- Beranda
- The Lounge
[REBOOT STORY] Bawang Putih and The Huntsman
...
TS
anwar04
[REBOOT STORY] Bawang Putih and The Huntsman
Quote:
Higan, apa kabar nih? Ane balik lagi dengan tema klasik tapi dikemas dengan tampilan yang semoga menarik
Sebelum lebih jauh, ane mau ngucapin makasih buat agan sista yang sudah meluangkan waktunya untuk mampir dan meninggalkan jejaknya di sini. Syukur-syukur sekalian rate5. Untuk cendol, ane nggak melayani tuker-lempar balik, ya, gan!
Dalam tret ini ane mau ngikutin jejak sutradara Hollywood yang sukses bikin remake/ reboot film jadul dari kisah klasik. Seperti halnya film Snow White yang dirombak jalan ceritanya, di tret ini ane juga mau ngerombak jalan cerita Bawang Merah dan Bawang Putih.
Penasaran seperti apa jalan ceritanya, gan? Yuk kita simak di tekape
Cerita ini terinspirasi dari artikel-artikel yang ane ambil dari blog http://hasansaif.blogspot.com
Sebelum lebih jauh, ane mau ngucapin makasih buat agan sista yang sudah meluangkan waktunya untuk mampir dan meninggalkan jejaknya di sini. Syukur-syukur sekalian rate5. Untuk cendol, ane nggak melayani tuker-lempar balik, ya, gan!
Dalam tret ini ane mau ngikutin jejak sutradara Hollywood yang sukses bikin remake/ reboot film jadul dari kisah klasik. Seperti halnya film Snow White yang dirombak jalan ceritanya, di tret ini ane juga mau ngerombak jalan cerita Bawang Merah dan Bawang Putih.
Penasaran seperti apa jalan ceritanya, gan? Yuk kita simak di tekape
Cerita ini terinspirasi dari artikel-artikel yang ane ambil dari blog http://hasansaif.blogspot.com
Spoiler for Chapter 1:
Quote:
Selendang Ibu Tiri
Prakkk. Hentakan keras tedengar hingga ke bagian luar rumah. Tetangga sekitar seolah sudah terbiasa menyaksikan kekerasan yang dilakukan seorang janda terhadap anak tirinya. Sikap kejamnya itu ia luapkan kepada Bawang Putih, anak tiri dari pernikahan keduanya. Semenjak suaminya meninggal, janda kejam ini semakin leluasa memperbudak anak tirinya.
Dasar ceroboh! Kamu tahu berapa harga selendang itu? Kamu nggak akan sanggup membelinya meski harus menjual cincin kesayanganmu itu!
Sambil terisak, Bawang Putih meminta maaf kepada ibunya. Ia berjanji akan mencari selendang yang hilang itu dengan cara menyusuri sungai tempatnya biasa mencuci.
Tetangga sekitar tak mampu berbuat banyak. Mereka hanya bisa mengelus dada karena si janda merupakan seorang dukun berilmu sakti. Siapapun yang berurusan dengannya, pasti akan mendapatkan musibah dalam kehidupannya.
Bawang Putih keluar rumah dengan langkah gontai. Airmatanya bercucuran. Sepanjang perjalanan menuju sungai, beberapa tetangga menawarinya untuk mampir sekedar mengisi perutnya. Sudah menjadi kebiasaan bahwa ia tak pernah mendapatkan sarapan pagi saat hendak pergi mencuci ke sungai.
Bawang Putih hanya mampu berterima kasih pada tetangganya. Tapi, ia tidak bisa menerima tawaran tersebut karena ibu tirinya akan memarahinya.
Prakkk. Hentakan keras tedengar hingga ke bagian luar rumah. Tetangga sekitar seolah sudah terbiasa menyaksikan kekerasan yang dilakukan seorang janda terhadap anak tirinya. Sikap kejamnya itu ia luapkan kepada Bawang Putih, anak tiri dari pernikahan keduanya. Semenjak suaminya meninggal, janda kejam ini semakin leluasa memperbudak anak tirinya.
Dasar ceroboh! Kamu tahu berapa harga selendang itu? Kamu nggak akan sanggup membelinya meski harus menjual cincin kesayanganmu itu!
Sambil terisak, Bawang Putih meminta maaf kepada ibunya. Ia berjanji akan mencari selendang yang hilang itu dengan cara menyusuri sungai tempatnya biasa mencuci.
Tetangga sekitar tak mampu berbuat banyak. Mereka hanya bisa mengelus dada karena si janda merupakan seorang dukun berilmu sakti. Siapapun yang berurusan dengannya, pasti akan mendapatkan musibah dalam kehidupannya.
Bawang Putih keluar rumah dengan langkah gontai. Airmatanya bercucuran. Sepanjang perjalanan menuju sungai, beberapa tetangga menawarinya untuk mampir sekedar mengisi perutnya. Sudah menjadi kebiasaan bahwa ia tak pernah mendapatkan sarapan pagi saat hendak pergi mencuci ke sungai.
Bawang Putih hanya mampu berterima kasih pada tetangganya. Tapi, ia tidak bisa menerima tawaran tersebut karena ibu tirinya akan memarahinya.
