Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

jelarangAvatar border
TS
jelarang
Bos Microsoft datang, IGOS jadi Setengah Hati
Mari kita mengingat, di tengah maraknya impor dan ketergantungan yang tinggi terhadap produk-produk dari luar negeri, ikhtiar pemerintah meluncurkan program Indonesia Go Open Source (IGOS) pada 30 Juni 2004 ibarat sebuah angin segar. Hal itu menunjukkan kepedulian terhadap kedaulatan bangsa di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi. Saat itu, ada 5 menteri yang ikut menandatangani deklarasi IGOS yaitu Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Kehakiman dan HAM, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Menteri Pendidikan Nasional.
Cermati isi deklarasi IGOS berikut :
1. Mengingat pentingnya peran teknologi informasi dalam kehidupan masyarakat terkait dengan pertumbuhan perekonomian, maka perlu peningkatan kemandirian, daya saing, kreatifitas serja inovasi bangsa sebagai kunci utama keberhasilan pembangunan Bangsa Indonesia .
2. Pemerintah bersama masyarakat bersepakat untuk melakukan upaya yang sungguh-sungguh dalam mendayagunakan teknologi informasi.
3. Dalam rangka mendukung keberhasilan upaya tersebut, pengembangan, dan pemanfaatan Open Source Software merupakan salah satu langkah strategis dalam mempercepat penguasaan teknologi informasi di Indonesia.
4. Untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dari upaya tersebut, perlu dilakukan langkah-langkah aksi sebagai berikut:
a. Menyebarluaskan pemanfaatan Open Source Software di Indonesia.
b. Menyiapkan panduan ( guideline ) dalam pengembangan dan pemanfaatan Open Source Software di Indonesia.
c. Mendorong terbentuknya pusat-pusat pelatihan, competency center dan pusat-pusat inkubator bisnis berbasis open source di Indonesia.
d. Mendorong dan meningkatkan koordinasi, kemampuan, kreatifitas, kemauan dan partisipasi dikalangan pemerintah dan masyarakat dalam pemanfaatan Open Source Software secara maksimal.
Membaca deklarasi tersebut, bisa terbaca jelas bahwa tujuan dari deklarasi IGOS adalah agar bangsa Indonesia bisa memiliki kemandirian di bidang teknologi informasi alias tidak tergantung pada teknologi asing. Dengan memiliki kemandirian, pakar-pakar IT di Indonesia bisa membangun aplikasi peranti lunak komputer yang berkode sumber terbuka.
Dengan begitu aplikasi bisa dibuat, diubah, dan direkayasa sesuai kreativitas yang dimiliki. Keberadaan IGOS akan membuat anak negeri bisa menghasilkan produk-produk karya sendiri, bebas, terbuka dan dapat disempurnakan oleh siapa saja. Hal itu penting karena muncul kecenderungan monopoli yang dilakukan oleh Microsoft.
Tapi, berjalankah program IGOS? Sayangnya, tidak. Program ini ibarat tanaman yang layu sebelum berkembang. Ironisnya, pemerintah memiliki andil yang besar terhadap layunya program ini. Salah satu penyebabnya tentu saja MoU siluman antara pemerintah melalui Menteri Komunikasi dan Informatika dengan Microsoft yang ditandatangani tahun 2006.
Bayangkan. Salah satu isi MoU tersebut adalah pemerintah akan membeli lisensi 117.480 Microsoft Office dan 35.496 Microsoft Windows. Tentu saja hal itu tanpa tender. Bukankah segera bisa dilihat betapa kontradiktifnya deklarasi IGOS dengan MoU ini? Jika pemerintah konsisten dengan IGOS, mestinya yang dilakukan kemudian adalah langkah-langkah mengoperasionalkan program tersebut ke berbagai kementrian dan instansi pemerintahan yang akan menjadi garda terdepan kampanye open source. Pada titik ini kita bisa melihat betapa plin-plannya pemerintah Indonesia.
Namun di sisi lain, kita juga bisa mencatat bahwa Microsoft menekan pemerintah Indonesia agar mau melakukan kerjasama. Senjata andalan yang mereka gunakan, Indonesia termasuk dalam negara dengan tingkat pembajakan perangkat lunak terbesar di dunia. Saat itu, Indonesia merupakan pembajak peranti lunak terbesar ketiga setelah Zimbabwe dan Vietnam.
Departemen Perdagangan AS bahkan menempatkan Indonesia dalam priority watch list sebagai negara pembajak. Salah satu yang dijadikan alasan adalah karena lembaga-lembaga maupun instansi pemerintah Indonesia menggunakan software Microsoft secara ilegal.
Semakin ironis lagi, sebagai satu paket dalam MoU tersebut Microsoft menghibahkan ribuan lisensi softaware kepada pemerintah Indonesia. Dan software tersebut sudah kadaluwarsa (untuk PC tua) dan sebenarnya dari segi hak cipta sudah habis masa perlindungannya (public domain) sebab masa perlindungan software hanya 10 tahun. Bukankah itu terasa sia-sia?
Kini, IGOS yang awalnya diniatkan untuk menunjukkan kemandirian di bidang teknologi informasi namanya semakin terdengar lamat-lamat bahkan asing di telinga. Microsoft memiliki peran yang tidak kecil dalam hal itu.
0
2.2K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Linux dan OS Selain Microsoft & Mac
Linux dan OS Selain Microsoft & MacKASKUS Official
4.4KThread2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.