• Beranda
  • ...
  • Spiritual
  • [Buddhist only] Pengenalan pada Tuhan dan Ketuhanan Buddhisme

sumedhaAvatar border
TS
sumedha
[Buddhist only] Pengenalan pada Tuhan dan Ketuhanan Buddhisme
Namaste. Melalui tulisan ini, saya ingin berbagi pandangan dan pengetahuan saya yang dangkal dalam memahami konsep tuhan dan ketuhanan dalam buddhisme. semoga menjadikan suatu wacana baru bagi rekan2 yang ingin mengetahui secara jelas apa dan bagaimana tuhan dalam buddhisme. kurang dan lebihnya silakan didiskusikan disini agar menjadi pembelajaran bersama.
salam Sumedha.


Quote:


Kepada Guru Buddha, Yang ter-Agung sepanjang masa
Serta Guru – Guru pewaris Dharma Yang Mulia
Ku menghormat dengan sangat dalam



Ketuhanan Dalam Pandangan
Agama Buddha




1. PENDAHULUAN
Ada sesuatu yang cukup unik di dalam nilai-nilai agama Buddha, yaitu jarangnya terdengar pembahasan mengenai ide Ketuhanan. Ada penyebutan tentang Ketuhanan, namun minimnya keterangan dan penjelasan yang berarti tentang ‘ITU’ membuat pemahaman ini menjadi kabur. Bahkan, seandainya diajukan pertanyaan-pertanyaan spesifik mengenai ide ini, seringkali ditanggapi dengan kurang serius, sehingga penanya pun menjadi sedikit kecewa dan menyisakan kebingungan dihatinya. Apakah yang sesungguhnya terjadi?

Pembahasan mengenai ide Ketuhanan bukanlah sesuatu yang mudah. Ini merupakan topik pembicaraan yang sangat berat dan perlu ketelitian extra supaya tidak terjerumus pada pemahaman yang keliru yang justru merendahkan nilai-nilai Ketuhanan itu sendiri. Dijelaskan bahwa pembicaraan seperti ini tidak sembarangan, hanya disampaikan kepada orang yang sudah siap secara spiritual, dan di tempat yang layak. Siap secara mental berarti sudah berkembang di dalam pengetahuan dan kejernihan pikiran yang dalam dan intuitif. Tempat yang layak itu sendiri berarti tidak di sembarang tempat yang mana sangat ramai ataupun kotor dsb, yang membuat konsentrasi seseorang menjadi terpecah dan gagal dalam memahami pengetahuan yang teramat dalam ini.

Pembicaraan seperti ini sendiri juga hanya layak disampaikan oleh orang yang sudah memahaminya baik dari segi makna maupun pengetahuan intuitif yang dalam. Paradoksnya, seringkali topik-topik mahaberat ini diulas oleh orang-orang yang masing-masing kurang memahami atau bahkan buta sama sekali, pun ditempat dan kesempatan yang kurang sepantasnya. Seandainya ada dua, tiga, empat, atau lebih banyak orang membicarakannya hanya dari hasil kognisi pribadi, maka mereka hanyalah membicarakan ide-ide yang kosong, dan akhirnya membuat kesimpulan-kesimpulan yang kosong pula. Ironis.

Di dalam kitab Buddhavamsa, The Great Chronicle of Buddha, dikatakan oleh Buddha demikian;
“Dhamma yang telah kupahami sungguh sangat mendalam, sulit dicerna, sulit dipahami, halus, Agung, tidak dalam jangkauan pemikiran mereka yang tidak bijaksana dan berkembang pikirannya, karena mahluk-mahluk ini masih terikat pada kesenangan inderawi. Hal-hal yang berhubungan dengan ‘muncul bergantung pada’ merupakan pokok yang sulit dipahami. Dan Nibbana, berhentinya segala sesuatu yang berkondisi, meninggalkan semua nafsu keinginan, penghancuran keinginan yang tak terpuaskan, yang tidak melekat, dan yang berhenti dari segala proses, - juga persoalan yang tidak mudah untuk dipahami. Jika Aku harus mengajarkan Dhamma, pihak lain akan sulit untuk memahamiku.”

Buddha juga menyatakan di dalam kitab Anguttara Nikaya III-23.2 demikian;“O, Sariputta, apakah aku mengajarkan Dhamma secara ringkas, atau apakah aku mengajarkannya secara terperinci, atau apakah aku mengajarkannya baik secara ringkas maupun terperinci, sulit ditemukan mereka yang dapat memahaminya.”

Atas dasar pernyataan inilah, maka kemudian Buddha meletakkan pondasi-pondasi yang memungkinkan seseorang untuk memahami dengan jelas dan tuntas atas ide yang begitu mendalam ini. Pada kenyataannya, bahkan seorang yang berpendidikan formal tinggi sekalipun, yang telah banyak belajar dan mendengar serta berdiskusi, sebelum mereka mengembangkan pikirannya sampai pada tahap kejernihan dan intuitif yang mendalam, sulit untuk memahaminya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan apabila penceramah agama Buddha jarang sekali menerangkan perihal topik ini kepada khalayak. Bahkan diantara para penceramah itu sendiri ada yang belum menguasai dengan baik topik ini. Demikianlah peliknya permasalahan ini ditumpahkan.