Spoiler for Chapter 2:
Quote:
Pemburu Kijang
Peluh bercucuran tak membuat langkah Bawang Putih terhenti. Ia terus saja berjalan menyusuri sungai untuk mencari selendang sutra berwarna biru muda yang hanyut kemarin. Hatinya terus memanjatkan pinta pada Tuhan agar ia mendapatkan petunjuk.
Byuurrr. Bawang Putih terpeleset dan jatuh ke sungai. Ia berteriak meminta tolong. Namun tidak seorangpun mendengar. Ia pun tak sadarkan diri.
###
Kamu siapa?!tanya Bawang Putih saat melihat seorang pemuda sedang duduk di sampingnya.
Tenang! Saya menemukan kamu di tepi sungai dengan kening berdarah. Saya sengaja membawamu ke sini.
Bawang Putih terdiam sambil memegangi kepalanya yang dibalut kain. Ia berusaha mengingat apa yang terjadi padanya sehingga ia tak sadarkan diri. Iapun teringat selendang ibu tirinya, aku harus pergi sekarang! Aku harus menemukan selendang ibuku sebelum hari mulai gelap.
Tapi.., kamu masih butuh istirahat.
Bawang Putih berusaha bangkit sambil berkata, tidak! Aku tidak bisa berlama-lama di sini!
Pemburu Kijang itu tidak mampu menahan Bawang Putih yang bersikeras pergi. Diam-diam ia terpesona oleh paras Bawang Putih yang sederhana tapi memikat hatinya. Baiklah, saya tidak bisa melarangmu pergi, tapi.., bolehkah saya tahu siapa namamu?
Namaku Bawang Putih, jawabnya sambil berjalan ke arah sungai.
Peluh bercucuran tak membuat langkah Bawang Putih terhenti. Ia terus saja berjalan menyusuri sungai untuk mencari selendang sutra berwarna biru muda yang hanyut kemarin. Hatinya terus memanjatkan pinta pada Tuhan agar ia mendapatkan petunjuk.
Byuurrr. Bawang Putih terpeleset dan jatuh ke sungai. Ia berteriak meminta tolong. Namun tidak seorangpun mendengar. Ia pun tak sadarkan diri.
###
Kamu siapa?!tanya Bawang Putih saat melihat seorang pemuda sedang duduk di sampingnya.
Tenang! Saya menemukan kamu di tepi sungai dengan kening berdarah. Saya sengaja membawamu ke sini.
Bawang Putih terdiam sambil memegangi kepalanya yang dibalut kain. Ia berusaha mengingat apa yang terjadi padanya sehingga ia tak sadarkan diri. Iapun teringat selendang ibu tirinya, aku harus pergi sekarang! Aku harus menemukan selendang ibuku sebelum hari mulai gelap.
Tapi.., kamu masih butuh istirahat.
Bawang Putih berusaha bangkit sambil berkata, tidak! Aku tidak bisa berlama-lama di sini!
Pemburu Kijang itu tidak mampu menahan Bawang Putih yang bersikeras pergi. Diam-diam ia terpesona oleh paras Bawang Putih yang sederhana tapi memikat hatinya. Baiklah, saya tidak bisa melarangmu pergi, tapi.., bolehkah saya tahu siapa namamu?
Namaku Bawang Putih, jawabnya sambil berjalan ke arah sungai.
Spoiler for Chapter 3:
Quote:
Nenek di Gubuk Tua
Suara jangkrik terdengar nyaring di tepi sungai. Bawang Putih duduk termenung sambil memandangi langit senja yang memerah. Matahari perlahan tenggelam di peraduan. Ia tak mungkin pulang ke rumah tanpa selendang ibu tirinya. Namun, dari kejauhan, samar-samar ia melihat seorang nenek duduk di gubuk dekat sawah. Iapun memberanikan diri menghampiri sang nenek.
Nek, boleh aku menumpang istirahat di sini barang semalam?tanya Bawang Putih.
Sang nenek tersenyum sambil menepuk-nepuk lantai gubuk seolah meminta Bawang Putih duduk di sampingnya. Ada apa, nak? Kamu terlihat pucat sekali. Ini, makanlah ubi untuk memulihkan tenagamu.
Bawang Putihpun menceritakan semua yang dialaminya kepada sang nenek termasuk perlakuan ibu tirinya terhadapnya selama ini. Kunang-kunang berterbangan di sekitar mereka. Cahayanya berpendar bagaikan lampu pijar di tengah kegelapan. Katak dan jangkrik saling bersautan memecah keheningan.
Dari mana kamu mendapat cincin ini, nak? tanya sang nenek sambil mengangkat telapak tangan Bawang Putih.
Cincin ini peninggalan satu-satunya ibuku, nek. Sebelum meninggal, ibu memintaku mengenakannya. Ibu juga berpesan agar cincin ini tidak jatuh ke tangan siapapun selain aku.
Sang nenek terdiam sesaat. Matanya memandangi wajah lelah Bawang Putih. Ibumu benar, nak. Kamu harus menjaga baik-baik cincin ini. Suatu saat ia akan berguna bagi kehidupanmu.
Bawang Putih mengangguk. Mereka berdua kemudian beristirahat di gubuk itu.
