PalugadaStoreAvatar border
TS
PalugadaStore
Kebal Atas Pengaruh Buruk
Hore!
Hari Baru, Teman-teman.

Coba perhatikan para karyawan fresh graduate yang baru bergabung dengan perusahaan Anda. Bagaimana perilaku mereka? Secara umum, mereka menunjukkan sopan santun yang tinggi, nada bicaranya enak didengar, raut wajahnya ramah, dan tindak tanduknya menyenangkan. Pendek kata, orang-orang baru; pada umumnya menunjukkan sikap dan perilaku yang baik. Sekarang coba perhatikan lagi, seperti apa sikap dan perilaku mereka setahun kemudian. Tiga tahun? Lima tahun? Kecenderungannya, sikap dan perilaku baik yang ditunjukkan pada masa-masa awal karir itu pada umumnya terkikis oleh waktu. Walhasil, kita melihat begitu banyak orang yang pada awalnya bersikap positif. Namun kemudian berubah menjadi negatif. Ini baru melihat orang lain lho. Belum melihat sikap diri kita sendiri. Mungkin, kita pun begitu. Kenapa kita manjadi pribadi yang negatif ya? Bukankah dulu kita juga sama positifnya dengan orang lain?

Tangan kiri saya masih terasa kebas. Soalnya tadi pagi baru disuntik oleh dokter. Kata dokter ; “Belum banyak lho Pak, yang sadar seperti Bapak. Biasanya orang sadar kalau sudah sakit.” Tahukah Anda, kira-kira suntik apa itu? Ya, benar sekali. Vaksin. Kenapa kita perlu vaksin? Karena, vaksin membantu kita untuk kebal terhadap penyakit tertentu. Misalnya, vaksin hepatitis B membuat kita kebal terhadap hepatitis B sekalipun berada di lingkungan yang beresiko. Kantor, adalah tempat yang penuh resiko. Bukan resiko kena hepatits B, tetapi resiko terkena pengaruh perilaku buruk. Anda tentu sudah tahu bahwa perilaku buruk itu menular. Itulah sebabnya mengapa orang-orang baru yang bekerja di kantor yang penuh intrik dan persaingan tidak sehat biasanya ikut berubah menjadi licik, picik, atau bersikap negatif. Maka dari itu, kita pun perlu mempunyai kekebalan terhadap kemungkinan tertular pengaruh buruk di kantor. Adakah vaksinnya? Ada. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar membentuk kekebalan terhadap pengaruh buruk di kantor, saya ajak memulainya dengan memahami dan menerapkan 5 sudut pandang Natural Intelligence (NatIn™), berikut ini:

1. Santap vaksin wajibnya. Setiap bayi punya agenda khusus untuk mendapatkan vaksin wajib. Contohnya; BCG, DPT dan Polio. Artinya vaksin wajib itu mesti alias kudu. Jika tidak, kasihan nantinya dia bisa rentan terhadap penularan penyakit. Di kantor, kita juga punya vaksin wajib. Contohnya membaca artikel-artikel yang positif dan inspiratif. Bacalah artikel-artikel bagus. Banyak kok sumber yang bisa Anda dapatkan. Para penulisnya, sama sekali tidak minta bayaran apapun kepada Anda. Terlebih lagi jika dikantor Anda jarang mengundang pembicara dari luar yang bisa menjaga kesadaran pribadi Anda tetap tinggi. Dekat-dekatlah dengan artikel-artikel mereka. Meskipun Anda tidak selalu bertemu dengan orangnya, namun energy positif yang dihantarkannya bisa menjadi vaksin yang membantu Anda untuk kebal terhadap pengaruh buruk di kantor. Sudah punya sumber artikel inspiratif yang bisa memvaksinasi Anda? Jika belum, segera temukan sekarang juga.

2. Memilih teman dekat. Anda tidak boleh menjadi lawan atau musuh bagi kolega di kantor. Apapun alasannya, lebih banyak ruginya bagi Anda. Beberapa perusahaan bonafid malah menerapkan aturan yang keras dalam Peraturan Perusahaan. Orang yang saling bermusuhan dikantor, mendapatkan sanksi tegas. Bahkan bisa sampai dikeluarkan. Sekalipun di kantor Anda tidak setegas itu, tapi memiliki musuh dikantor tetap bukan pilihan. Maka berhubungan baik dengan semua kolega itu sangat penting. Tapi, tidak selalu harus menjadi teman dekat. Banyak pengaruh buruk di kantor yang menular karena hubungan dekat. Wajar, karena teman dekat biasa saling curhat. Dan saling sokong, meskipun salah. Oleh karena itu, Anda perlu lakukan ini; (a) membangun hubungan baik dengan semua orang di kantor, dan (b) hanya berteman dekat dengan orang-orang pilihan saja. Siapapun layak menjadi teman Anda. Tapi teman dekat? Harus Anda pilih dengan akurat. Orang-orang yang bersikap, berperilaku buruk; cukup kenal saja. Tapi tidak untuk dijadikan teman dekat.

