niapraAvatar border
TS
niapra
Kisah Pengumpul ‘Puzzle’ Jenazah Korban Sukhoi
Ada banyak kisah yang tercecer dari evakuasi dan identifikasi korban pesawat Sukhoi Superjet 100. Salah satunya adalah kisah tiga antropolog forensic yang dilibatkan dalam identifikasi jenazah. Berikut kisah kerepotan mereka mengidentifikasi jenazah korban.

Berawal dari facsimile yang diterima Sekretaris Laboratorium Bioantropologi dan Paleoantropologi Universitas Gadjah Mada, Rusyad Adi Suriyanto, Jumat 10 Mei 2012 lalu. Pengirimnya adalah Direktur Eksekutif Komite Disaster Victim Identification (DVI) Indonesia, Anton Castilani.

Anton minta Rusyad dan koleganya ke Jakarta membantu identifikasi jenazah korban Shukoi Superjet 100 yang jatuh di Gunung Salak sehari sebelumnya. Selain Rusyad, ada Etty Indriati, Kepala Laboratorium Bioantropologi dan Paleoantropologi UGM dan Lektor Kepala di Departemen Antropologi FISIP Universitas Airlangga, Toetik Koesbardiati.

Etty dan Toetik, senior Rusyad. Ikut serta pula Delta Bayu Murti. Mereka bantingan ongkos, berangkat ke Jakarta. Dan langsung ke RS Polri, Kramat Jati.

Di ruang jenazah, mereka terkesiap. Tak menyangka, kondisi jenazah hancur berkeping-keping. "Tidak ada jenazah yang utuh. Hangus, tercerai berai," katanya. Satu kantong jenazah yang dibawa sukarelawan bisa berisi enam individu. Ada potongan kaki, rangka kepala yang tidak utuh, dan gigi bertebaran.

Ada jenazah yang masih memiliki badan, tetapi kepala, tangan, dan kakinya terpisah. Kondisinya begitu mengenaskan. "Jenazah korban sudah dimakan belatung," katanya. Medan yang berat, cuaca tak menentu, membuat jasad rusak dan dimakan belatung.

Ekspresi Rusyad begitu datar. "Nggak ada rasa takut atau jijik karena kami sadar mereka sesama kami," ujarnya. Lagi pula, ketakutan terhadap orang mati menurut dia tidak beralasan. "Mereka yang mati sudah selesai aktivitasnya," katanya. Tidak ada yang menakutkan dari orang mati, justru orang hidup yang menakutkan."

Kondisi tubuh hancur membuat identifikasi korban Shukoi menguras energi tim DVI Indonesi "Ini (Shukoi) terberat," katanya. "Peristiwa pemboman sekalipun tidak serumit ini."

Masuk Tim DVI, mereka dibagi enam kelompok. Tiap kelompok menerima satu atau dua kantong mayat. Isi kantong ditebar di meja dan dicermati oleh tim gabungan forensik polisi dan militer, kedokteran forensik, patologi forensik, dan odontologi forensik. "Kami seperti bermain puzzle yang harus dipecahkan," kata Rusyad. “Tugasnya mengembalikan jenazah ke keluarga dengan sempurna.

Tugas pun tak sekedar mengecek DNA. Tapi mengamati potonan tubuh, termasuk membersihkan belatung. Pun juga tanah dan lumpur yang menyatu dengan kerangka tulang tubuh korban.

Dari rekam gigi, banyak korban yang sudah bisa diidentifikasi lebih cepat dari waktu yang dijanjikan tim DVI. "Ini bisa jadi pengalaman kita semua bahwa rekam gigi itu sangat diperlukan untuk pengidentifikasian," ujar Rusyad. Ada puluhan orang yang menunjukkan rekam gigi, sehingga "puzzle" para jenazah makin terang benderang.



SUMBERR




saluuut ih sama prof Etty dkk
emoticon-2 Jempol
1
9.4K
52
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.7KThread40.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.