Suara jangkrik terdengar nyaring di tepi sungai. Bawang Putih duduk termenung sambil memandangi langit senja yang memerah. Matahari perlahan tenggelam di peraduan. Ia tak mungkin pulang ke rumah tanpa selendang ibu tirinya. Namun, dari kejauhan, samar-samar ia melihat seorang nenek duduk di gubuk dekat sawah. Iapun memberanikan diri menghampiri sang nenek.
Nek, boleh aku menumpang istirahat di sini barang semalam?tanya Bawang Putih.
Sang nenek tersenyum sambil menepuk-nepuk lantai gubuk seolah meminta Bawang Putih duduk di sampingnya. Ada apa, nak? Kamu terlihat pucat sekali. Ini, makanlah ubi untuk memulihkan tenagamu.
Bawang Putihpun menceritakan semua yang dialaminya kepada sang nenek termasuk perlakuan ibu tirinya terhadapnya selama ini. Kunang-kunang berterbangan di sekitar mereka. Cahayanya berpendar bagaikan lampu pijar di tengah kegelapan. Katak dan jangkrik saling bersautan memecah keheningan.
Dari mana kamu mendapat cincin ini, nak? tanya sang nenek sambil mengangkat telapak tangan Bawang Putih.
Cincin ini peninggalan satu-satunya ibuku, nek. Sebelum meninggal, ibu memintaku mengenakannya. Ibu juga berpesan agar cincin ini tidak jatuh ke tangan siapapun selain aku.
Sang nenek terdiam sesaat. Matanya memandangi wajah lelah Bawang Putih. Ibumu benar, nak. Kamu harus menjaga baik-baik cincin ini. Suatu saat ia akan berguna bagi kehidupanmu.
Bawang Putih mengangguk. Mereka berdua kemudian beristirahat di gubuk itu.
Spoiler for Chapter 4:
Quote:
Jampi-Jampi Labu Ungu
Seminggu berlalu, Bawang Putih masih belum berhasil menemukan selendang ibu tirinya. Entah sudah berapa jauh kakinya melangkah, ia tetap berusaha mencarinya. Mengabaikan rasa lelah karena pengabdian yang tulus untuk seorang ibu tiri yang tak menyayanginya.
Sesaat ia teringat masa-masa indah saat ibu kandungnya masih hidup. Mereka biasa mencuci pakaian bersama di sungai. Sekali waktu, ibunya mengizinkan Bawang Putih mencari ikan di rawa dekat sungai.
Semua hal indah itu berubah seketika saat ayahnya bertemu dengan ibu tirinya sekarang. Sikap ayahnya mendadak berubah, tidak lagi perhatian pada ibu dan dirinya. Seminggu setelah perkenalan mereka, ibu menemukan sebuah labu berwarna ungu tergeletak di depan pintu.
Ibu membawa masuk labu itu. Dibelahnya labu langka yang tak pernah mereka lihat sebelumnya. Saat membelahnya, ibu memegangi dadanya yang terasa sesak. Ibu mendadak tidak bisa bernafas. Bawang Putih yang sedari tadi ada di samping ibunya berteriak histeris. Ia meminta tolong pada tetangga untuk mengobati ibunya. Sayangnya nyawa sang ibu tidak tertolong.
###
Merah! Sudah berapa lama si Putih tidak pulang ke rumah?tanya si janda setengah berteriak pada anak kandung hasil pernikahan pertamanya.
Entahlah, bu.. Aku kira sudah seminggu berlalu sejak ibu menyuruhnya mencari selendang yang hilang.
Dasar anak tidak berguna! Mencari selendang saja dia tidak bisa! umpat si janda. Cepat ambil sebuah labu di halaman belakang!
Bawang Merah memetik sebuah labu yang berwarna ungu. Diserahkannya labu tersebut pada ibunya yang sedang duduk bersila sambil membakar dupa dan kemenyan.
Pergi! Tinggalkan ibu sendiri! kata si janda pada anaknya.
Bawang Merah bergegas keluar kamar. Ia tahu betul apa yang akan dilakukan ibunya jika memintanya memetik sebuah labu.
Janda itu mulai membaca mantra. Labu ungu diputar-putar di atas dupa dan kemenyan yang dibakar di atas tembikar tanah liat. Bibirnya terus berkomat-kamit. Tak lama ia mengambil sebuah pisau dan membelah labu ungu. Dari labu tersebut ia melihat anak tirinya sedang duduk di tepi sungai. Bawang Putih terlihat sedang bercanda dengan kupu-kupu yang terbang di sisi kanannya.
Dasar gadis bodoh! Rupanya ia ingin bermain-main denganku! gumam janda kejam itu sambil menaburkan abu ke dalam labu.
Kupu-kupu mendadak mati seketika. Bawang Putih tersedak. Ia menyadari apa yang akan terjadi. Ia menangis sambil berteriak, maafkan aku, ibu.. Aku hanya istirahat sebentar karena lelah. Aku akan segera mencarinya, ibu. Bawang Putih segera bangkit dan berjalan menyusuri sungai.
Seminggu berlalu, Bawang Putih masih belum berhasil menemukan selendang ibu tirinya. Entah sudah berapa jauh kakinya melangkah, ia tetap berusaha mencarinya. Mengabaikan rasa lelah karena pengabdian yang tulus untuk seorang ibu tiri yang tak menyayanginya.