3. Tidak usah ikut-ikutan teman. Sudah berusaha memilih-milih teman pun kita masih sering salah. Tak apa-apa. Wajar kok kalau salah. Kita kan tidak pernah tahu luar dalamnya orang lain. Maka kadang-kadang meleset juga. Tidak usah terlampau dipikirkan. Dan tidak perlu juga disesali. Yang paling penting sekarang adalah; bagaimana caranya agar pertemanan yang dekat itu tidak menjadi bumerang bagi Anda. Meskipun teman dekat, jika sikap atau perilakunya buruk; maka Anda tidak perlu ikut-ikutan. “Nanti disingkirkan, lho!” Sering juga kan kita dengar blackmail seperti itu? Padahal tidak selalu benar-benar begitu. Justru tugas kita sebagai teman dekat adalah mengingatkan agar hal-hal buruk begitu tidak diteruskan. Mumpung belum menjadi kebiasaan. Segera ajak dia untuk ‘memutar balik’, dan kembali berjalan di jalur yang benar. Jika menolak? Ya sudahlah. Setiap orang hanya akan mempertanggungjawabkan amalnnya masing-masing kok. Tidak perlu terlampau risau. Yang penting, kita; jangan sampai ikut-ikutan melakukan keburukan yang sama. Insya Allah, kita akan kebal dari pengaruh buruk itu.

4. Mengaktifkan antenna hati nurani. Di kantor, kadang tidak jelas lagi mana hal baik dan mana yang buruk. Jika kebanyakan orang melakukan keburukan itu, maka orang tidak sadar lagi jika itu buruk. Mereka sudah tidak merasa salah lagi, karena sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Jika ingin kebal terhadap pengaruh buruk, maka Anda harus teguh dalam membedakan perilaku baik dan buruk. Tidak susah kok, sebenarnya; selama Anda mengaktifkan hati nurani untuk mengakui bahwa ini baik, dan itu buruk. Maka untuk bisa memilah baik dan buruk; kita mesti membawa serta hati kita kedalamnya. Tidak bisa, jika hanya menggunakan pikiran. Karena pikiran selalu punya cara untuk mencari pembenaran. Misalnya, akal kita; pasti bisa berhitung kalau kerja berat seperti ini pantasnya dibayar berapa. Lalu menentukan sendiri ‘angka’ bayaran yang pantas itu. Karena tidak dibayar segitu, maka akal selalu mengatakan ‘wajar’ jika kita melakukan ‘sesuatu’. Hati alias Kalbu? Tidak begitu. Karena fungsi kalbu adalah untuk menjadi antenna penerima petunjuk Ilahi. Jadi, hanya orang yang selalu mengaktifkan kalbunya yang bisa membedakan baik dan buruk; lalu bersama akalnya memilih yang baik dibelantara hal-hal yang bercampur baur.

5. Menjaga reputasi pribadi. Seberapa penting sih reputasi itu? Kita sering mendengar orang-orang top yang akhirnya tidak lagi dipercaya hanya gara-gara ketahuan melakukan sesuatu yang menurut penilaian umum tidak baik. Orang top, lho. Apa lagi orang biasa seperti kita. Satu-satunya alasan orang lain menghargai kita adalah karena mereka percaya bahwa kita ini orang baik. Bagaimana jika kita nodai dengan perilaku buruk? Bisa luntur deh kepercayaan itu. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga reputasi. Tidak berarti sebagai manusia biasa kita tidak boleh salah. Kita boleh salah. Khususnya di area-area pribadi kita. Kita kan manusia biasa. Tetapi jika ada sangkut pautnya dengan orang lain, maka urusannya bukan soal pribadi lagi. Itu sudah menjadi public domain, alias wilayah yang orang lain berhak mempermasalahkannya. Di kantor, lebih banyak public domainnya, daripada urusan pribadinya. Maka menjaga reputasi kita dikantor berarti menjaga diri dari perilaku buruk dalam menjalani hari-hari kerja kita. Selama kita terus menjaga reputasi itu, maka selama itu juga kita akan kebal terhadap pengaruh buruk di lingkungan kerja kita.

Hukum alam menentukan bahwa dalam setiap interaksi, pasti ada pertukaran pengaruh. Hal itu tidak bisa dielakan. Enak, jika pengaruh itu baik. Kita bisa menjadi pribadi yang semakin baik dari hari ke hari. Tapi jika pengaruh itu buruk? Kita mesti punya sistem kekebalan yang tinggi, supaya tidak ikut-ikutan menjadi buruk. Lebih baik jika kita bisa saling mengingatkan. Saat teman kita salah, kita ingatkan agar kembali ke jalan yang benar. Saat kita salah, teman kita yang gantian mengingatkan. Kalau ngeyel? Biarlah firman Allah dalam surah 2 ayat 139 saja yang berlaku: ”Bagi kami amal perbuatan kami. Dan bagi kamu amal perbuatanmu sendiri.” Jika kita sudah kebal dari pengaruh buruk lingkungan, Insya Allah, kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Karena tidak seorang pun yang bertanggungjawab atas dosa orang lain, maka mari; kita usahakan agar perbuatan kita tetap baik. Supaya mudah mempertanggungjawabkannya kelak. Ketika kita menghadap Sang Khalik.


Dikutip dari : Dadang Kadarusman (Trainer)
0
5.7K
2K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Young on Top KASKUS Community (YOTKC)
Young on Top KASKUS Community (YOTKC)
icon
1.7KThread850Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.