Bukan Untuk Dimengerti

Ini adalah sebuah kisah yang tak beraturan, tak bermakna dan tak berkata. Sebuah kisah anak adam yang berusaha mencari beribu-ribu jawaban dari milyaran pertanyaan atas kehidupan dan juga cinta. Sebuah kisah klasik yang menceritakan Robhi yang hidup dalam turbulensi waktu yang bertabrakan dengan dimensi ruang yang terus berputar didalam lingkaran sempurna kehidupan.

Kisah ini dimulai ketika jarum detik jam dinding berpindah dari satu titik 96 derajat menuju ke titik 90 derajat yang membuat frekuensi tinggi memenuhi seluruh semesta ruangan membuat gendang telinga bergetar yang akhirnya rumah siput pun mengeluarkan cairannya sehingga membuat neuron berpindah menuju ke otak hingga membuat seorang insan manusia mengaktifkan kembali sebuah organ yang bernama mata untuk kembali melihat semua keindahan atas bentuk dan warna.Sebuah rutinitas kehidupanpun dimulai, hidup didalam sebuah kebosanan yang membuat muak setiap makhluk tapi mau tak mau aku harus mensyukurinya, ya aku bertemu dan bercinta dengan makhluk jenis kelamin lainnya yang masih satu spesies denganku. Mungkin hanya sebuah lengkungan kebahagiannya yang dikeluarkan oleh bibir tipisnya lah yang membuatku bertahan akan semua kefanaan dan kemunafikan dunia ini. Pelangkahan kaki pun dimulai, memulai mengisi sebuah catatan harian kehidupan yang nantinya akan kau simpan di bagian medulla oblongatamu. Bergerak menuju suatu tempat untuk menemui “vestrebostrenal rib” yang selalu ada di dalam istirahat malammu. Pertemuan dua buah insan manusia yang saling mencinta yang membuat hormone pheromone keluar dari si anak adam yang membuat sang oksitosin anak hawa keluar membuat aku dan dia terjun kedalam buaian angan dan cinta. Ketika badai serotonin mulai meyerang seluruh tubuh membuat ku menemukan sebuah kefanaan semu, kebahagiaan sementara bernama surga dunia. Ya disitulah aku melepaskan semuanya kulepaskan semua kegelisahan, kebahagiaan, kesedihan dan semua yang kurasakan bersama dengan bidadari yang sekarang juga melepaskan semua hasrat dunia yang dirasakannya. Mungkin aku bodoh terjebak dalam kebutaan di kesenangan sesaat yang membuatku harus melakukan sesuatu yang seharusnya belum perlu dilakukan homo sapiens ini dalam perkembangannya, tapi aku tidak menyesal atas phallusku yang bertemu dengan sang telur di tuba etirina yang akhirnya timbulah embrio di dunia ini. Ya aku tak menyesal, setidaknya aku masih bersama dengan sesosok yang saat ini adalah hal yang membuat oksitosin dalam tubuhku terus meningkat begitu pula dengan serotonin di dalam otakku. Aku mengikatnya dengan tradisi dunia yang selalu dilakukan oleh semua orang di dunia, ya tradisi suci itu aku lakukan agar aku bisa terus hidup bersama kekasih pikiranku itu untuk selamanya, setidaknya hingga hemoglobin dalam tubuhku ini tidak bisa berpasangan dengan oksigen atau ketika seluruh tulang rusukku dan diafragmaku tidak bisa bergerak naik turun.

kaskuser sejati bakalan ninggalin komen