Sesaat ia teringat masa-masa indah saat ibu kandungnya masih hidup. Mereka biasa mencuci pakaian bersama di sungai. Sekali waktu, ibunya mengizinkan Bawang Putih mencari ikan di rawa dekat sungai.
Semua hal indah itu berubah seketika saat ayahnya bertemu dengan ibu tirinya sekarang. Sikap ayahnya mendadak berubah, tidak lagi perhatian pada ibu dan dirinya. Seminggu setelah perkenalan mereka, ibu menemukan sebuah labu berwarna ungu tergeletak di depan pintu.
Ibu membawa masuk labu itu. Dibelahnya labu langka yang tak pernah mereka lihat sebelumnya. Saat membelahnya, ibu memegangi dadanya yang terasa sesak. Ibu mendadak tidak bisa bernafas. Bawang Putih yang sedari tadi ada di samping ibunya berteriak histeris. Ia meminta tolong pada tetangga untuk mengobati ibunya. Sayangnya nyawa sang ibu tidak tertolong.
###
Merah! Sudah berapa lama si Putih tidak pulang ke rumah?tanya si janda setengah berteriak pada anak kandung hasil pernikahan pertamanya.
Entahlah, bu.. Aku kira sudah seminggu berlalu sejak ibu menyuruhnya mencari selendang yang hilang.
Dasar anak tidak berguna! Mencari selendang saja dia tidak bisa! umpat si janda. Cepat ambil sebuah labu di halaman belakang!
Bawang Merah memetik sebuah labu yang berwarna ungu. Diserahkannya labu tersebut pada ibunya yang sedang duduk bersila sambil membakar dupa dan kemenyan.
Pergi! Tinggalkan ibu sendiri! kata si janda pada anaknya.
Bawang Merah bergegas keluar kamar. Ia tahu betul apa yang akan dilakukan ibunya jika memintanya memetik sebuah labu.
Janda itu mulai membaca mantra. Labu ungu diputar-putar di atas dupa dan kemenyan yang dibakar di atas tembikar tanah liat. Bibirnya terus berkomat-kamit. Tak lama ia mengambil sebuah pisau dan membelah labu ungu. Dari labu tersebut ia melihat anak tirinya sedang duduk di tepi sungai. Bawang Putih terlihat sedang bercanda dengan kupu-kupu yang terbang di sisi kanannya.
Dasar gadis bodoh! Rupanya ia ingin bermain-main denganku! gumam janda kejam itu sambil menaburkan abu ke dalam labu.
Kupu-kupu mendadak mati seketika. Bawang Putih tersedak. Ia menyadari apa yang akan terjadi. Ia menangis sambil berteriak, maafkan aku, ibu.. Aku hanya istirahat sebentar karena lelah. Aku akan segera mencarinya, ibu. Bawang Putih segera bangkit dan berjalan menyusuri sungai.
Spoiler for Chapter 5:
Quote:
Telaga Biru Muda
Har-hari berlalu. Bawang Putih masih menyusuri sungai yang tak berujung. Terik matahari membuat kulitnya terbakar. Sesekali Bawang Putih memercikkan air sungai ke kulitnya untuk menghilangkan rasa perih. Ia terus berjalan hingga menemukan sungai yang mulai bercabang dua. Bagian yang lebih besar berair keruh dan deras, sedangkan yang satu lagi berair sangat jernih.
Bawang Putih mulai nenyusuri cabang sungai berair jernih. Semakin jauh ia melangkah, sungainya kian menyempit. Pemandangan di sekitar sungai itupun semakin indah setiap kali Bawang Putih melangkahkan kakinya. Bunga-bunga beraneka warna harum semerbak. Kupu-kupu dengan sayap cantik mengepakkan sayapnya perlahan saat menghisap bunga di sekitar. Belalang bersayap jingga terlihat seperti bunga di rerumputan. Burung-burung berkicau saling bersahutan.
Langkah Bawang Putih terhenti. Ia melihat 5 orang kerdil sedang bercocok tanam di ladang yang sangat subur. Sayur mayur ditanam secara teratur dengan kombinasi warna yang sangat menyejukkan mata. Ia ragu, akankah mereka bisa menerima kehadirannya atau justru mengusirnya.
Hai gadis manis! Apa keperluanmu datang ke tempat ini?tanya salah seorang kerdil yang datang dari sisi kirinya.
Bawang Putih gagap. Ia terkejut menyadari kehadirannya diketahui. A.. Aku.. Aku ke sini mencari selendang ibuku yang hanyut di sungai. Apakah bapak melihatnya?
Bawang Putih menundukkan pandangannya. Ia tak berani menatap lelaki kerdil itu.
Mari ikut denganku! ajak lelaki kerdil itu sambil berjalan ke arah empat orang lelaki kerdil lain yang sedang bercocok tanam.
Bawang Putih mengekor di belakang. Ia berharap agar pencariannya membuahkan hasil.
Kawan, kita kedatangan seorang tamu hari ini. Kemari sebentar! seru lelaki kerdil.
Empat orang lelaki kerdil menghampiri Bawang Putih. Mereka berkenalan satu sama lain. Kemudian, lima orang kerdil itu mengajak Bawang Putih menemui nenek tua yang tinggal bersama mereka. Alangkah terkejutnya Bawang Putih. Nenek tua yang ia temui di gubuk dekat sawah tinggal bersama lima orang lelaki kerdil di tempat yang sangat indah.
Nenek meminta Bawang Putih untuk tinggal bersama mereka. Nenek juga menceritakan kepadanya bahwa selendang itu hanyut terbawa air ke Telaga Biru Muda. Telaga itu sangatlah dalam, tak seorangpun yang akan mampu mengambil sesuatu yang terbawa air ke telaga itu.
Tapi, Nek.., bagaimana dengan ibu tiriku? Ia akan mencariku. Dan ia pasti akan menemukanku di sini, kata Bawang Putih sambil menitikkan airmata.
Tenang, nak. Ibumu tidak akan bisa menemukanmu di sini. Sihirnya tak akan mampu menembus tempat ini. Kamu aman, nak! terang Nenek sambil membelai rambutnya.
Bawang Putih mengangguk.
Lima orang lelaki kerdil bersorak bersama, horee! Selamat datang si Telaga Biru Muda, nona! Mereka menari mengelilingi Bawang Putih. Mereka semua tertawa bahagia.
Har-hari berlalu. Bawang Putih masih menyusuri sungai yang tak berujung. Terik matahari membuat kulitnya terbakar. Sesekali Bawang Putih memercikkan air sungai ke kulitnya untuk menghilangkan rasa perih. Ia terus berjalan hingga menemukan sungai yang mulai bercabang dua. Bagian yang lebih besar berair keruh dan deras, sedangkan yang satu lagi berair sangat jernih.
Bawang Putih mulai nenyusuri cabang sungai berair jernih. Semakin jauh ia melangkah, sungainya kian menyempit. Pemandangan di sekitar sungai itupun semakin indah setiap kali Bawang Putih melangkahkan kakinya. Bunga-bunga beraneka warna harum semerbak. Kupu-kupu dengan sayap cantik mengepakkan sayapnya perlahan saat menghisap bunga di sekitar. Belalang bersayap jingga terlihat seperti bunga di rerumputan. Burung-burung berkicau saling bersahutan.
Langkah Bawang Putih terhenti. Ia melihat 5 orang kerdil sedang bercocok tanam di ladang yang sangat subur. Sayur mayur ditanam secara teratur dengan kombinasi warna yang sangat menyejukkan mata. Ia ragu, akankah mereka bisa menerima kehadirannya atau justru mengusirnya.
Hai gadis manis! Apa keperluanmu datang ke tempat ini?tanya salah seorang kerdil yang datang dari sisi kirinya.
Bawang Putih gagap. Ia terkejut menyadari kehadirannya diketahui. A.. Aku.. Aku ke sini mencari selendang ibuku yang hanyut di sungai. Apakah bapak melihatnya?
Bawang Putih menundukkan pandangannya. Ia tak berani menatap lelaki kerdil itu.
Mari ikut denganku! ajak lelaki kerdil itu sambil berjalan ke arah empat orang lelaki kerdil lain yang sedang bercocok tanam.
Bawang Putih mengekor di belakang. Ia berharap agar pencariannya membuahkan hasil.
Kawan, kita kedatangan seorang tamu hari ini. Kemari sebentar! seru lelaki kerdil.
Empat orang lelaki kerdil menghampiri Bawang Putih. Mereka berkenalan satu sama lain. Kemudian, lima orang kerdil itu mengajak Bawang Putih menemui nenek tua yang tinggal bersama mereka. Alangkah terkejutnya Bawang Putih. Nenek tua yang ia temui di gubuk dekat sawah tinggal bersama lima orang lelaki kerdil di tempat yang sangat indah.
Nenek meminta Bawang Putih untuk tinggal bersama mereka. Nenek juga menceritakan kepadanya bahwa selendang itu hanyut terbawa air ke Telaga Biru Muda. Telaga itu sangatlah dalam, tak seorangpun yang akan mampu mengambil sesuatu yang terbawa air ke telaga itu.
Tapi, Nek.., bagaimana dengan ibu tiriku? Ia akan mencariku. Dan ia pasti akan menemukanku di sini, kata Bawang Putih sambil menitikkan airmata.
Tenang, nak. Ibumu tidak akan bisa menemukanmu di sini. Sihirnya tak akan mampu menembus tempat ini. Kamu aman, nak! terang Nenek sambil membelai rambutnya.
Bawang Putih mengangguk.
Lima orang lelaki kerdil bersorak bersama, horee! Selamat datang si Telaga Biru Muda, nona! Mereka menari mengelilingi Bawang Putih. Mereka semua tertawa bahagia.
Spoiler for Chapter 6:
Quote:
Ular Labu Ungu
Bawang Putih merasa bahagia tinggal bersama Nenek dan kelima lelaki kerdil. Ia banyak menghabiskan waktunya di kebun dengan membersihkan rumput liar yang tumbuh di antara pohon kentang. Bawang Putih juga belajar bagaimana menyemai bibit sayur mayur. Selain itu, ia juga senang menemani Nenek bersantai di tepi Telaga Biru Muda.