“Yang Tidak Terpengaruh, sulit untuk diketahui dan dipahami. Kebenaran Hakiki tidak mudah untuk dilihat. Nafsu keinginan akan ditembus oleh orang yang ‘tahu’, dan tiada penghalang bagi orang yang melihat.” Buddha, kitab Udana 8.2.

Alih-alih memberikan pemahaman total mengenai aspek Ketuhanan kepada orang-orang yang belum siap untuk mendengarkan ini, Buddha menganjurkan para siswa dan pengikutnya untuk dengan tekun mempelajari Dhamma –kebenaran universal, mengembangkan diri di dalam moralitas yang luhur, mengembangkan diri di dalam keseimbangan dan kejernihan pikiran yang dalam, serta mengembangkan diri di dalam kebijaksanaan. Beliau memberikan penekanan dengan mengatakan;
“Demikianlah, o, para bhikkhu, Sang Tathagata, Sang Arahat, Yang Sepenuhnya Tercerahkan, Raja Dhamma yang adil dan luhur; bergantung pada Dhamma, menghargai Dhamma, menjunjung tinggi Dhamma dan menghormatinya dengan Dhamma sebagai panji-bendera-dan kekuasaanNya...” (Anguttara Nikaya III.19)

Langkanya penjelasan yang gamblang mengenai konsep ini, membuat kesan bahwa agama Buddha tidak memiliki landasan Ketuhanan / Ke-Esa-an. Kiranya penjelasan ini bisa diterima sebagai tesis awal di dalam penelitian pemahaman Ketuhanan di dalam agama Buddha.


2. DOKTRIN KETUHANAN / KE-ESA-AN
•\tPertanyaan; Apakah agama Buddha mengenal doktrin Ketuhanan? Dan seperti apakah doktrin ini dijelaskan?
Ternyata, jawabannya adalah ‘Ya, agama Buddha juga membahas ajaran mengenai Ketuhanan,
namun dipahami dengan cara yang nyaris sama sekali berbeda dengan apa yang dianut oleh keyakinan yang lain seperti Kristiani, Islam, Jewish, Sikh, Hindu, dan lain sebagainya.’

Sehubungan dengan ini, Buddha menyatakan di dalam kitab Udana 8.3, dan kitab Itivuttaka demikian;
“O, bhikkhu, ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, Yang Mutlak. Jika seandainya saja, O, bhikkhu, tidak ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, Yang Mutlak; maka tidak akan ada jalan keluar kebebasan dari siklus kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi karena ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, Yang Mutlak; maka ada jalan keluar atau pembebasan dari siklus kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.”

Kitab Sutasoma gubahan Mpu Prapanca menuliskan demikian “........tan hana Dharma Mangrwa”, yang berarti tidak ada suatu Kebenaran hakiki yang mendua, dengan kata lain ‘ITU’ hanyalah tunggal, esa, satu adanya.

Satu hal yang membuat agama Buddha menjadi aneh bagi keyakinan yang lain adalah
Budhism tidak mengenal konsep Tuhan sebagai Maha Pencipta. Budhism juga tidak mengenal Tuhan yang diidentifikasikan sebagai mahluk agung tertentu yang memiliki kekuatan yang maha besar, yang mencipta dan mengatur segala sesuatu, yang tinggal di suatu alam tertentu, dan memiliki sifat-sifat emosional manusiawi seperti halnya : mencintai, tidak menyenangi satu hal ataupun hal lain, memberikan hukuman ataupun berkah, murka, menguji dan lain sebagainya.

Agama Buddha mengajarkan konsep Ketuhanan yang non-reaksional, stabil di dalam damai abadi , tanpa bentuk, warna, aroma, maupun suara, tak terkondisi, tidak berubah, tidak berkarakter, tidak dikenali dengan tanda-tanda, tidak memberikan sabda, (dan sederet bahasa etis yang sulit untuk menjelaskan keberadaan-Nya). Dalam cara yang satu inilah, kiranya, agama Buddha dianggap tidak berTuhan. Namun predikat ini tidak pernah dianggap sebagai beban. Sekalipun dicap sebagai tidak berTuhan karena konsepnya yang asing bagi keyakinan lain, agama Buddha tidak pernah merasa memiliki masalah tentang perlunya menunjukkan keber-Tuhan-annya ataupun tidak kepada orang-orang yang bingung. Bagaimanakah hal ini dapat dijelaskan?

Filosofi Budhis menjelaskan
setiap mahluk memiliki benih Kebudhaan di dalam dirinya, dan punya potensi untuk mencapai itu. Jadi singkatnya; Tuhan dalam agama Buddha bukanlah satu mahluk yang berkekuatan maha besar yang bersemayam di suatu alam tertentu, yang menciptakan segala fenomena fisik maupun mental, materi maupun non materi. Namun demikian hakekat kedamaian abadi-Nya terdapat pada semua mahluk, dan kalau diupayakan, mereka dapat mencapai-Nya karena ‘ITU’ adalah apa yang dituju dan dicari oleh semua mahluk.
maxx69
maxx69 memberi reputasi
1
43.1K
724
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Spiritual
Spiritual
icon
6.2KThread2.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.