti ada sedikit kebaikan"
cerpen sederhana dari ane. biar agan tahu hal di sekitar kita bahwa terkadang manusia itu egois. bukannya malah saling melengkapi satu sama lain.
Quote:
Dikisahkan dari sebuah simbol putih dan hitam, dengan putih dan hitam yang sedikit. Namanya Yin, seorang pemuda tampan nan baik hati, dan hampir tidak mempunyai keburukan namun sedikit. Dan Yang kawan baiknya yang mempunyai banyak keburukkan namun sedikit kebaikan. Keduanya adalah sahabat karib sejak dahulu kala.
Umur mereka berdua sangatlah tua, setua dunia ketika diciptakan. Yin seorang yang berbudi luhur, selalu saja mengajarkan kebaikan kepada semua makhluk, sedangkan Yang sahabatnya, selalu saja menuai keburukkan di setiap jejaknya. Dua orang yang hidup dengan perbedaan sikap, namun begitu saling mengasihi. Ironi dan rasa di dalam dunia yang sudah diciptakan sempurna oleh Tuhan yang maha kuasa.
Yin dengan banyak kebaikannya selalu mencintai Yang walaupun ia banyak keburukan. Dan Yang selalu saja buat onar kecuali sedikit kebaikannya ditaruhnya pada Yin. Klimaksnya dimulai ketika Yin mencari kesempurnaan hidup. Ia bertapa di sebuah gunung seorang diri, tanpa didampingi Yang. Kebaikannya selalu saja ia rasakan kurang, jadi Yin memutuskan menyepi di gunung pusara.
Sudah setahun lebih ia mengalami kebuntuan hidup. Kebaikannya ia rasakan sedikit, dan selalu saja kurang. Yin selalu saja terobsesi dengan kesempurnaan abadi. Dua tahun kemudian ia turun dari gunung pusara, menuju desa tempat tinggalnya. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat pemukiman penduduk sudah banyak yang rata dengan tanah. “Ada apa gerangan?” katanya dalam hati.
Lantas Yin segera menuju pusat desa, sebuah tugu besar menjulang di sana. Ia mengamati ke sekitarannya dengan waswas, seperti adanya masalah besar yang harus ia cepat tangani. Seorang anak muda sedang murung di salah satu rumah penduduk. Ia lantas dekati pemuda itu dan bertanya, “ada apa gerangan dengan desa ini?” Yin melihat semuanya seperti hancur berantakan.
“Yang telah menghancurkan desa ini. Ketika kau pergi Yin,” katanya sambil bersimba air mata. Yin diam sejenak dan menyadari sesuatu. Bahwa selama dua tahun mencari kesempurnaan, ternyata Yang sahabat baiknya malah menghancurkan desa kelahiran mereka. Seketika, Yin marah bukan main dengan kelakuan sahabatnya itu.
Yin bergegas berangkat ke sebuah istana megah di ujung gunung api. Letaknya berseberangan dengan gunung pusara yang biasa Yin berdiam diri untuk meditasi. Ia akhirnya menemui Yang—yang tengah berada di singasana besarnya. “Yang apa yang kau lakukan dengan desa kita!” Kata Yin marah.
“Aku menghancurkannya. Memangnya ada apa Yin?” katanya merasa tidak bersalah. Yang hanya mengamati Yin, seingatnya ia tidak pernah melihatnya marah. Yin terus mempelototi Yang dengan kemarahannya. Yang jadi bertanya-tanya, “apa gerangan salahnya. Hingga Yin begitu marah?”
“Kau itu tidak pernah berubah. Kau hancurkan desamu sendiri! Aku sudah muak berteman denganmu Yang! Kau tidak pernah berubah!” Hardik Yin yang tersulut emosi. Luapan itu benar-benar membuatnya menjadi seperti orang yang sangat buruk.
Melihat sahabatnya marah, Yang hanya berkata, “kau boleh membenciku. Namun hanya padamu kebaikanku tak pernah pudar.”
Yin tidak habis pikir dengan perkataan sahabat lamanya itu. “Kalau begitu akupun sama! Aku mencintai semua makhluk. Hanya keburukan yang aku taruh kepadamu!” Yin benar-benar marah sekarang. Padahal ia belum pernah memaki-maki seorangpun seumur hidup. Tapi ia begitu jengkelnya dengan sikap Yang—yang selalu berbuat onar. “Kau benar-benar makhluk kotor Yang! Kau adalah yang terkutuk! Kau rusak kesempurnaan yang Tuhan berikan,” Yin terus memaki.