Di lain tempat, ibu tirinya mulai kerepotan karena tidak ada lagi yang dapat diperbudak untuk mengerjakan berbagai pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci pakaian, dan membersihkan rumah. Bawang Merah, anak kesayangannya, tidak bisa diandalkan sama sekali. Ia tidak bisa mengerjakan semua pekerjaan Bawang Putih karena selalu dimanjakan ibunya.
Meraaah! Bantu ibu membersihkan ruangan!teriak si janda sambil membersihkan sarang laba-laba di sudut-sudut rumah.
Bawang Merah tak menjawab. Rupanya ia sedang tertidur pulas di kamarnya.
Si Janda bergegas memetik labu ungu untuk melacak keberadaan Bawang Putih. Ia memulai ritualnya dengan membakar dupa dan kemenyan. Mulutnya komat kamit. Dibelahnya labu ungu.
Dasar anak sialan! Ke mana ia pergi? Mengapa labuku tak mampu melacak keberadaannya?! Lihat saja, kau tidak akan bisa bebas dariku, Bawang Putih! kutuk si Janda.
Brgg! Si Janda membanting pintu rumahnya saat hendak ke sungai. Ia berjalan setengah berlari. Beberapa tetangga mencoba menyapa namun si Janda terlalu sibuk untuk membalas walau hanya dengan senyuman.
###
Byuurrr. Si Janda melemparkan sebuah labu ungu ke sungai. Tak lama labu itu berubah menjadi seekor ular beracun. Kulitnya berwarna ungu. Lidahnya menjulur cepat seperti kilat yang menyambar.
Hai ular! Temukan Bawang Putih segera! Habisi nyawanya begitu engkau melihatnya!
Ular itu lantas menyusuri sungai yang dilalui oleh Bawang Putih.
Salah seorang tetangga yang sedang mencari ikan lari pontang panting melihat si Janda mengubah labu menjadi ular. Si Janda yang tidak menyadari keberadaannya sempat melirik remaja itu.
###
Keesokan harinya, Bawang Putih pergi ke kebun seorang diri. Ia hendak memetik buah jeruk untuk dimakan bersama Nenek dan lima lelaki kerdil. Pohon yang pendek namun berbuah lebat memudahkan Bawang Putih untuk memilih jeruk yang siap dipanen.
Ssshhh. Bawang Putih mendengar suara desisan ular. Namun ia tidak menghiraukannya karena tempat itu sangat aman.
Tiba-tiba, seekor ular ungu menyambar pergelangan tangannya. Bawang Putih tergeletak tak berdaya. Mulutnya mengeluarkan busa. Badannya kejang. Ia tak sadarkan diri.
###
Beberapa jam berlalu. Lelaki kerdil dan Nenek mulai panik karena Bawang Putih belum juga kembali. Mereka berpencar mencari ke segala penjuru. Mereka meneriakkan nama Bawang Putih, berharap mendapat jawaban.
Kawaaaann! Di sini. Cepat ke mari! teriak salah seorang dari mereka saat menemukan tubuh Bawang Putih tergeletak di bawah pohon jeruk. Keranjang dan jeruk yang sudah dipetiknya berserakan di dekatnya.
Mereka semua berlari ke kebun jeruk. Airmata mereka menetes melihat tubuh Bawang Putih yang berubah menjadi ungu.
Bawang Putih merasa bahagia tinggal bersama Nenek dan kelima lelaki kerdil. Ia banyak menghabiskan waktunya di kebun dengan membersihkan rumput liar yang tumbuh di antara pohon kentang. Bawang Putih juga belajar bagaimana menyemai bibit sayur mayur. Selain itu, ia juga senang menemani Nenek bersantai di tepi Telaga Biru Muda.
Di lain tempat, ibu tirinya mulai kerepotan karena tidak ada lagi yang dapat diperbudak untuk mengerjakan berbagai pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci pakaian, dan membersihkan rumah. Bawang Merah, anak kesayangannya, tidak bisa diandalkan sama sekali. Ia tidak bisa mengerjakan semua pekerjaan Bawang Putih karena selalu dimanjakan ibunya.
Meraaah! Bantu ibu membersihkan ruangan!teriak si janda sambil membersihkan sarang laba-laba di sudut-sudut rumah.
Bawang Merah tak menjawab. Rupanya ia sedang tertidur pulas di kamarnya.
Si Janda bergegas memetik labu ungu untuk melacak keberadaan Bawang Putih. Ia memulai ritualnya dengan membakar dupa dan kemenyan. Mulutnya komat kamit. Dibelahnya labu ungu.
Dasar anak sialan! Ke mana ia pergi? Mengapa labuku tak mampu melacak keberadaannya?! Lihat saja, kau tidak akan bisa bebas dariku, Bawang Putih! kutuk si Janda.
Brgg! Si Janda membanting pintu rumahnya saat hendak ke sungai. Ia berjalan setengah berlari. Beberapa tetangga mencoba menyapa namun si Janda terlalu sibuk untuk membalas walau hanya dengan senyuman.
###
Byuurrr. Si Janda melemparkan sebuah labu ungu ke sungai. Tak lama labu itu berubah menjadi seekor ular beracun. Kulitnya berwarna ungu. Lidahnya menjulur cepat seperti kilat yang menyambar.
Hai ular! Temukan Bawang Putih segera! Habisi nyawanya begitu engkau melihatnya!
