Edward Snowden yang merupakan
mantan pegawai Badan Keamanan Nasional (NSA)
Amerika Serikat mengungkapkan jika Islamic State of
Iraq and Syria (ISIS) merupakan hasil campur tangan
Israel, Inggris, dan AS.
Snowden mengungkapkan jika ISIS dibentuk oleh satuan
intelijen dari Inggris, AS dan Mossad Israel yang memiliki
agenda menciptakan sebuah negara khalifah baru yang
disebut dengan ISIS, hal tersebut sebagaimana
dilaporkan oleh Global Research, sebuah organisasi riset
media independen di Kanada.
Nantinya, ISIS bentukan tiga negara tersebut ditujukan
untuk merekrut semua ekstremis di seluruh dunia.
Mereka menyebut strategi tersebut dengan nama ‘sarang
lebah’.
Berdasarkan keterangan di dokumen NSA yang
dibocorkan Snowden diungkapkan bagaimana strategi
Sarang Lebah yang melindungi kepentingan Zionis
dijalankan. Satu-satunya cara adalah dengan menciptakan
musuh di perbatasan sambil menggunakan slogan Islam.
Strategi tersebut dibuat untuk menampung semua
ekstremis di dalam satu wilayah sehingga mudah
dijadikan target. Tidak hanya itu, ISIS juga semakin
memperpanjang konflik di Timur Tengah.
Berdasarkan dokumen tersebut, pemimpin ISIS Abu Bakar
Al Baghdadi pun mendapatkan pelatihan militer setahun
penuh dari Mossad, Israel.
Sementara menurut Pakar hukum internasional
Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana,
keterangan Snowden disebutnya ada kemungkinan benar
adanya.
“Edward Snowden adalah mantan pegawai di National
Security of Amerika (NSA), badan intelijen AS, yang
keluar dari instansinya dan membocorkan data intelijen
AS kepada publik,” kata Hikmahanto, dikutip dari
Republika, Minggu (3/8).
Oleh karenanya, publik memiliki alasan cukup kuat untuk
mempercayainya.
Menurut Hikmahanto, bisa jadi Pemerintah AS tidak
pernah mengeluarkan kebijakan resmi untuk membina
atau mendukung ISIS. Namun, NSA sangat mungkin
melakukannya.
Karena dengan melihat sejarah Intelijen AS, hingga saat
ini memang sering membina kelompok-kelompok ekstrim
di Afghanistan dan Iraq serta negara konflik lainnya.
Hikmahanto juga berpesan untuk umat Islam, hendaknya
untuk menahan diri dan tidak sampai terpecah oleh
gerakan radikal seperti ISIS yang belum jelas benar asal-
usul dan tujuannya.
“Apalagi ISIS lebih mengutamakan jalan kekerasan
daripada perdamaian. Setahu saya, Islam tidak pernah
mengajarkan cara-cara membunuh seseorang untuk
mendirikan negara,” papar Hikmahanto.