Menteri Perindustrian Airlangga mengikuti Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/7/2019).
Pemerintah akan memberikan sejumlah insentif untuk mendorong peranan industri kimia terhadap perekonomian nasional. Pemerintah tengah mempertimbangkan agar pelaku usaha di sektor ini bisa mendapatkan keringanan pajak seperti tax allowance dan tax holiday.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan industri kimia dinilai berperan penting dalam memasok kebutuhan bahan baku bagi sektor manufakturnya lainnya seperti industri plastik dan industri tekstil.

Ia menyebut selama ini industri kimia sebagai salah satu sektor yang mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan devisa.

"Contohnya kita lihat dari nilai ekspornya, sepanjang periode Januari-Agustus 2019, kelompok industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia ini telah menyumbang hampir AS $9 miliar," ungkapnya dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (28/9/2019).

Berdasarkan karakteristiknya, industri kimia dikategorikan sebagai jenis sektor yang padat modal, padat teknologi, dan lahap energi, sehingga perlu langkah pengembangan yang berkesinambungan di antara para pemangku kepentingan.

Namun investasi di sektor petrokimia dalam kurun waktu 20 tahun terakhir masih tergolong minim. Bahkan kapasitas produksi dalam negeri untuk bahan baku petrokimia baru mencapai 2,45 juta ton. Sementara kebutuhan dalam negeri mencapai 5,6 juta ton per tahun.

Kondisi serupa terjadi pada industri methanol. Di saat kebutuhan pada methanol meningkat, Indonesia baru memiliki satu produsen yang kapasitas produksinya 660 ribu ton per tahun. Alhasil, ketergantungan impor metanol tergolong tinggi.

Nilai impor metanol mencapai AS $12 miliar dolar AS atau setara Rp174 triliun per tahun. Pasalnya, methanol merupakan senyawa intermediate yang menjadi bahan baku berbagai industri; antara lain industri asam asetat, formaldehid, Methyl Tertier Buthyl Eter (MTBE), polyvinyl, polyester, rubber, resin sintetis, dan Dimethyl Ether (DME).

Beberapa tahun terakhir, pemerintah fokus mendorong investasi besar-besaran di industri petrokimia. Misalnya, di Cilegon ada dua industri petrokimia, Chandra Asri dan Lotte Chemical, yang total nilai investasinya mencapai AS $7 miliar.

"Sektor ini membutuhkan banyak asupan energi, sehingga besar kecil tarifnya sangat berpengaruh terhadap daya saing hingga di sektor hilirnya," ujar Airlangga.

Kendati begitu, bakal ada penambahan penanaman modal dalam pengembangan industri petrokimia di Tanah Air yang berlokasi di Balongan, Indramayu, Jawa Barat.

"Di sana akan ada pembangunan klaster baru hasil kerja sama Pertamina dengan CPC Taiwan. Jadi, nanti ada perusahaan induk dan beberapa perusahaan hilirnya. Total investasinya sekitar AS $8 miliar," tuturnya.

Guna mendongkrak produktivitas dan daya saing industri petrokimia nasional, menurut Airlangga, selain perlu ditopang ketersediaan infrastruktur, juga pasokan energi menjadi vital sebagai bahan baku seperti gas industri. Hal ini mengingat penggunaan gas di sektor industri berkontribusi sangat signifikan dalam struktur biaya industri.

Oleh karena itu, penyesuaian harga gas yang kompetitif perlu dilaksanakan. Selanjutnya, infrastruktur yang dibutuhkan antara lain jaringan transportasi dan pelabuhan, perlunya penguasaan riset dan pemanfaatan teknologi terkini, serta ketersediaan pekerja yang kompeten.

"Industri kimia diharapkan juga dapat meningkatkan kapasitas produksinya yang berbasis ethylene. Apalagi, kebutuhan plastik terus meningkat, yang saat ini mencapai 5 juta ton per tahun. Nanti yang diproduksi dari Cilegon setelah adanya ekspansi sebesar 3 juta ton per tahun, dan ditambah dari Balongan sebesar 1 juta ton per tahun," tandasnya.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...industri-kimia

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Pendemo terlindas kendaraan taktis, Kapolda: Tidak sengaja

- 5 Makanan nasional ramaikan Festival Kuliner dan Belanja 2019

- Pecah kongsi dengan Garuda, 15 pesawat Sriwijaya setop terbang