Ular itu lantas menyusuri sungai yang dilalui oleh Bawang Putih.
Salah seorang tetangga yang sedang mencari ikan lari pontang panting melihat si Janda mengubah labu menjadi ular. Si Janda yang tidak menyadari keberadaannya sempat melirik remaja itu.
###
Keesokan harinya, Bawang Putih pergi ke kebun seorang diri. Ia hendak memetik buah jeruk untuk dimakan bersama Nenek dan lima lelaki kerdil. Pohon yang pendek namun berbuah lebat memudahkan Bawang Putih untuk memilih jeruk yang siap dipanen.
Ssshhh. Bawang Putih mendengar suara desisan ular. Namun ia tidak menghiraukannya karena tempat itu sangat aman.
Tiba-tiba, seekor ular ungu menyambar pergelangan tangannya. Bawang Putih tergeletak tak berdaya. Mulutnya mengeluarkan busa. Badannya kejang. Ia tak sadarkan diri.
###
Beberapa jam berlalu. Lelaki kerdil dan Nenek mulai panik karena Bawang Putih belum juga kembali. Mereka berpencar mencari ke segala penjuru. Mereka meneriakkan nama Bawang Putih, berharap mendapat jawaban.
Kawaaaann! Di sini. Cepat ke mari! teriak salah seorang dari mereka saat menemukan tubuh Bawang Putih tergeletak di bawah pohon jeruk. Keranjang dan jeruk yang sudah dipetiknya berserakan di dekatnya.
Mereka semua berlari ke kebun jeruk. Airmata mereka menetes melihat tubuh Bawang Putih yang berubah menjadi ungu.
Spoiler for Chapter 7:
Quote:
Pengusiran
Salah seorang warga yang melihat perbuatan si Janda melaporkan kejadian itu ke kepala desa. Mereka kemudian mengadakan pertemuan untuk membahas langkah apa yang harus diambil. Merekapun sepakat untuk mengusir si Janda dari kampung mereka karena mereka tidak ingin ada dukun jahat yang tinggal bersama mereka. Satu persatu dari mereka mengungkapkan cara untuk mengusir si Janda beserta anaknya.
Kita harus mendatangi rumahnya dan memintanya untuk angkat kaki segera!kata salah seorang warga berapi-api.
Betul! Jangan biarkan kampung kita berada dalam bahaya dengan membiarkannya tinggal lebih lama di sini! sambung warga lainnya.
Kepala desa tidak bisa menahan warga. Mereka berhamburan ke luar. Berjalan ke arah rumah si Janda sambil meneriakkan kata, usir! Usir! Usir!
Suasana mendadak hening. Mereka semua terdiam di depan rumah si Janda. Menunggu salah seorang dari mereka berinisiatif untuk memulai eksekusi.
Kenanga! Keluar kamu! teriak salah seorang warga.
Tak lama si Janda keluar bersama anaknya. Bawang Merah ketakutan melihat warga berkumpul di depan rumah mereka. Ia memegangi tangan ibunya. Si Janda dengan tatapan dingin berkata, apa salahku hingga kalian memintaku keluar dari kampung ini?!
Jangan berlagak bodoh! Kami sudah tahu apa yang kau perbuat terhadap Bawang Putih!
Si Janda tidak menjawab apa-apa. Mulutnya komat kamit mengucapkan mantra. Angin tiba-tiba bertiup kencang. Dari kejauhan terdengar warga berteriak, kebakaran! Kebakaraaaan!
Rumah remaja pelapor itu dilalap api. Warga berlarian ke sumber teriakan untuk membantu memadamkan api. Si Janda masuk ke rumah bersama anaknya.
Itu akibatnya jika kalian berani melawanku! gumam si Janda.
Salah seorang warga yang melihat perbuatan si Janda melaporkan kejadian itu ke kepala desa. Mereka kemudian mengadakan pertemuan untuk membahas langkah apa yang harus diambil. Merekapun sepakat untuk mengusir si Janda dari kampung mereka karena mereka tidak ingin ada dukun jahat yang tinggal bersama mereka. Satu persatu dari mereka mengungkapkan cara untuk mengusir si Janda beserta anaknya.
Kita harus mendatangi rumahnya dan memintanya untuk angkat kaki segera!kata salah seorang warga berapi-api.
Betul! Jangan biarkan kampung kita berada dalam bahaya dengan membiarkannya tinggal lebih lama di sini! sambung warga lainnya.
Kepala desa tidak bisa menahan warga. Mereka berhamburan ke luar. Berjalan ke arah rumah si Janda sambil meneriakkan kata, usir! Usir! Usir!
Suasana mendadak hening. Mereka semua terdiam di depan rumah si Janda. Menunggu salah seorang dari mereka berinisiatif untuk memulai eksekusi.
Kenanga! Keluar kamu! teriak salah seorang warga.
Tak lama si Janda keluar bersama anaknya. Bawang Merah ketakutan melihat warga berkumpul di depan rumah mereka. Ia memegangi tangan ibunya. Si Janda dengan tatapan dingin berkata, apa salahku hingga kalian memintaku keluar dari kampung ini?!
Jangan berlagak bodoh! Kami sudah tahu apa yang kau perbuat terhadap Bawang Putih!
