Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

jelarangAvatar border
TS
jelarang
Gurita Bisnis Sudirman Said
Sudirman Said (SS) kini dinilai sebagai pahlawan karena melaporkan Setya Novanto (Setnov) atas pencatutan nama presiden dan wakilnya. Ceritanya pencatutan itu dilakukan dalam usaha Setnov untuk mengamankan kontrak dengan PT Freeport. SuSS Said selaku menteri ESDM melaporkan seorang politisi terhormat ke Majelis Kehormatan Dewan. Apalagi perusahaan yang terlibat adalah PT Freeport Indonesia. Banyak pihak berpendapat Indonesia haruslah memberikan Standing Applause pada sang menteri.

SS belakangan sering tampil di berbagai media. Contohlah wawancara eksklusif bersama Kompas TV di hari Selasa tanggal 10 November 2015. SS bermain drama dengan melontarkan petunjuk siapa sebenarnya mafia yang terlibat dalam perpanjangan kontrak Freeport. Publik pun mendadak mengelu-elukannya agar membeberkan informasi lebih jauh. Namun menilik ke belakang, apakah benar dia menapaki jalan yang bersih hingga sampai pada posisinya sekarang?

SS masuk dalam industri migas melalui Pertamina kala dipimpin oleh Ari Sumarno, kakak kandung Rini Sumarno (menteri BUMN). Ari Sumarno sendiri awalnya adalah pegawai karir Pertamina di bagian pengolahan. Pada tahun 1990, ia terbukti melakukan penyimpangan dalam pembangunan kilang minyak LNG Bontang (Baca: http://finance.detik.com/read/2006/0...-terpinggirkan dan http://www.jokowinomics.com/2015/06/...-ari-soemarno/). Ari diturunkan dari jabatan namun pasca reformasi dipromosikan menjadi Presdir Petral Singapura. Petral Singapura sendiri adalah partner dagang pemasok minyak Pertamina.

SS menjabat staf ahli dirut Pertamina pada tahun 2007-2008. Posisi SS kemudian naik menjadi Wakil Direktur Senior dan mengemban tanggung jawab di bagian Integrated Supply Chain. Posisinya sebagai ISP Pertamina berlangsung dari 2008 sampai 2009.
Ketika Ari Soemarno mendapuk jabatan sebagai Dirut Pertamina, dibantu oleh tiga orang aktor utama. SS, Widhyawan Prawiraatmadja, dan Karen Agustiawan. Ari Soemarno kala itu berencana membawa Concord Energy untuk menggantikan PT Petral Energy lewat Pertamina Integrated Supply Chain. SS mendadak memegang peranan penting sebagai supervisor pemasok minyak mentah dan BBM. Portofolio SS sebagai mantan aktivis pemberantasan korupsi ternyata ampuh meraih dukungan.

Jual Beli Tanpa Lelang
Awal ketika SS menjabat sebagai supervisor di Pertamina ISC, ia langsung bertemu Perusahaan Minyak Nasional Libya (NOC) yang difasilitasi oleh Concord Energy (Baca: http://finance.detik.com/read/2008/0...elama-20-tahun, http://ekbis.rmol.co/read/2014/10/29...kat-SuSS-Said-, dan http://www.jpnn.com/index.php?mib=be...tail&id=266041). Gerak-gerik mencurigakan mulai muncul di sini. NOC disepakati sebagai pemasok minyak mentah dengan harga yang telah diatur lewat kesepakatan bersama Concord. SS menandatangi kesepakatan perjanjian jual-beli atas nama Pertamina ISC. Pelanggaran jelas-jelas terjadi kala itu. Pasalnya menurut prosedur tata cara pengadaan minyak untuk Pertamina, haruslah melewati mekanisme tender.

Semestinya semua direktur Pertamina haruslah mengetahui dan menyetujui dengan membubuhkan tanda tangannya dalam perjanjian kontrak. Betapa aneh mantan aktivis pemberantasan korupsi melakukan pelanggaran prosedur di perusahaan negara yang mengelola sektor migas. Apalagi Concord Energy hadir di sana sebagai perantara bisnis yang tidak melewati mekanisme tender. Mekanisme teken kontrak tertutup yang dilakukan di luar negeri ini jelas merupakan sebuah pelanggaran!

Untungnya perjanjian yang semestinya berlaku sejak Juni 2009 itu batal. Ari Sumarno dipecat di awal tahun dan digantikan oleh Karen Agustiawan. Karen membatalkan perjanjian bisnis SS dengan NOC. SS yang berasal dari aktivis transparansi bisnis, dimutasi karena melakukan pelanggaran transparansi itu sendiri. Kita masih bisa melihat pelanggaran pemasok migas hari ini dari hasil audit investigasi Petral. Hasil audit banyak menemukan bahwa pemenang tender justru kebanyakan adalah negara-negara yang tidak mempunyai ladang minyak. NOC-NOC tersebut malah digunakan sebagai bendera oleh perusahaan asal Singapura, yang diyakini milik mafia migas (Baca: http://www.koran-sindo.com/news.php?...ate=2015-11-18).

Jalur SS menjadi Menteri ESDM dan “Upeti” Pada Pasukan Bisnisnya
Kegagalan SS dalam skema bisnis tersebut tak membuatnya berhenti. Ia bergabung dengan Petrosea anak perusahaan dari Indika Energy sebagai direktur SDM. Indika Energy adalah perusahaan pemasok sumber daya energi. Pemiliknya ialah Agus Lasmono Sudwikatmono (Baca http://bisnis.tempo.co/read/news/201...kaya-indonesia). Beberapa waktu setelahnya, SS naik pangkat sebagai direktur SDM di Corporate Holding di Indika Energy.

Syafrie Syamsoeddin yang kala itu menjabat sebagai wakil menteri pertahanan merekomendasikan SS untuk menjadi dirut di PT Pindad. Syafrie sungguh sangat bodoh bila merekomendasikan SS yang tidak memiliki prestasi “bagus” tanpa menitipkan kepentingannya sendiri.
Sebelum SS, nama Ari Soemarno sebenarnya diajukan sebagai calon menteri (Baca http://news.okezone.com/read/2014/09...an-profesional). Namun Rini Soemarno–lah yang terpilih dalam jajaran kabinet. Namun Ari tak putus asa dan mendorong SS, koleganya, untuk maju dalam bursa pemilihan oleh Jokowi-JK. Sayangnya SS tidak mempunyai prestasi mumpuni sehingga Ari Soemarno mengambil jalan memutar.

Ari Soemarno membentuk koalisi bersama yang dipimpin oleh Jusuf Kalla (JK), Syarief, dan Said Didu. Mereka membangun koalisi juga dengan pertimbangan kekuatan bisnis Indika Energy Group untuk dirangkul. Padahal jelas Indika adalah sarang kekuasaan dari SS. Dari sinilah koalisi tersebut dapat menyorongkan nama SS menjadi kandidat berprestasi pada Jokowi. Hasilnya, BAM, SS terpilih sebagai menteri ESDM kabinet Jokowi dan JK.

Kedekatan prbadi dan kesamaan kepentingan antara SS dengan Jusuf Kalla terlihat. Seperti dilansir oleh situs intelijen.co.id (Baca: http://www.intelijen.co.id/ini-duet-...n-rizal-ramli/), ada beberapa skema bisnis bersama antara SS dan Jusuf Kalla yaitu;

• SS membela keras pembangunan proyek gas alam cair terminal penerima LNG di Bojanegara Jabar. Proyek tersebut memiliki nilai 6,8 triliun yang merupakan kerja sama antara Pertamina dan PT Bumi Sarana Migas milik Solihin Jusuf Kalla.
• SS mengangkat Tanri Abeng sebagai pengganti komisaris utama Pertamina dengan memecat Sugiharto yang sebelumnya baru dilantik.
• Kelompok-kelompok bisnis Jusuf Kalla seperti Bukaka, Bosowa, dan Intim milik Halim Kalla adalah perusahaan-perusahaan kontraktor kepunyaan grup Kalla. Mereka masuk dalam paket kontraktor pembangunan 19 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
• Bosowa mendapat order pembangunan PLTU Jeneponto di Sulawesi Selatan tanpa melakukan mekanisme tender.

Pada kasus hari ini, SS pun belum mendapat restu dari Presiden Jokowi terkait pelaporan Setya Novanto ke MKD (Baca: http://nasional.kompas.com/read/2015...Novanto.ke.MKD). Namun JK pun malah sudah memberikan pembelaannya pada langkah SS tersebut (Baca: http://nasional.sindonews.com/read/1...aid-1447678235). Kondisi ini jelas saja karena SS adalah salah satu “pemasok” upeti pada lini-lini usaha JK seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya.

Dalam kontak Freeport pun, kerja sama JK dan SS semakin cantik. Permainan dimulai sewaktu pemerintahan SBY beralih ke Jokowi. Sofyan Wanandi melobi Freeport Amerika agar menunda sementara tanda tangan kontrak kerja sama. Kerja sama akan segera digarap lagi ketika kabinet pemerinta baru telah terbentuk. Ini demi keamanan bisnis diantara mereka.

