kh4msinAvatar border
TS
kh4msin
Pertanyaan ke Amien Rais: Korupsi Ketua MK, Bukti Reformasi Besutannya dulu, Gagal?



Rakyat makin susah, koruptor tambah subur, reformasi gagal!
Minggu, 26 Mei 2013 15:10:42

Selama 15 tahun bergulirnya reformasi, kepuasan masyarakat terhadap agenda reformasi terus mengalami penurunan setiap tahun. Berbagai hal menyebabkan rendahnya kepuasan publik terhadap reformasi. Salah satunya adalah, maraknya korupsi yang dilakukan oleh para politikus. Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mencatat, terdapat lima alasan rendahnya kepuasan publik terhadap pelaksanaan reformasi. "Pertama, maraknya kasus korupsi yang melanda politisi. Sudah hampir tiga tahun terakhir, publik disuguhi parade praktik korupsi yang dilakukan oleh para politisi di media massa," kata Peneliti LSI Ardian Sopa, saat memaparkan hasil survei LSI di kantor LSI, Jalan Pemuda nomor 70. Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (26/5).

Alasan kedua, kerukunan dan toleransi pada masa reformasi makin memprihatinkan. Konflik horizontal berbasis primordial juga masih sering terjadi di Indonesia. "Misalnya kekerasan terhadap kelompok Syiah di Sampang, penyerangan terhadap warga Ahmadiyah di Cikeusik, pelarangan terhadap aktivitas ibadah dan gereja di Bogor dan Bekasi." Kehidupan ekonomi yang semakin sulit di paskareformasi menjadi alasan ketiga turunnya kepuasaan publik terhadap reformasi. Sementara, alasan keempat, reformasi dianggap gagal melahirkan pemimpin nasional yang kuat.

Alasan terakhir, rendahnya tingkat kepuasaan publik terhadap reformasi adalah, tidak tersentuhnya aktor intelektual dalam kasus orang hilang menjelang reformasi. Ardian menjelaskan, sebanyak 51.3 persen publik mengetahui bahwa pengusutan kasus penembakan mahasiswa Trisakti dan penculikan aktivis pada 1998 adalah salah satu tuntutan reformasi. "Dari mereka yang mengetahui tersebut, 55.7 persen menyatakan tuntutan pengusutan kasus penembakan dan penculikan aktivis belum terpenuhi." Hasil survei yang dilakukan LSI dengan menggunakan quick poll dengan smartphone LSI kepada 1.200 responden, dengan menggunakan metode sampling multistage random sampling. Margin of error mencapai 2.9 persen. Survei digelar 21 hingga 23 Mei 2013.
http://www.merdeka.com/peristiwa/rak...asi-gagal.html



Akil Mochtar, Ketua MK, dan duit hasil jarahannya

Ketua MK Ditangkap, Marzuki Alie:
Reformasi Sudah Melenceng dari Harapan Kita

Kamis, 03/10/2013 21:20 WIB

Jakarta - Ketua DPR Marzuki Alie bertetangga dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar di Widya Chandra, Jaksel. Tak heran, kala Marzuki melintas, wartawan yang menunggu penggeledahan KPK di rumah Akil kembali meminta komentar. "Kita prihatin ya, ada ketua lembaga negara yang menjadi tersangka kasus korupsi, ini memukul kita semua. Artinya korupsi ini sudah sangat masif, tidak ada lembaga negara yang lepas dari kasus korupsi," ujar Marzuki dari dalam mobil dinasnya di komplek Widya Chandra 3 No 7, Kebayoran Baru, Jaksel, Kamis (3/10/2013).

Selain itu, dia menyayangkan bahwa lembaga sekelas MK dapat terjerat kasus penyuapan yang dianggap mencoreng nama baik dan konstitusi hukum. "Dan satu lagi yang kita lihat, MK ini hasil reformasi kan, lalu justru terlibat dalam kasus ini, sehingga reformasi kita telah melenceng dari harapan kita. Padahal masyarakat berharap terhadap lembaga yang baru, ada MK, KPK, ini kan lembaga baru yang seharusnya membawa Indonesia menjadi yang lebih baik," tuturnya. Akan tetapi dia berharap agar Masyarakat Indonesia untuk tidak bersikap pesimis terkait kasus tersebut. Dia berharap kedepannya, tak ada lagi kembaga negara yang terjerat skandal korupsi dan suap. "Tapi ini adalah situasi yang kita hadapi dan kita tidak boleh menyerah. Terus berbuat bagaimana semua pimpinan lembaga negara memeberikan keteladanan agar tidak terjadi kasus yang demikian," tutupnya sambil berlalu.
[url]http://news.detik..com/read/2013/10/03/212037/2377352/10/ketua-mk-ditangkap-marzuki-reformasi-sudah-melenceng-dari-harapan-kita[/url]



Akil Mochtar, Sebuah Potret Kegagalan Reformasi 15 tahun lalu?
Jumat, 04 Oktober 2013, 07:17 WIB

Akil Mochtar, nama yang tak dikenal sebagai ahli hukum tata negara. Walau dia berlatar belakang pengacara, ia lebih dikenal sebagai politisi dari Partai Golkar. Ia pernah berjaya sebagai politisi di masa Akbar Tanjung sebagai ketua umum partai beringin. Ia dua periode menjadi anggota DPR, sejak 1999. Namun faksi ini runtuh seiring pergantian ketua umum partai ke Jusuf Kalla. Ia segera banting setir. Ia menjadi hakim konstitusi di Mahkamah Konstitusi. Ia terpilih pada 2008 dan kemudian menjadi ketua pada April 2013. Untuk kali pertama, MK dipimpin oleh orang yang tak dikenal sebagai ahli tata negara dan bukan seorang profesor. Ketua MK sebelumnya adalah Jimly Asshiddiqie dan Moh Mahfud MD. Keduanya profesor, doktor, dan akademisi. Jimly dosen di UI dan Mahfud dosen dan mantan rektor UII. Walaupun Mahfud berpolitik di PKB tapi warna akademisinya lebih dominan.

Kini, di MK ada tiga hakim yang berlatar politisi. Selain Akil, dua lainnya adalah Hamdan Zoelva dan Patrialis Akbar. Hamdan dari PBB dan Patrialis dari PAN. Sedangkan enam hakim lainnya berlatar belakang akademisi (3 orang) dan hakim karier (3 orang). Dengan adanya kasus Akil ini, sejarah MK yang baik mulai tercoreng. Padahal nama Jimly dan Mahfud berkibar berkat kepemimpinannya di MK. Bahkan Mahfud digadang-gadang sebagai salah satu kandidat calon presiden. Jimly pun dilirik untuk menjadi cawapres. Namun Akil justru berkebalikan. Ia yang baru memimpin MK hampir enam bulan sudah tertangkap basah KPK karena diduga menerima suap. Publik pun teringat tiga tahun lalu. Saat itu pengamat hukum tata negara, Refly Harun, sempat menghebohkan publik karena mengungkap tuduhan suap. Nama yang disorot adalah Akil. Namun kewibawaan Mahfud, yang saat itu memimpin MK, membuat kasus ini hilang. Kini, Akil justru tertangkap tangan.

Peristiwa ini membuat publik terguncang. Di Indonesia ada dua lembaga yang dianggap sebagai superbody. Pertama, KPK. Kedua, MK. Bahkan Marzuki Alie, ketua DPR, menilai MK ini sudah seperti Tuhan. Keputusannya bersifat absolut dan final. Tak ada banding. Apa yang sudah diputuskan MK tak bisa dikoreksi oleh siapapun dan lembaga manapun. Padahal MK punya dua tugas kunci. Pertama, mereview produk legislasi. Kedua, memutuskan sengketa pilkada, pilpres, dan pemilu legislatif. Yang pertama menyangkut landasan hukum, termasuk konstitusi. Yang kedua menyangkut wakil kita di parlemen maupun di eksekutif. Keduanya pilar penting dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Karena itu, orang yang duduk di MK haruslah manusia suci, setengah dewa. Yang duduk di MK harusnya hanya orang-orang yang ingin mengabdikan hidupnya untuk kebenaran dan melayani publik. Bukan orang yang mau menjadi pejabat, mencari pekerjaan, atau justru menjadi instrumen bagi kepentingan politik golongan maupun individual.

Karena itu kita sangat sedih ketika politisi mulai memasuki MK, terutama yang integritasnya diragukan. Politisi sudah menjadi seperti air bah. Mereka menyelinap ke mana-mana. Padahal di awal reformasi, titik tujuan mereka hanya dibatasi di parlemen dan jabatan politik di pemerintahan. Namun kini mulai merembes tak tentu batas. DPD yang semula untuk non-partai, pun sudah dimasuki. Dengan kekuasaannya, mereka bisa mengubah aturannya. Demikian pula di MK. Mereka ingin seperti Midas. Karena kerakusannya, ia ingin menyentuh semuanya menjadi emas. Ia tak sadar jika semuanya sudah menjadi emas maka hanya soal waktu saja dirinya akan mati dengan sendirinya. Jika semua sudah dimasuki politisi maka kita sedang menunggu keruntuhan Indonesia. Harus ada kesadaran dan gerakan untuk membatasi kerakusan politisi.

Kasus Akil ini juga membuktikan makin habisnya institusi negara yang terbebas dari korupsi. Hanya menyisakan DPD. Namun inipun bisa jadi karena DPD tak memiliki kewenangan apapun. Semua institusi lain sudah tergerus virus korupsi. Kita memuji KPK yang sudah berhasil menangkap para koruptor. Namun keberhasilan pemberantasan korupsi, yang terpenting justru bukan pada aspek penegakan tapi pencegahan. Di sinilah titik krusialnya. Indeks korupsi Indonesia termasuk yang terburuk di dunia. Ini menunjukkan kita sudah gagal. Ada banyak sebab. Pertama, anggaran KPK sangat kecil. Kedua, KPK tak bisa berjalan sendiri tapi juga harus menjadi gerakan bersama dengan kepolisian dan kejaksaan. Ketiga, gerakan antikorupsi harus menjadi gerakan sosial bukan semata penegakan hukum. Keempat, pemberantasan korupsi akan efektif jika ada keteladanan para pemimpin. Kelima, harus ada perubahan tata nilai dalam masyarakat dalam menata tangga sukses.

Saat ini kita seolah membiarkan KPK berjalan sendiri. Bahkan KPK secara selektif tak lagi steril dari intervensi politik. Selain itu, KPK juga dibonsai dengan cara pengalokasian anggaran yang kecil. Ini ibarat membasmi nyamuk dengan sapu lidi. Tapi lidinya dibatasi, dan diganggu ruang geraknya. Pada sisi lain pintu dan jendela tetap dibuka. Genangan air dibiarkan ada di mana-mana. Sampai kapanpun nyamuk tak akan pernah berkurang.

Sudah saatnya pemberantasan korupsi menjadi gerakan sosial. Kita belum melihat ada relawan antikorupsi yang massif dan sistematis. Relawan yang bergerak di level akar rumput. Yang ada adalah relawan para koruptor. Mereka merubungi koruptor seperti semut merubungi gula. Mereka berharap kecipratan duitnya. Motifnya macam-macam: meminta sumbangan pembangunan ini-itu, meminta sumbangan pengobatan dan pendidikan, menjadi dayang-dayang, bahkan sekadar bangga bisa kenal, dan seterusnya. Padahal mereka pasti bisa mencium bahwa orang itu koruptor. Secara kasat mata mudah dilihat. Hal inilah yang menjadikan politik dinasti mudah berbiak, yang membuat politik oligarki mudah tumbuh. Politik dinasti dan politik oligarki adalah pohon koruptor. Jika gerakan antikorupsi menjadi gerakan sosial maka kontrol sosial akan menggigit. Korupsi akan menjadi sesuatu yang memalukan, dan karena itu terjadi secara tertutup. Saat ini, korupsi dan koruptor berlaku telanjang di terang hari. Tak ada malu-malunya.

Pada sisi lain, sudah saatnya memberlakukan hukuman mati untuk koruptor. Pasti para calon koruptor akan ketakutan. Pasti anak-anak dan istri/suami tak ingin kehilangan keluarganya. Pasti ibu dan bapak tak ingin kehilangan anak-anaknya. Pasti Indonesia akan bisa melesat, karena Indonesia memiliki segalanya. Hanya satu penghalangnya: koruptor.
http://www.republika.co.id/berita/ko...tret-kegagalan

---------------------------

Kunci sebab sebenarnya hanya satu, gara-gara di awal reformasi 1998 dulu, Amien Rais dkk mempelopori amandemen UUD 1945 sehingga tatanan ketata-negaraan jadi berubah total, menyimpang dari semangat dan jiwa dasar diberdirikannya NKRI oleh para 'founding father' dulu. Amandemen UUD 1945 memang menyebabkan sistem politik kekuasaan berubah drastis. Dari model musyawarah-mufakat dengan sistem perwakilan, tiba-tiba dirombak total dengan sistem demokrasi ala Amerika.

Bukan hanya itu, idea negara federalisme yang diwacanakan oleh i Amien Rais dan Ryaas Rasyid waktu itu, cukup besar dalam mempengaruhi pemikiran untuk dilakukannya desentralisasi besar-besaran dalam bentuk pemberian otonomi daerah seluas-luasnya. Idea Amien Rais dan Ryaas Rasyid itu memang kemudia berhasil dimasukkan dalam UUD 1945 yang telah di amandemen! Tapi apa hasilnya sekarang? Korupsi besar-besara se antero tanah air akibat sistem yang mereka lahirkan itu. Kalau Indonesia mau lebih baik, kembalikan seluruh mekanisme ketata-negaraan seperti kehendak Pancasila dan UUD 1945 yang asli dulu


emoticon-Sorry

Diubah oleh kh4msin 04-10-2013 02:42
0
6.3K
61
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.9KThread40.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.