Yang lantas diam dan berkata, “semua di depan saya malaikat, ‘kenapa?.’ karena, hanya saya satu-satunya iblis. Tidak ada yang sempurna, tapi kau selalu menuntut kesempurnaan, ‘kenapa?’ perang sebuah bentuk dari ketidaksempurnaan?” Yang diam sejenak. Ekspresi wajah Yin seketika berubah, lalu ia menangis tersedu-sedu memahami sesuatu yang ia lupakan.
Perkataan Yang—yang seperti itu membuat Yin tersadar. Bahwa ia adalah makhluk yang sangat egois, yang selalu saja menuntut kesempurnaan. Dan sejak saat itu Yin hanya tenggelam dengan pencarian tentang kebijaksanaan di dalam hidup. Bukan lagi sifat kesempurnaan itu sendiri yang hanya dimiliki oleh Tuhan.
AMANAT
Tuhan menciptakan dunia dengan kesempurnaan. Tapi semua makhluk sadar, kalau hanya Tuhan yang memilikinya. Apakah Tuhan itu pembohong? Tentu saja tidak. Kesempurnaan yang Tuhan tanamkan kepada dunia ciptaannya—seperti kesempurnaan yang hanya dapat dijangkau oleh akal dan hati manusia.
Seorang seniman besar akan mengatakan, “itu adalah karya yang sempurna.” Padahal yang kita sadari benar, kesempurnaan sebuah hasil karya adalah karena banyaknya klimaks di dalam sebuah karya itu sendiri. Tidak ada seorangpun yang mengatakan sebuah karya itu sempurna, ketika ia melihat jalan cerita itu datar, bukan?
Kesempurnaan karya seorang seniman adalah bagaimana ia membuat sebuah karya, memberikan klimaks permasalahan, dan lalu kita bisa memperbaiki semuanya dengan indah, dan itulah kesempurnaan yang manusia hanya dapat jangkau. Adanya kebencian, dendam, permusuhan, dll adalah bentuk dari klimaks itu sendiri. Dan sikap bijaksanalah yang menuntun penyelesaian masalah dengan sempurna. Kesempurnaan tentang alam penciptaan, bukan kesempurnaan yang Tuhan miliki.
Umur mereka berdua sangatlah tua, setua dunia ketika diciptakan. Yin seorang yang berbudi luhur, selalu saja mengajarkan kebaikan kepada semua makhluk, sedangkan Yang sahabatnya, selalu saja menuai keburukkan di setiap jejaknya. Dua orang yang hidup dengan perbedaan sikap, namun begitu saling mengasihi. Ironi dan rasa di dalam dunia yang sudah diciptakan sempurna oleh Tuhan yang maha kuasa.
Yin dengan banyak kebaikannya selalu mencintai Yang walaupun ia banyak keburukan. Dan Yang selalu saja buat onar kecuali sedikit kebaikannya ditaruhnya pada Yin. Klimaksnya dimulai ketika Yin mencari kesempurnaan hidup. Ia bertapa di sebuah gunung seorang diri, tanpa didampingi Yang. Kebaikannya selalu saja ia rasakan kurang, jadi Yin memutuskan menyepi di gunung pusara.
Sudah setahun lebih ia mengalami kebuntuan hidup. Kebaikannya ia rasakan sedikit, dan selalu saja kurang. Yin selalu saja terobsesi dengan kesempurnaan abadi. Dua tahun kemudian ia turun dari gunung pusara, menuju desa tempat tinggalnya. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat pemukiman penduduk sudah banyak yang rata dengan tanah. “Ada apa gerangan?” katanya dalam hati.
Lantas Yin segera menuju pusat desa, sebuah tugu besar menjulang di sana. Ia mengamati ke sekitarannya dengan waswas, seperti adanya masalah besar yang harus ia cepat tangani. Seorang anak muda sedang murung di salah satu rumah penduduk. Ia lantas dekati pemuda itu dan bertanya, “ada apa gerangan dengan desa ini?” Yin melihat semuanya seperti hancur berantakan.
“Yang telah menghancurkan desa ini. Ketika kau pergi Yin,” katanya sambil bersimba air mata. Yin diam sejenak dan menyadari sesuatu. Bahwa selama dua tahun mencari kesempurnaan, ternyata Yang sahabat baiknya malah menghancurkan desa kelahiran mereka. Seketika, Yin marah bukan main dengan kelakuan sahabatnya itu.
Yin bergegas berangkat ke sebuah istana megah di ujung gunung api. Letaknya berseberangan dengan gunung pusara yang biasa Yin berdiam diri untuk meditasi. Ia akhirnya menemui Yang—yang tengah berada di singasana besarnya. “Yang apa yang kau lakukan dengan desa kita!” Kata Yin marah.
“Aku menghancurkannya. Memangnya ada apa Yin?” katanya merasa tidak bersalah. Yang hanya mengamati Yin, seingatnya ia tidak pernah melihatnya marah. Yin terus mempelototi Yang dengan kemarahannya. Yang jadi bertanya-tanya, “apa gerangan salahnya. Hingga Yin begitu marah?”
“Kau itu tidak pernah berubah. Kau hancurkan desamu sendiri! Aku sudah muak berteman denganmu Yang! Kau tidak pernah berubah!” Hardik Yin yang tersulut emosi. Luapan itu benar-benar membuatnya menjadi seperti orang yang sangat buruk.
Melihat sahabatnya marah, Yang hanya berkata, “kau boleh membenciku. Namun hanya padamu kebaikanku tak pernah pudar.”
Yin tidak habis pikir dengan perkataan sahabat lamanya itu. “Kalau begitu akupun sama! Aku mencintai semua makhluk. Hanya keburukan yang aku taruh kepadamu!” Yin benar-benar marah sekarang. Padahal ia belum pernah memaki-maki seorangpun seumur hidup. Tapi ia begitu jengkelnya dengan sikap Yang—yang selalu berbuat onar. “Kau benar-benar makhluk kotor Yang! Kau adalah yang terkutuk! Kau rusak kesempurnaan yang Tuhan berikan,” Yin terus memaki.
Yang lantas diam dan berkata, “semua di depan saya malaikat, ‘kenapa?.’ karena, hanya saya satu-satunya iblis. Tidak ada yang sempurna, tapi kau selalu menuntut kesempurnaan, ‘kenapa?’ perang sebuah bentuk dari ketidaksempurnaan?” Yang diam sejenak. Ekspresi wajah Yin seketika berubah, lalu ia menangis tersedu-sedu memahami sesuatu yang ia lupakan.
Perkataan Yang—yang seperti itu membuat Yin tersadar. Bahwa ia adalah makhluk yang sangat egois, yang selalu saja menuntut kesempurnaan. Dan sejak saat itu Yin hanya tenggelam dengan pencarian tentang kebijaksanaan di dalam hidup. Bukan lagi sifat kesempurnaan itu sendiri yang hanya dimiliki oleh Tuhan.
AMANAT
Tuhan menciptakan dunia dengan kesempurnaan. Tapi semua makhluk sadar, kalau hanya Tuhan yang memilikinya. Apakah Tuhan itu pembohong? Tentu saja tidak. Kesempurnaan yang Tuhan tanamkan kepada dunia ciptaannya—seperti kesempurnaan yang hanya dapat dijangkau oleh akal dan hati manusia.
Seorang seniman besar akan mengatakan, “itu adalah karya yang sempurna.” Padahal yang kita sadari benar, kesempurnaan sebuah hasil karya adalah karena banyaknya klimaks di dalam sebuah karya itu sendiri. Tidak ada seorangpun yang mengatakan sebuah karya itu sempurna, ketika ia melihat jalan cerita itu datar, bukan?
Kesempurnaan karya seorang seniman adalah bagaimana ia membuat sebuah karya, memberikan klimaks permasalahan, dan lalu kita bisa memperbaiki semuanya dengan indah, dan itulah kesempurnaan yang manusia hanya dapat jangkau. Adanya kebencian, dendam, permusuhan, dll adalah bentuk dari klimaks itu sendiri. Dan sikap bijaksanalah yang menuntun penyelesaian masalah dengan sempurna. Kesempurnaan tentang alam penciptaan, bukan kesempurnaan yang Tuhan miliki.
bagi kalo berkenan. asal jangan
sumber: http://jurnal-bebas.blogspot.com
0
4.3K
Kutip
9
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
924.4KThread•88.2KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya