- Beranda
- The Lounge
TIDAK ADA HUKUM KARMA DI DALAM ISLAM
...
TS
mr.h19
TIDAK ADA HUKUM KARMA DI DALAM ISLAM
Spoiler for no repsol:
Quote:
para Pembaca Rahimakumullah
dalam catatan ini Bukan Niat Untuk Menghakimi TAPI saya ingin mengulas dan Meluruskan apa itu Karma menurut Islam karena Banyak Teman-teman kita Yang terpengaruh oleh Doktrin-doktrin yang diluar Islam, Sehingga mencampur Ajaran Haq dengan Ajaran Batil. Dan Sepertinya Sudah mendarah Daging di Masyarakat Awan Sekarang ini.
Mari Kita Simak.....
Allah sendiri Berfirman:
QS Al Baqarah (2) : 42 Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.
Sebenarnya didalam Hukum Islam tidak ada nama Istilah KARMA karena Allah sendiri Berfirman Dalam Al Quran
Q.s 35:18. Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[1252].
Q.s 6:164 dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain
Q.s 53: 38. (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,
Sesungguhnya istilah hukum karma/karmaphala tidaklah dikenal dalam syari’at Islam karena istilah yang demikian ini adalah istilah di dalam ideologi pokok/keyakinan/aqidah agama dharma. Oleh karena itu tidak selayaknya kita bertaqlid mengaminkan kesimpulan beliau bahwa hukum karma diakui keabsahannya oleh Islam kecuali setelah kita mengetahui secara ilmiyah hakekat hukum karma itu sendiri.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِن السمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُل أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Dan janganlah engkau mengikuti apa yang engkau tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawaban.” (QS. Al-Isra’: 36)
Maka kami akan membawakan definisi dan kedudukan penting aqidah hukum karma dalam pandangan pemiliknya (Hindu dan Budha) agar seorang muslim yang mencintai Allah Ta’ala dan RasulNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan memiliki kecemburuan terhadap Dienul Islam bisa membandingkannya dengan tindakan gegabah dan (maaf) ngawur serta sembrono yang mengaitkan keyakinan batil dan sesat tersebut dengan dienul Islam yang sempurna. Maha Suci Allah dari apa yang dikatakannya.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al Maidah: 3)
إِن الدينَ عِنْدَ اللهِ الإسْلامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.“ (Ali Imran:19)
Pertama,
Hukum karma/karmaphala adalah rukun iman di dalam agama Hindu. Berikut referensi resmi dari agama Hindu:
Bukti referensi lainnya:
Kedua,
Hukum Karma/Karmaphala memiliki pengertian yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan apa yang diklaimkan dasar hukumnya di dalam Al Qur’an dan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, laa min qarib wa laa min ba’id, tidak dari dekat, tidak pula dari jauh (meminjam istilah beliau ketika ditanya tentang Zaitun).
Simak referensi resmi dari agama Hindu di bawah ini:
“PENJELASAN TENTANG KARMA
Berbeda dengan sebagian agama yang mengajarkan tentang “Takdir Tuhan” – dimana kehidupan kita di masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang ditentukan oleh takdir Tuhan -, agama-agama dharma [Hindu, Buddha dan Jain] mengajarkan yang berbeda, yaitu “Hukum Karma“.
Kadang ada kesalahpahaman bahwa hukum karma sama dengan “nasib”, bahkan “suratan takdir Tuhan” [berarti semuanya ditentukan Tuhan]. Perlu diketahui bahwa dalam hukum karma tidaklah demikian, “suratan takdir” ini ditulis sendiri oleh diri kita sendiri. Kitalah yang mendesain nasib kita, bukan oleh Brahman, Dewa-Dewi ataupun pihak lain. Dalam ajaran Hindu, Brahman atau Purusha memang diyakini sebagai penyebab utama, tetapi dalam hal ini Brahman sebenarnya hanya “pengamat / saksi abadi“.
Karma berarti “perbuatan / tindakan”. Hukum karma adalah hukum semesta sebab-akibat, dimana setiap tindakan kita akan membuahkan hasil tindakan atau buah karma [karma-phala]. Yang berarti apapun yang terjadi pada diri kita di masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang, ditentukan sepenuhnya oleh tindakan diri kita sendiri. Tanpa ada intervensi dari Brahman, Dewa-Dewi ataupun pihak lain. Dan yang dimaksud dengan “tindakan” itu adalah pikiran, perkataan, dan perbuatan kita sendiri….”
(http://peradah-semarang.blogspot.com...kum-karma.html)
Dan berikut penjelasan dari pihak agama Buddha:
“secara singkat,karma (Pali: Kamma) berarti “perbuatan”,yang dalam arti umum meliputi semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir atau bathin dengan pikiran kata-kata atau tindakan.
Makna yang luas dan sebenarnya dari Kamma, ialah semua kehendak atau keinginan dengan tidak membeda-bedakan apakah kehendak atau keinginan itu baik (bermoral) atau buruk (tidak bermoral)
Sebagian masyarakat akan menyandarkan jawaban atas segala keadaan yang terjadi, baik atau buruk, kepada Tuhan.
Namun agama Buddha menyangkal ciri ketuhanan seperti itu;… Selama berabad-abad, doktrin agama Buddha tentang karma, telah sering disalah-artikan sebagai paham deterministik/takdir.”
(http://id.answers.yahoo.com/question...9011055AAlf70V)
Ini, Lebih Tegas lagi:
“Ajaran Buddha tidak mengajarkan paham “takdir”, juga tidak mengajarkan paham “bebas kehendak”, tapi suatu ‘kehendak-berprasyarat’”
Dari sejak awal menjelaskan, Hindu,Buddha dan Jain sudah menyatakan dengan tegas perbedaannya dengan dienul Islam Nampak jelas bahwa hukum karma sama sekali tidak terkait dengan taqdir Allah Ta’ala. D
Aqidah batil hukum karma semacam di atas tidaklah ada kaitannya sedikitpun, laa min qarib wa laa min ba’id (tidak dari dekat, tidak pula dari jauh) dengan ayat dan hadits yang diklaim (secara dusta!) o
Allah Ta’ala berfirman:
إِنا كُل شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ.
“Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan takdir.” (QS. Al-Qomar: 49)
Allah Ta’ala juga berfirman:
وَخَلَقَ كُل شَيْءٍ فَقَدرَهُ تَقْدِيرًا.
“Dan Dialah yang menciptakan segala sesuatu lalu menetapkan takdirnya dengan sebenar-benarnya.” (QS. Al-Furqan: 2)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
كُل شَىْءٍ بِقَدَرٍ حَتى الْعَجْزُ وَالْكَيْسُ.
“Segala sesuatu telah ditakdirkan, sampai kelemahan dan kecerdasan.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
إِن اللهَ خَلَقَ لِلْجَنةِ أَهْلًا خَلَقَهُمْ لَهَا وَهُمْ فِي أَصْلَابِ آبَائِهِمْ وَخَلَقَ لِلنارِ أَهْلًا خَلَقَهُمْ لَهَا وَهُمْ فِي أَصْلَابِ آبَائِهِمْ.
“Sesungguhnya Allah telah menciptakan (menetapkan/menakdirkan) siapa saja yang akan masuk surga ketika mereka masih di tulang sulbi ayah-ayah mereka, dan Dia telah menciptakan (menetapkan/menakdirkan) siapa saja yang akan masuk neraka ketika mereka masih di tulang sulbi ayah-ayah mereka.”
dalam catatan ini Bukan Niat Untuk Menghakimi TAPI saya ingin mengulas dan Meluruskan apa itu Karma menurut Islam karena Banyak Teman-teman kita Yang terpengaruh oleh Doktrin-doktrin yang diluar Islam, Sehingga mencampur Ajaran Haq dengan Ajaran Batil. Dan Sepertinya Sudah mendarah Daging di Masyarakat Awan Sekarang ini.
Mari Kita Simak.....
Allah sendiri Berfirman:
QS Al Baqarah (2) : 42 Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.
Sebenarnya didalam Hukum Islam tidak ada nama Istilah KARMA karena Allah sendiri Berfirman Dalam Al Quran
Q.s 35:18. Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[1252].
Q.s 6:164 dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain
Q.s 53: 38. (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,
Sesungguhnya istilah hukum karma/karmaphala tidaklah dikenal dalam syari’at Islam karena istilah yang demikian ini adalah istilah di dalam ideologi pokok/keyakinan/aqidah agama dharma. Oleh karena itu tidak selayaknya kita bertaqlid mengaminkan kesimpulan beliau bahwa hukum karma diakui keabsahannya oleh Islam kecuali setelah kita mengetahui secara ilmiyah hakekat hukum karma itu sendiri.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِن السمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُل أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Dan janganlah engkau mengikuti apa yang engkau tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawaban.” (QS. Al-Isra’: 36)
Maka kami akan membawakan definisi dan kedudukan penting aqidah hukum karma dalam pandangan pemiliknya (Hindu dan Budha) agar seorang muslim yang mencintai Allah Ta’ala dan RasulNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan memiliki kecemburuan terhadap Dienul Islam bisa membandingkannya dengan tindakan gegabah dan (maaf) ngawur serta sembrono yang mengaitkan keyakinan batil dan sesat tersebut dengan dienul Islam yang sempurna. Maha Suci Allah dari apa yang dikatakannya.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al Maidah: 3)
إِن الدينَ عِنْدَ اللهِ الإسْلامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.“ (Ali Imran:19)
Pertama,
Hukum karma/karmaphala adalah rukun iman di dalam agama Hindu. Berikut referensi resmi dari agama Hindu:
Bukti referensi lainnya:
Kedua,
Hukum Karma/Karmaphala memiliki pengertian yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan apa yang diklaimkan dasar hukumnya di dalam Al Qur’an dan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, laa min qarib wa laa min ba’id, tidak dari dekat, tidak pula dari jauh (meminjam istilah beliau ketika ditanya tentang Zaitun).
Simak referensi resmi dari agama Hindu di bawah ini:
“PENJELASAN TENTANG KARMA
Berbeda dengan sebagian agama yang mengajarkan tentang “Takdir Tuhan” – dimana kehidupan kita di masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang ditentukan oleh takdir Tuhan -, agama-agama dharma [Hindu, Buddha dan Jain] mengajarkan yang berbeda, yaitu “Hukum Karma“.
Kadang ada kesalahpahaman bahwa hukum karma sama dengan “nasib”, bahkan “suratan takdir Tuhan” [berarti semuanya ditentukan Tuhan]. Perlu diketahui bahwa dalam hukum karma tidaklah demikian, “suratan takdir” ini ditulis sendiri oleh diri kita sendiri. Kitalah yang mendesain nasib kita, bukan oleh Brahman, Dewa-Dewi ataupun pihak lain. Dalam ajaran Hindu, Brahman atau Purusha memang diyakini sebagai penyebab utama, tetapi dalam hal ini Brahman sebenarnya hanya “pengamat / saksi abadi“.
Karma berarti “perbuatan / tindakan”. Hukum karma adalah hukum semesta sebab-akibat, dimana setiap tindakan kita akan membuahkan hasil tindakan atau buah karma [karma-phala]. Yang berarti apapun yang terjadi pada diri kita di masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang, ditentukan sepenuhnya oleh tindakan diri kita sendiri. Tanpa ada intervensi dari Brahman, Dewa-Dewi ataupun pihak lain. Dan yang dimaksud dengan “tindakan” itu adalah pikiran, perkataan, dan perbuatan kita sendiri….”
(http://peradah-semarang.blogspot.com...kum-karma.html)
Dan berikut penjelasan dari pihak agama Buddha:
“secara singkat,karma (Pali: Kamma) berarti “perbuatan”,yang dalam arti umum meliputi semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir atau bathin dengan pikiran kata-kata atau tindakan.
Makna yang luas dan sebenarnya dari Kamma, ialah semua kehendak atau keinginan dengan tidak membeda-bedakan apakah kehendak atau keinginan itu baik (bermoral) atau buruk (tidak bermoral)
Sebagian masyarakat akan menyandarkan jawaban atas segala keadaan yang terjadi, baik atau buruk, kepada Tuhan.
Namun agama Buddha menyangkal ciri ketuhanan seperti itu;… Selama berabad-abad, doktrin agama Buddha tentang karma, telah sering disalah-artikan sebagai paham deterministik/takdir.”
(http://id.answers.yahoo.com/question...9011055AAlf70V)
Ini, Lebih Tegas lagi:
“Ajaran Buddha tidak mengajarkan paham “takdir”, juga tidak mengajarkan paham “bebas kehendak”, tapi suatu ‘kehendak-berprasyarat’”
Dari sejak awal menjelaskan, Hindu,Buddha dan Jain sudah menyatakan dengan tegas perbedaannya dengan dienul Islam Nampak jelas bahwa hukum karma sama sekali tidak terkait dengan taqdir Allah Ta’ala. D
Aqidah batil hukum karma semacam di atas tidaklah ada kaitannya sedikitpun, laa min qarib wa laa min ba’id (tidak dari dekat, tidak pula dari jauh) dengan ayat dan hadits yang diklaim (secara dusta!) o
Allah Ta’ala berfirman:
إِنا كُل شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ.
“Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan takdir.” (QS. Al-Qomar: 49)
Allah Ta’ala juga berfirman:
وَخَلَقَ كُل شَيْءٍ فَقَدرَهُ تَقْدِيرًا.
“Dan Dialah yang menciptakan segala sesuatu lalu menetapkan takdirnya dengan sebenar-benarnya.” (QS. Al-Furqan: 2)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
كُل شَىْءٍ بِقَدَرٍ حَتى الْعَجْزُ وَالْكَيْسُ.
“Segala sesuatu telah ditakdirkan, sampai kelemahan dan kecerdasan.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
إِن اللهَ خَلَقَ لِلْجَنةِ أَهْلًا خَلَقَهُمْ لَهَا وَهُمْ فِي أَصْلَابِ آبَائِهِمْ وَخَلَقَ لِلنارِ أَهْلًا خَلَقَهُمْ لَهَا وَهُمْ فِي أَصْلَابِ آبَائِهِمْ.
“Sesungguhnya Allah telah menciptakan (menetapkan/menakdirkan) siapa saja yang akan masuk surga ketika mereka masih di tulang sulbi ayah-ayah mereka, dan Dia telah menciptakan (menetapkan/menakdirkan) siapa saja yang akan masuk neraka ketika mereka masih di tulang sulbi ayah-ayah mereka.”
kalau berkenan dan di
tapi ane nolak
Spoiler for bonus:
0
12.2K
Kutip
18
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923.1KThread•83.4KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru