wherdi
TS
wherdi
Eks Warga Waduk Pluit: Enak Tinggal di Rusun Marunda
Gan, ini dua berita yang mengungkapkan kenyamanan warga eks Pluit yang telah menempati Rusun Marunda. Selama ini kita cuma membaca konflik yang terjadi antara Pemprov DKI dengan warga yang masih bertahan di Waduk Pluit. Ada baiknya kita juga membaca pengakuan warga yang sudah menempati Rusun Marunda. Semoga bisa dibaca oleh warga yang masih menolak untuk direlokasi ...

kapan & bagaimana cara mereka membacanya ...emoticon-Cape deeehh

Zico Nurrashid Priharseno | Kamis, 16 Mei 2013 | 19:12 WIB


KOMPAS/YULVIANUS HARJONO

Para penghuni baru Rusun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, memasang lemari dan sejumlah perabot lainnya yang disediakan cuma-cuma oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Jumat (15/2/2013). Selain perabotan lengkap seperti televisi, kulkas, meja, ranjang, dan lemari, ratusan warga eks penghuni kawasan Waduk Pluit juga akan mendapat subsidi khusus sewa rusun itu dan berbagai fasilitas lainnya


JAKARTA, KOMPAS.com — Warga yang sebelumnya tinggal di bantaran Waduk Pluit, Muara Baru, mengaku senang setelah pindah ke Rusun Marunda. Di sana, mereka mengaku hidup tenang, jauh dari kebisingan.

Taufik Ramli, penghuni Klaster B, Blok 3, mengaku lebih nyaman tinggal di rusun tersebut ketimbang saat tinggal di RT 18 RW 19 Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara.

"Enak di sini, tidak ada debu, tenang, dan anak-anak banyak teman bermainnya," kata pria yang telah dikaruniai seorang putra ini, Kamis (16/5/2013).

Senada dengan Taufik, Juanita juga berpendapat sama. Walaupun lebih jauh dari tempat ia bekerja, tinggal di Rusun Marunda, menurutnya, lebih enak karena jauh dari kebisingan dan ancaman banjir. Wanita yang tinggal di Blok 1, Klaster B, ini bekerja di salah satu perusahaan kargo di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa.

Untuk pergi ke tempat ia bekerja, Juanita menggunakan speed boat yang telah disediakan oleh Gubernur DKI sebagai sarana transportasi warga Rusun Marunda, tanpa dipungut biaya.

"Saya juga enggak ngerti kenapa banyak yang enggak mau pindah. Padahal, di sini nggak kena banjir dan enggak ada intimidasi," kata Juanita.

Menurut Yosep, pengelola Rusun Marunda, warga Muara Baru mulai menghuni rumah susun ini sejak Januari 2013 ketika banjir besar melanda Ibu Kota. Sekitar 80 persen, mereka menjadi penghuni Klaster B.

Untuk biaya sewa unit rumah susun, mereka dikenakan biaya sebesar Rp 128.000 sampai Rp 159.000. Mereka dikenakan biaya sewa program karena merupakan korban bencana alam.

"Yang pindahan dari Muara Baru, semuanya ditempatkan di Klaster B. Mereka menempati delapan dari sebelas blok yang ada di klaster ini," kata Yosep.

Editor : Ana Shofiana Syatiri

Sumber : [url]http://lipsus.kompas.com/gebrakan-jokowi-basuki/read/xml/2013/05/16/19120713/Eks.Warga.Waduk.Pluit.Enak.Tinggal.di.Rusun.Marunda[/URL]



RUSUN MARUNDA : "Kami Merasa Lebih Nyaman"
Rabu, 15 Mei 2013 | 03:55 WIB
K09 dan Mukhamad Kurniawan


Mereka sama-sama dari kawasan Waduk Pluit di Penjaringan, Jakarta Utara. Kini mereka terpisah. Sebagian pindah ke rumah susun, tetapi tak sedikit yang bertahan tinggal, bahkan mati-matian menolak pengosongan lahan.

Dengan terburu-buru, Hotmauli Situmorang (42) meninggalkan rumahnya di Rusun Marunda Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (14/5) siang. Ia mengambil ijazah sekolah dan sertifikat kecakapan sebelum kembali ke lokasi kerja di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung.

”Ada peluang jadi anggota satpam. Upahnya lebih tinggi ketimbang tenaga kebersihan yang dibayar Rp 75.000 per hari,” kata Hotmauli.

Ia adalah satu dari 250 warga baru Rusun Marunda, mantan penghuni Waduk Pluit, yang difasilitasi PT KBN (Persero) dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk bekerja di KBN Cakung dan Marunda. Sebagian besar bekerja sebagai tenaga kebersihan kawasan.

Seperti mantan penghuni Waduk Pluit yang direlokasi pemerintah, Hotmauli sedang memulai hidup baru di Marunda. Pekerjaan, sekolah bagi anaknya, hunian, juga lingkungan yang baru. Mei ini adalah bulan ketiga mereka tinggal di Rusun Marunda. Anak sulungnya, Febrina Christi (21), dapat kesempatan yang sama bekerja di KBN. Sementara anak keduanya, Riris Novita Sari (12), memulai sekolah di lokasi baru, SMP Negeri 162 Jakarta Utara.

Tak berhak

Sebelum pindah ke rusun, Hotmauli sebenarnya tergolong mapan di Muara Baru, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Di sisi utara Waduk Pluit, ia memiliki enam unit kos yang setiap unit disewakan Rp 200.000 per bulan. Ia juga punya tempat tinggal permanen di atas lahan 6 meter x 23 meter yang dia beli Rp 15 juta tahun 1990-an.

Akan tetapi, Hotmauli dan suaminya, Jamlihar Damanik (45), memutuskan ikut pemerintah saat diminta meninggalkan Waduk Pluit. Selain terlarang bagi hunian, kapasitas waduk jauh menurun dibandingkan dengan desain awalnya. Luas awalnya 80 hektar, tetapi 20 hektar di antaranya telah ditumbuhi hunian liar. Kedalamannya juga tinggal 1-3 meter dari seharusnya 7-8 meter.

”Kami tinggal di tanah negara. Karena itu, saat diminta pemerintah untuk mengosongkan lahan, kami langsung pindah meski ada beberapa warga yang melarang. Kami tak berhak tinggal di lahan negara,” tuturnya.

Saat ditawari mengosongkan lahan ketika banjir melanda Pluit, Januari-Februari 2013, tak banyak penghuni Waduk Pluit bergegas pindah. Alasannya macam-macam, terutama karena jauh dari lokasi kerja atau sekolah. Seorang warga Muara Baru lain menyatakan, ada kepentingan bisnis di balik usaha sebagian warga melarang tetangganya pindah ke rusun. Mereka khawatir usaha kos semakin sepi dan tak laku lagi.

Padahal, pemerintah mengiming-imingi mereka dengan sejumlah fasilitas, yakni gratis biaya sewa tiga bulan, air dan listrik, serta rumah berperabot lengkap, termasuk kulkas, kompor gas, televisi, kasur, dan meja kursi.

Lebih nyaman

Seperti Hotmauli, Iis (28), penghuni Rusun Marunda, menilai, tinggal di Rusun Marunda jauh lebih nyaman ketimbang di sekitar Waduk Pluit. Selain lingkungan yang lebih bersih, biaya sewa jauh lebih murah dari kontrakannya di Muara Baru. Iis dikenai tarif subsidi Rp 151.000 per bulan, sedangkan sewa rumah sebelumnya Rp 300.000 per bulan.

Hunian di Muara Baru umumnya berdiri di atas perairan yang bewarna hitam, penuh sampah, dan berbau busuk. Saat banjir, rumah-rumah di sekitar Waduk Pluit terendam berhari-hari hingga ketinggian 1,6 meter. Tidak hanya itu, penghuni baru Rusun Marunda diberi pelatihan keterampilan gratis, seperti tata rias kecantikan, tata boga, dan servis elektronik. Mereka juga diberi modal dan lokasi usaha.

Pemerintah juga membuka rute kapal Marunda-Muara Baru dan menyediakan bus untuk membantu transportasi warga Muara Baru yang direlokasi ke Marunda. Pemerintah juga menambah pusat kesehatan, tempat ibadah, dan sekolah untuk anak usia dini di Rusun Marunda.

Selain itu, pemerintah juga merelokasi warga di kawasan Waduk Pluit ke Rusun Buddha Tzu Chi di Muara Angke dan Cengkareng, Rusun Pinus Elok di Penggilingan Cakung, dan Rusun Waduk Pluit Penjaringan. Diperkirakan telah lebih dari 1.200 keluarga pindah ke rusun.

Meski demikian, tak sedikit warga yang bertahan tinggal di Waduk Pluit. Jumlah penghuni lahan waduk diperkirakan masih sekitar 8.000 keluarga. Hingga Rabu, warga Muara Baru menolak kehadiran aparat dan alat berat yang akan membongkar bangunan. ”Kami khawatir rumah warga digusur,” kata Rose (34), koordinator warga waduk Pluit, terkait aksi itu.

Rose dan warga, khususnya di RT 019 RW 017 Penjaringan yang kini menentang pengosongan lahan, berharap ada dialog sebelum penggusuran. Apalagi, sebagian warga yang dijanjikan rusun hingga kini belum dapat. Padahal, hunian mereka di sekitar Waduk Pluit telah rata dengan tanah.

Pemerintah daerah berencana membangun 100 tower per tahun di sejumlah kawasan, antara lain Muara Angke, Muara Baru, dan Marunda. Hingga akhir tahun ini, ditargetkan 40 tower dengan 4.000 unit rumah terbangun.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam beberapa kesempatan mengatakan, pembangunan rusun baru mendesak untuk menampung warga yang kini tinggal di lahan terlarang, seperti bantaran sungai, waduk, serta kolong jembatan dan jalan layang.

”Kami sampaikan pesan agar jangan ada lagi warga yang menduduki lahan negara serta mengambil untung dengan membangun rumah dan menyewakannya kepada orang lain,” kata Basuki.

Sumber : [url]http://megapolitan.kompas.com/read/2013/05/15/03553272/.Kami.Merasa.Lebih.Nyaman.[/URL]
0
63.2K
716
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.2KThread39.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.