Si Janda tidak menjawab apa-apa. Mulutnya komat kamit mengucapkan mantra. Angin tiba-tiba bertiup kencang. Dari kejauhan terdengar warga berteriak, kebakaran! Kebakaraaaan!
Rumah remaja pelapor itu dilalap api. Warga berlarian ke sumber teriakan untuk membantu memadamkan api. Si Janda masuk ke rumah bersama anaknya.
Itu akibatnya jika kalian berani melawanku! gumam si Janda.
Spoiler for Chapter 8:
Quote:
Lima Lelaki Kerdil
Nenek dan kelima lelaki kerdil membawa jasad Bawang Putih ke pondok. Mereka duduk berkeliling di tepi ranjang tempat Bawang Putih dibaringkan. Sesekali Nenek mengusap airmata.
Kita harus bergerak cepat untuk menyelamatkan nyawa Bawang Putih!kata Nenek memecah kebisuan.
Salah seorang lelaki kerdil menjawab ragu, tapi, bagaimana cara menyelamatkannya?
Kalian harus menemukan si Pemburu Kijang! Pintalah dia untuk memotong pohon labu di rumah ibu tiri Bawang Putih. Pohon itu hanya bisa dipotong dengan pisau yang biasa digunakan untuk menyembelih kijang buruan. Waktu kalian tidak banyak! Jika racunnya berhasil melewati cincin ini, maka nyawa Bawang Putih tidak akan tertolong, terang si Nenek.
###
Kelima lelaki kerdil memulai perjalanan mereka mencari si Pemburu Kijang. Mereka melalui berbagai rintangan yang dibuat oleh si Janda untuk menghalangi niat mereka menyelamatkan Bawang Putih. Salah seorang dari mereka terkena bisa kalajengking yang diutus si Janda.
Bertahanlah! Kita sudah sangat dekat dengan tempat tinggal si Pemburu Kijang! kata salah seorang lelaki kerdil yang memapah temannya yang terkena bisa kalajengking.
Tidak! Lanjutkan perjalanan kalian! Tinggalkan aku di sini! Aku hanya memperlambat kalian. Kalian harus segera menemuinya sebelum racun itu menyebar ke jari manis Bawang Putih. jawab si lelaki kerdil sambil tertatih.
Itu benar, sahut salah seorang lainnya, kalian bertiga pergilah! Aku akan tinggal di sini untuk merawatnya.
Tiga orang lelaki kerdil melanjutkan perjalanan mereka sementara dua orang lainnya mencari tempat berlindung sambil mencari obat penawar racun kalajengking.
Nenek dan kelima lelaki kerdil membawa jasad Bawang Putih ke pondok. Mereka duduk berkeliling di tepi ranjang tempat Bawang Putih dibaringkan. Sesekali Nenek mengusap airmata.
Kita harus bergerak cepat untuk menyelamatkan nyawa Bawang Putih!kata Nenek memecah kebisuan.
Salah seorang lelaki kerdil menjawab ragu, tapi, bagaimana cara menyelamatkannya?
Kalian harus menemukan si Pemburu Kijang! Pintalah dia untuk memotong pohon labu di rumah ibu tiri Bawang Putih. Pohon itu hanya bisa dipotong dengan pisau yang biasa digunakan untuk menyembelih kijang buruan. Waktu kalian tidak banyak! Jika racunnya berhasil melewati cincin ini, maka nyawa Bawang Putih tidak akan tertolong, terang si Nenek.
###
Kelima lelaki kerdil memulai perjalanan mereka mencari si Pemburu Kijang. Mereka melalui berbagai rintangan yang dibuat oleh si Janda untuk menghalangi niat mereka menyelamatkan Bawang Putih. Salah seorang dari mereka terkena bisa kalajengking yang diutus si Janda.
Bertahanlah! Kita sudah sangat dekat dengan tempat tinggal si Pemburu Kijang! kata salah seorang lelaki kerdil yang memapah temannya yang terkena bisa kalajengking.
Tidak! Lanjutkan perjalanan kalian! Tinggalkan aku di sini! Aku hanya memperlambat kalian. Kalian harus segera menemuinya sebelum racun itu menyebar ke jari manis Bawang Putih. jawab si lelaki kerdil sambil tertatih.
Itu benar, sahut salah seorang lainnya, kalian bertiga pergilah! Aku akan tinggal di sini untuk merawatnya.
Tiga orang lelaki kerdil melanjutkan perjalanan mereka sementara dua orang lainnya mencari tempat berlindung sambil mencari obat penawar racun kalajengking.
Quote:
Gimana menurut agan? Kisahnya menarik atau nggak?8 chapter di atas hanya sebagian dari kisah yang akan ane rangkai. Jika banyak yang penasaran, ane akan buat kisah lanjutannya
Kisahnya akan ane update kalau viewer dan komennya rame.
Sekali lagi ane ucapkan makasih buat agan yang udah mampir dan komen. Trus nggak usah bilang salah kamar karena ane sengaja mejeng di sini
Kisahnya akan ane update kalau viewer dan komennya rame.
Sekali lagi ane ucapkan makasih buat agan yang udah mampir dan komen. Trus nggak usah bilang salah kamar karena ane sengaja mejeng di sini
0
19.3K
Kutip
94
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
924.9KThread•90.3KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya