Untuk UU KPK hasil revisi, masalahnya bukan cuma silakan gugat ke MK. Untuk revisi KUHP, bukan cuma sudah ditunda. Dengarlah keberatan rakyat.
KONYOL | DPR bebal. Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengiyakan. Maka revisi UU KPK pun lolos jadi UU KPK versi baru. Begitu juga dengan terpilihnya komisioner baru KPK hasil godokan pansel. Parlemen dan presiden mengabaikan keberatan banyak pihak.

Dalam revisi UU KPK, dan RUU lain dalam program legislasi, DPR bukan anak TK lagi. DPR sudah naik tingkat, ke kelas enam SD bahkan SMP, atau malah SMA (dan ehm, mungkin mahasiswa): ngebut mengerjakan tugas memepet tenggat.

Pengabaian terhadap suara banyak pihak hanya menggoreng kegusaran rakyat. Untuk revisi KUHP, masalahnya bukan "di KUHP yang sekarang juga ada" atau "baca dulu mana yang delik aduan", tapi kemauan DPR untuk mendengar. Juga: ketahudirian DPR bahwa masa tugas segera tamat.

Lalu meruyaklah demonstrasi di sejumlah kota pekan ini. Jokowi pura-pura tidak tahu bahwa tujuan demo bukan menurunkan presiden. Jokowi pura-pura tak sadar bahwa protes juga datang dari kalangan yang mencoblos dia.

Sengaja menaburkan benih amarah kepada khalayak, lalu mengajak mereka bijak dalam menelaah masalah, bukanlah komunikasi yang bijak. Nyatanya presiden dan parlemen menempuh cara itu.

Beberapa RUU ditunda pembahasannya karena ada demo besar-besaran. Sebelum ada demo akbar, revisi KUHP sudah ditunda, tapi rakyat kadung jengkel. Sedangkan UU KPK versi baru akan diuji di Mahkamah Konstitusi.

Biarlah urusan UU itu dibahas di DPR periode berikutnya, dalam masa kepresidenan Jokowi berikutnya. Proses tawar-menawar berlangsung lebih matang, melibatkan lebih banyak pihak.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...gar-sejak-awal

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Rizal Djalil tersangka, terjerat korupsi massal proyek air minum

- Pemerintah tak akan pilih opsi Perppu

- Demo pelajar STM di gedung DPR/MPR juga berujung rusuh