Strategi itu adalah hasil pembacaan JK. Ia merupakan pebisnis handal. Pada bagian kebijakan dan administratif, diamankan oleh SS. Karena itu langkah selanjutnya adalah mengamankan operasional. Maroef Syamsoeddin adik dari Syafrie Syamsoeddin diposisikan sebagi presdir Freeport Indonesia. Karena itu, kepastian operasi PT Freeport Indonesia haruslah jadi untuk dieksekusi.

Relasi bisnis ini tak hanya mendapatkan untung dari perpanjangan kontrak. Mereka juga mengincar peluang bisnis di pembangunan infrastruktur Freeport Indonesia. Bosowa Group akan memasok semen untuk pembangunan, penerangan tambang bawah tanah oleh Bukaka. Jangan lupakan juga Indika Group yang mendapat jatah sebagai pemasok bahan peledak, pembangkit listrik tenaga air, dan masih banyak lainnya (Baca http://www.kompasiana.com/fikarahman...23bd1f206d31e9).

Tak hanya di Pertamina dan Freeport, SS juga bermain di kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas di Indonesia. Bahkan SS memberi perintah ke Amien Sunaryadi, Kepala SKK Migas, untuk menyetujui change order berjumlah jutaan US$ di proyek Donggi Senoro. Akibatnya, cost recovery yang harus dibayar oleh negara meningkat drastis.

Tripatra, anak usaha Indika Group, menjadi kontraktor di proyek itu atas pesanan SS. SS juga mengawinkan Pelindo 3 dengan Petrosea membangun pelabuhan dan shorebase logistic di Kupang untuk menjadi pangkalan logistik proyek Masela.

Satu hal yang juga mengejutkan dari SS: memberi perpanjangan kontrak Bagi Hasil ONWJ kepada PT Energi Mega Persada Tbk (EMP), Grup Bakrie, padahal operator blok itu adalah Pertamina. Banyak kalangan juga tahu bahwa EMP di blok itumemiliki kinerja buruk. Karena itu sudah semestinya blok yang dioperasikan oleh Pertamina dialihkan hak pengelolaan sepenuhnya ke Pertamina.

Sementara di Blok Mahakam, SS begitu semangat memberikan 100% keseluruhan proyek kepada Pertamina. Ternyata keputusan ini merupakan desakan dari Rini yang ingin memberikan konsesi kepada Bakrie Group. SS memperparah keputusan tersebut menyerahkan Blok Gebang di Sumatera Utara kepada EMP Group, padahal di sana Pertamina mengusai 50% saham.

SS tak melupakan pengalamannya saat menjabat di Pertamina ISP. Pola transaksi dengan NOC Libya yang akan dicoba terapkan pada tahun 2009 akan dipakai lagi. Kali ini ISC dikomando oleh Daniel Purba. Transaksinya masih mengandalkan pola yang sama: melibatkan sang Guru Besar, Nasrat,dan Concord Energy.

Daniel Purba berulang kali mengajukan usulan pergantian prosedur tata cara mendapatkan pasokan migas. Ia ingin melakukan penunjukan sepihak pada NOC. Upaya Daniel tersebut diganjal Dwi Soetjipto, Dirut Pertamina. Dwu sampai hari ini mendiamkan usulan itu dan ogah menandatangani. Dwi tahu persis siapa otak dari semua ini, tak lain dan tak bukan adalah Ari Sumarno dan SS.

Sikap tidak kooperatif Dwi berbuah murka SS dan Ari yang disampaikan melalui Rini. Sembari terus menekan Dwi untuk segera meneken perjanjian, SS sangat rajin menyambangi berbagai NOC di Timur Tengah, seperti Aramco, Ednoc, Kuwait Petro dll. Gencarnya SS berkunjung ke NOC luar negeri haruslah dicermati secara teliti dan serius. Dalam sejarah Indonesia, tak ada menteri ESDM yang getol mendatangi NOC-NOC kecuali SS kini.

Belajar dari kasus 2008, ketika SS menjabat SVP ISC dalam kasus NOC Libya melalui Concord Energy, pola serupa diterapkan oleh Daniel Purba. Rancang kerjasama apik itu disusun bersama Daniel Purba, SS, dan Ari Sumarno. Tiga serangkai tersebut sering bertemu di bilangan Bundaran Hotel Indonesia untuk menyusun rencana busuk dalam rangka menyukseskan ISC dan Concord Energy dalam memasok minyak mentah dan BBM ke Indonesia.
0
5.4K
22
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.4KThread41.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.